Sukses


Makassarsche Voetbalbond, Cikal Bakal PSM Wadah Pemersatu Berbagai Ras di Makassar

Bola.com, Makassar - PSM Makassar adalah klub tertua di Indonesia yang masih eksis bertahan di jajaran papan atas kompetisi kasta tertinggi tanah air. Klub kebanggaan Kota Daeng ini namanya awalnya adalah Makassarsche Voetbalbond (MVB) yang berdiri pada 1915.

Pendirian ini ditandai dengan kompetisi lokal yang diikuti 15 tim. Ke-15 berasal dari berbagai ras dan komunitas di Makassar. Seperti Prosit, klub amatir milik orang Belanda yang sudah berdiri sejak 1909. Dari komunitas Tionghoa ada Excelsior dan Nam Hwa.

Makassar yang merupakan gerbang Indonesia Timur juga dihuni oleh orang Ambon yang memiliki klub bernama Vios yang kemudian berganti nama Zwaluwen.

Excelsior dan Vios dikenal sebagai klub ekslusif ketika itu karena memiliki lapangan sepak bola sendiri untuk latihan. Dari komunitas Arab diwakili oleh klub Annasar. Sedangkan dari kalangan penduduk lokal atau bumiputera mengandalkan Mangoeni, MOS (Maen Oentoek Sport), Celebes Voetbalbond, dan Bintang Prijaji.Kompetisi ini berlangsung sampai Februari 1916.

Selepas kompetisi, pengurus MVB pun terbentuk melalui rapat yang diadakan pada 27 Februari 1916. Menurut Makassarsche Courant terbitan 1 Maret 1916, nama-nama pengurus MVB adalah M.L. Hartwig (ketua), E. Bouvy (wakil ketua), F. van Bommel (sekretaris/bendahara), J.W.G. Boukers, W.R. Groskamp, O. Thiele, Sagi dan Mangkalan (direksi). 

"Setiap klub anggota wajib membayar iuran f2,50 (2,50 gulden) per bulan,” tulis koran itu.

Setelah resmi berdiri, MVB menggelar kompetisi secara teratur. Meski diikuti oleh klub berbagai komunitas praktis tak ada gesekan berarti. Karena misi awal kompetisi adalah wadah buat pemain untuk unjuk kemampuan.

 

Video

2 dari 4 halaman

Uji Coba dengan Klub Negara Lain

Setiap kompetisi berakhir, dibentuklah satu tim yang merupakan kumpulan pemain terbaik.

Tim ini rutin beruji coba dengan klub luar pulau terutama di Jawa. Malah, MVB pernah menjamu tim nasional Hongkong dan Australia. Sebagai tim bentukan Belanda, MVB tidak langsung berinduk ke PSSI yang berdiri pada 19 Juli 1930.

MVB tetap berstatus sebagai anggota NIVB, federasi sepak bola bentukan Belanda. Alhasil, pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), MVB vakum. Baru pada 1949, MVB muncul lagi di kompetisi Voorwedstrijden di bawah VUVSI/ISNIS (pengganti NIVB).

MVB finis di urutan empat dari lima peserta. Ketika sepak bola Indonesia direorganisasi pada awal 1950, VUVSI/ISNIS bubar. Klub-klub bentukan Belanda otomatis bubar dan sebagian meleburkan diri ke klub bumiputera.

MVB pun berubah nama menjadi Persatoean sepak bola Makassar (PSM) pada 1951. Di bawah kendali Achmad Saggaf yang terpilih menjadi sebagai Ketua PSM Makassar, roda kompetisi antar klub tetap bergulir dengan teratur.

Seperti sebelumnya, pemain terbaik hasil kompetisi medapat kesempatan membela PSM berujicoba dengan tim-tim di Jawa. Pada tahun 1951 juga, PSM langsung unjuk kemampuan dengan bertengger di posisi runner-up Kejurnas PSSI di bawah Persebaya Surabaya.

3 dari 4 halaman

Masa Emas Perserikatan

Setelah menjadi runner-up pada 1951, PSM Makassar baru meraih juara untuk kali pertama pada musim 1956-1957. Saat itu, PSM sejak awal memang dijagokan jadi juara.

Sejumlah pemain PSM saat itu adalah langganan Timnas Indonesia. Sebut saja Maulwi Saelan, Nursalam, Suwardi Arlan, Sunar Arlan, Rasyid Dahlan dan Ramang sebagai sosok sentral.

Pada putaran final yang dikuti enam tim lainnya yakni PSMS, Persib Bandung, Persija Jakarta, PSP Padang, Persebaya Surabaya dan Persema Malang, Juku Eja mencetak lima kemenangan dan satu seri. Dalam enam partai, mereka mengemas 23 gol dan hanya kemasukkan 7 gol.

Dengan materi yang tak berbeda jauh, dominasi PSM berlanjut pada musim berikutnya dengan meraih trofi juara. Materi starter PSM saat itu adalah Harry Tjong (PG), Raeratu, Sampara, Itjing Pasande, Santja Bachtiar, Idris Mappakaya, Nursalam, Ramang, Suardi Arlan, Kurnia dan Manan.

Pada putaran final yang juga diikuti Persib Bandung, PSIS Semarang, Persija Jakarta, Persebaya Surabaya. PSP Padang dan PSMS Medan, PSM menyapu bersih enam partai dengan kemenangan. Selisih golnya pun signifikan 25-4. Musim ini, gelandang serang PSM, Suwardi Arlan menjadi pencetak gol terbanyak dengan 11 gol.

Setelah mendominasi dua musim secara beruntun, langkah PSM dihentikan oleh Persib Bandung. Meski tak pernah kalah, PSM harus puas di peringkat dua karena kalah satu poin dengan Persib yang mengoleksi 11 angka dari enam partai.

Hasil serupa digapai PSM pada musim beikutnya. Kali ini, PSM berada di bawah sang juara, Persija Jakarta.

4 dari 4 halaman

Merosot pada 1980-an

Juku Eja mengembalikan pamornya pada musim 1965. Dengan format baru memakai sitem wilayah dan putaran final di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta, PSM Makassar melaju mulus sampai ke partai puncak.

Pada final, Juku Eja mengalahkan Persebaya Surabaya 3-2. Sukses PSM kemudian berlanjut di musim berikutnya, pada final yang berlangsung di Stadion Teladan Medan, Juku Eja mengalahkan Persib Bandung 2-0. Setelah era emas 1950 dan 1960-an, kiprah PSM melorot.

Pada era 1970-an, PSM sempat menggeliat dengan meraih trofi juara Piala Soeharto 1974. Begitu pada awal 1980-an, dimana pada musim 1983 menembus empat besar.

Musim berikutnya, PSM menyandang status juara tanpa mahkota. Dimana Juku Eja mengalahkan Persib Bandung 2-1 dan PSMS Medan 1-0 di babak 6 Besar. Ironisnya, kedua tim ini akhirnya berlaga di final dengan PSMS menjadi juara setelah mengalahkan Persib via adu penalti.

Pada era 1990-an yang merupakan periode terakhir era Perserikatan, PSM kembali menunjukkan tajinya dengan meraih trofi juara pada 1992 setelah mengalahkan PSMS Medan 2-1 pada laga final yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno. Musim berikutnya, PSM kembali melaju ke final sebelum takluk ditangan Persib Bandung 0-2.

Video Populer

Foto Populer