Sukses


Kisah Kelam Fritz Korbach dan Jorg Steinebrunner, Pelatih Berpaspor Jerman yang Gagal Bersinar di PSM

Kedatangan Korbach dan Steinebrunner sangat diharapkan oleh manajemen PSM untuk mendongkrak prestasi tim, tapi hasilnya tidak sesuai harapan.

Bola.com, Jakarta PSM Makassar termasuk klub yang doyan memakai jasa pelatih asing di era Liga Indonesia. Di antara deretan pelatih itu hanya Darije Kalezic (Swiss/Bosnia) yang mampu mempersembahkan trofi juara Piala Indonesia.

Sejatinya ada juga nama Henk Wullems (Belanda). Tapi, eks pelatih tim nasional Indonesia ini berstatus Direktur Teknik ketika Juku Eja meraih gelar juara di Liga Indonesia 1999-2000. Prestasi tertinggi pelatih asing di PSM Makassar adalah bertengger di posisi runner-up, yaitu Miroslav Janu dari Republik Ceska pada musim 2004 dan Robert Alberts (Belanda) pada Liga 1 2018.

Selebihnya terbilang datar atau malah dinilai gagal total. Termasuk dua pelatih berpaspor Jerman, Fritz Korbach dan Jorg Steinebrunner.

Padahal kedatangan Korbach dan Steinebrunner sangat diharapkan oleh manajemen PSM untuk mendongkrak prestasi tim. Korbach misalnya. Pelatih yang menghabiskan karier kepelatihannya dengan menangani berbagai klub di Liga Belanda ini datang ke PSM menggantikan peran Janu.

Sentuhan Korbach di PSM awalnya menjanjikan. Juku Eja lolos ke babak 8 Besar di Stadion Gelora Bung Karno dengan status runner-up Wilayah Timur di bawah Persipura. Namun, di Senayan, penampilan Juku Eja mengalami antiklimaks.

Tergabung di Grup Barat bersama Persebaya Surabaya, PSIS Semarang dan Persija Jakarta selaku tuan rumah, Juku Eja hanya mencatat dua kali imbang dan sekali kalah. Raihan itu jelas tak cukup mengantar Juku Eja ke babak final. Apalagi aturan pada musim itu, hanya juara grup yang berhak mendapatkan tiket ke partai puncak.

Tuan rumah Persija jadi wakil Grup Barat menantang Persipura Jayapura yang berjaya di Grup Timur. Seperti diketahui, Persipura akhirnya meraih trofi juara setelah mengalahkan Persija 3-2.

Sepulang dari Jakarta, Bosowa Grup menyerahkan mandat kepengelolaan kepada Ketua Umum PSM, Ilham Arief Sirajuddin yang juga Walikota Makassar saat itu. Kontrak Korbach diputus. Kadir Halid yang ditunjuk sebagai manajer sekaligus mengelola PSM Makassar memilih Carlos de Mello sebagai pelatih kepala. Sebelumnya, Carlos adalah pelatih PSM Pra-Ligina, sebuah tim yang bermaterikan pemain muda yang disiapkan jadi penopang tim senior.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

Steinebrunner Sejak Awal Diragukan

Steinebrunner datang ke Makassar dengan target mengembalikan pamor PSM yang kembali berkiprah di Liga Super Indonesia 2014. Sebelumnya, PSM sempat hengkang ke Liga Prima Indonesia selama dua setengah musim. Saat itu, Bosowa Grup sudah menyandang status pemilik saham mayoritas PSM.

Sejak awal kedatangannya, sosok Steinebrunner memang sudah diragukan oleh kalangan suporter PSM. Pengalamannya melatih dua klub Indonesia, Medan Chief dan Deltras Sidoarjo dinilai belum layak untuk mewujudkan target tinggi yang diusung manajemen.

Apalagi, saat itu PSM terpaksa bermarkas di Stadion Gelora Bung Tomo saat menjamu lawan karena Stadion Andi Mattalatta Mattoangin dinilai tak layak.

Terbukti, setelah memimpin PSM pada dua laga awal LSI 2014 tanpa kemenangan, Steinebrunner diminta mundur dari Juku Eja. Pada 12 Febuari 2014, perannya digantikan oleh pelatih kawakan Ruddy Keltjes.

 

3 dari 3 halaman

Atmosfer Berbeda

Korbach dan Steinebrunner menangani PSM dengan atmosfer pertandingan berbeda. Di era Korbach, antusiasme suporter PSM untuk mendukung langsung tim kesayangannya bertanding terbilang tinggi. Apalagi, dalam dua musim sebelumnya yang memakai sistem kompetisi penuh, PSM bertengger di peringkat dua secara beruntun.

Gaya dan penampilan Korbach yang nyentrik di lapangan kerap jadi hiburan tersendiri di kalangan suporter. Saat PSM menjamu lawan di Stadion Andi Matalatta Mattoangin, Korbach selalu menyempatkan waktu berkeliling lapangan untuk menyapa suporter seraya mengisap cerutu favoritnya.

"Korbach adalah pelatih yang disiplin dan tegas kepada pemain. Tapi, ia juga kerap melontarkan humor dan aksi kocak yang membuat pemain tertawa," kata Assegaf Razak, asisten Korbach saat itu.

Dedikasi dan totalitas Korbach dalam menangani tim mendapat pengakuan dan respek tinggi. Seperti yang dilakukan oleh manajemen Twente saat menjamu Benfica pada play-off Liga Champioons Eropa. Klub Belanda itu menggelar hening cipta sebelum kick-off sebagai penghormatan kepada Korbach yang mengembuskan napas terakhirnya pada 14 Agustus 2011 karena kanker.

Pelatih Twente saat itu, Co Adriaanse, secara khusus menjelaskan ke pemainnya tentang sosok Korbach. "Saya bilang ke pemain, Fritz Korbach termasuk pelatih terbaik di Liga Belanda dalam tiga puluh tahun terakhir. Termasuk saat menangani Twente," kata Adriaanse.

Atmosfer berbeda dialami oleh Steinebrunner. Status sebagai mantan pelatih Medan Chief (LPI) dan Deltras Sidoarjo membuat mantan pemain timnas Jerman U-21 dipandang sebelah mata. Situasi dan kondisi yang dialami Steinebrunner terbilang sulit karena ia dan PSM tak mendapat dukungan optimal dari suporter saat mejamu lawan.

Saat itu, PSM terpaksa menjadi klub musafir karena tak bisa memakai Stadion Andi Mattalatta Mattooangin yang gagal lolos dari verifikasi PT Liga Indonesia selaku operator kompetisi. Situasi yang sangat berbeda dengan Korbach yang begitu menikmati dukungan suporter kala menjamu lawan di Makassar.

Di LSI 2014, Steinebrunner hanya dua kali mendampingi tim. Dengan hasil 1-1 dengan Persisam Samarinda (2/2/2014) dan kalah 0-1 dari Persepam Madura (11/2/2014). Sehari setelah dijamu Persepam, Steinebrunner mundur sebagai pelatih PSM.

Video Populer

Foto Populer