Sukses


Mengenang Alfred Riedl dan Alasannya Enggan Berjabat Tangan di Indonesia

Bola.com, Jakarta - Meninggalnya mantan pelatih Timnas Indonesia, Alfred Riedl pada usia 70 tahun di Austria, Selasa (8/9/2020), membuat banyak orang di Indonesia menguak kembali memori masa lalu. Lini masa media sosial Instagram atau Facebook dari pelaku sepak bola seperti pemain dan pelatih dihiasi kenangan ataupun momen bersama Alfred. Begitu juga dengan lini masa jurnalis, akun olah raga dan sepak bola, atau masyarakat umum.

Alfred adalah pelatih Timnas Indonesia di ajang Piala AFF 2010, 2014, dan 2016. Prestasi terbaiknya adalah mengantar Timnas Indonesia menduduki posisi runner up di 2010 dan 2016. Meski tak pernah sekalipun mengantar tim Merah Putih menjadi juara, Alfred tetap diingat sebagai pelatih yang pernah membuat penampilan Timnas Indonesia di Piala AFF begitu menyedot perhatian.

Di mata mantan pemain dan para asistennya, Alfred dikenal sebagai sosok yang punya rasa hormat dan disiplin. Ketegasannya ditunjukkan kala ia mencoret nama Boaz Solossa dari pelatnas Piala AFF 2010 karena sang pemain terlambat datang ke Jakarta untuk mengikuti pelatnas.

Namun Alfred Riedl bukan orang yang menyimpan rasa tidak suka pada pemain. Terbukti, kala ia dipercaya menangani Timnas Piala AFF 2016, Boaz kembali dipanggil. Boaz yang kala itu berusia 30 tahun bahkan ditunjuk sebagai kapten tim.

 

2 dari 4 halaman

Dicintai di Indonesia dan Vietnam

Di kalangan jurnalis, Alfred amat populer. Meski terkesan galak, kaku, bahkan terkadang jutek, Alfred sadar bahwa jurnalis adalah mitra yang harus dihormati. Setiap selesai sesi latihan, Alfred selalu mendatangi para jurnalis yang ingin mewawancarainya, sambil mengucapkan kata-kata yang terkenal hingga sekarang: You need me?

Tak cuma di Indonesia, Alfred juga populer di Vietnam karena pernah menangani Timnas Vietnam. Pada 2007, Piala Asia digelar di empat negara, Indonesia, Thailand, Vietnam dan Malaysia. Di bawah kendali Alfred, Vietnam menjadi satu-satunya negara tuan rumah yang lolos dari babak penyisihan dan melaju ke perempat final.

Tak heran kalau Alfred begitu dicintai di Vietnam. Sampai-sampai pada 2007 demi bisa melakukan tugasnya melatih, Alfred mendapatkan donor ginjal dari seorang suporter Vietnam.

Pada 2014, sebelum timnas berangkat ke Hanoi, Vietnam untuk melakoni babak penyisihan Piala AFF, saya meminta waktu untuk mewawancarainya secara ekslusif. Usai sesi latihan, saya menyampaikan maksud tersebut dan Alfred menyanggupi. Saya diminta datang ke hotel keesokan harinya.

Hari berikutnya, sesuai janji saya datang ke hotel tempat timnas menginap. Saya datang bersama Peksi Cahyo, rekan fotografer. Tepat pada waktu yang sudah disepakati, Alfred muncul didampingi asistennya, Wolfgang Pikal. Tak saya sangka, ia langsung menyembur saya dengan omelannya.

"Kamu kemarin minta waktu untuk wawancara eksklusif. Kenapa kamu datang bawa teman? Kalau begini caranya, di lain waktu kamu akan bawa orang-orang serumah," kata Alfred dengan mimik kesal.

Ia melunak ketika saya memberi penjelasan yang masuk akal.

"Maaf kalau saya datang bersama fotografer. Saya tak mungkin bisa mewawancarai Anda sambil memotret," jawab saya waktu itu.

 

3 dari 4 halaman

Ceramah Sopan Santun

Wawancara kemudian berjalan lancar selama kurang lebih satu jam. Tak cuma melulu bicara soal teknis, Alfred sempat memberitahu alasan kenapa ia terkadang tak berkenan dipanggil dengan nama Riedl.

"Kalau Anda seumuran dengan saya atau coach Pikal, Anda boleh panggil saya Riedl. Tapi kalau Anda lebih muda, Anda harus panggil dengan nama depan saya, Alfred. Ini soal sopan santun," ujar Alfred.

Ceramahnya soal hal ini saya ingat betul. Sejak saat itu saya tak lagi pernah menyebutnya dengan panggilan Riedl, bahkan dalam percakapan sehari-hari saat sedang membahas soal dia dengan orang lain.

Selesai wawancara, saya meminta ia untuk berfoto bersama boneka yang menjadi maskot kantor saya dulu di Tabloid Bola. Namun yang terjadi, ia malah meminta boneka tersebut.

"Boleh saya minta boneka ini? Saya mau berikan ke istri saya. Dia pasti suka. Kami punya tempat untuk memajang barang-barang seperti ini di rumah," ucapnya.

Setelah momen itu, Timnas Indonesia berangkat ke Hanoi, Vietnam, untuk melakoni babak penyisihan Piala AFF 2014. Hasilnya, Indonesia bermain imbang 2-2 lawan Vietnam, kalah 0-4 lawan Filipina, dan menang 5-1 dari Laos.

Kemenangan telak di laga terakhir itu menjadi tak berarti karena Indonesia kalah bersaing dari Vietnam dan Filipina. Untuk kali pertama, Indonesia gagal melaju ke semifinal sejak turnamen dua tahunan itu digelar pada 1998.

Meski menelan hasil pahit, Alfred tetap meladeni cecaran pertanyaan dari para jurnalis di Stadion Hang Day, Hanoi. Kala itu, ia sempat menyebut masa persiapan yang minim menjadi kendala terbesar.

"Kami hanya punya waktu dua minggu persiapan setelah Liga Indonesia selesai. Saya akui kami gagal dan bikin kecewa. Saya menyerahkan nasib saya ke PSSI," kata Alfred.

Jasanya kemudian tak lagi dipakai oleh Indonesia. Tapi Alfred kemudian kembali ditunjuk menangani Timnas Indonesia di Piala AFF 2016. Kali ini ia tak bisa leluasa memilih pemain. Lantaran kompetisi tengah berjalan, klub hanya memberikan maksimal dua pemain saja untuk mengikuti pelatnas dan hal ini direstui oleh PSSI.

Hasilnya Indonesia kembali melaju hingga final Piala AFF. Tim Merah Putih menang 2-1 atas Thailand di leg pertama, tapi kalah 0-2 di leg kedua. Indonesia gagal lagi dan hanya menjadi runner up.

 

4 dari 4 halaman

Salam Kepalan Tangan

Pada 2016 itu saya kembali mendapat momen bertemu Alfred lagi di luar lapangan. Secara tidak sengaja saya bertemu Alfred di hotel tempat timnas menginap.

Kami bertemu di lobi hotel dan saya menyapanya. Saat saya mengulurkan tangan untuk menjabat tangannya, Alfred menyodorkan kepalan tangan. Ia mengajak bersalaman ala kepalan tangan.

"Kamu tahu kenapa saya tak mau bersalaman di sini? Saya lihat di toilet umum, banyak orang di Indonesia setelah buang air tidak mencuci tangannya," kata Alfred.

Saya yang tak mengira mendapat ceramah seperti itu spontan tertawa. Namun Alfred sama sekali tak tertawa atau tersenyum.

"Saya serius dan tak bercanda. Orang-orang di sini harus lebih perhatian soal kebersihan," ujarnya lagi.

Sejak momen itu, saya selalu rajin mencuci tangan. Sebuah kebiasaan yang amat berguna dan terbukti relevan diterapkan hingga saat ini, apalagi di masa pandemi Covid 19 seperti sekarang.

Alfred Riedl berpulang untuk selamanya pada usia 70 tahun, Selasa (8/9/2020), di Austria. Nun jauh di Indonesia, banyak orang yang berduka, merasa kehilangan, dan mengucapkan terima kasih. Termasuk saya. Meski belum berhasil membawa Timnas Indonesia meraih gelar, Alfred Riedl bakal dikenang sebagai salah satu pelatih yang meninggalkan banyak pelajaran positif. Selamat beristirahat dalam keabadian, danke, terima kasih coach Alfred.

 

Video Populer

Foto Populer