Sukses


8 Formula ala Sir Alex Ferguson yang Bikin Manchester United Berjaya dan Digdaya

Bola.com, Jakarta - Kesuksesan Manchester United di lapangan maupun sebagai merek dagang yang menjangkau berbagai sudut dunia tak bisa dilepaskan dari sosok Sir Alex Ferguson. Di tangan manajer asal Skotlandia itu, MU berubah dari klub yang lama puasa gelar menjadi kekuatan menakutkan di Inggris maupun Eropa. 

Ferguson menangani Manchester United selama 27 tahun. Dia bukan hanya membangun tim, tapi sebuah dinasti sepak bola dunia. Berkat tangan dinginnya, Setan Merah mendominasi Premier League selama kurang lebih dua dekade. 

Kesuksesan Ferguson dapat diukur dari deretan trofi yang dipersembahkan untuk MU. Dia total menyumbangkan 38 trofi, termasuk di antaranya 13 gelar Premier League dan dua titel Liga Champions (1999, 2008). 

Manchester United di era Ferguson identik dengan tim yang selalu lapar gelar, gigih mengejar kemenangan hingga detik-detik akhir, senang bermain menyerang, dan memiliki kebersamaan yang kuat. 

Saat itu, standar yang dipasang Ferguson sangat tinggi. Baginya parameter dari kesuksesan adalah gelar juara. Manchester United dianggap gagal total jika hanya finis di posisi kedua di Premier League atau jadi runner up di turnamen lain. 

Ketika Ferguson memutuskan pensiun pada 2013, Manchester United sangat kehilangan. Bahkan, bisa dibilang Setan Merah belum sepenuhnya pulih. 

MU sudah tujuh tahun puasa gelar Premier League. Terakhir Red Devils juara pada 2013, yang merupakan musim terakhir Ferguson di Old Trafford.   

Apa yang formula Sir Alex Ferguson sehingga membuat Manchester United begitu sukses dan digdaya? Berikut delapan di antaranya. 

 

2 dari 9 halaman

1. Membangun Pondasi Tim yang Kuat

Sir Alex Ferguson mengatakan langkah pertama yang dilakukannya ketika tiba di Manchester United adalah memboyong pemain-pemain muda. Dia juga membangun sistem akademi yang bisa menopang klub selama bertahun-tahun. 

Cara tersebut memang terkesan lebih sulit. Namun, hasilnya menjadi lebih dasyat dibanding merekrut pemain-pemain veteran untuk kesuksesan jangka pendek. 

Selama 27 tahun di Old Trafford, Ferguson dikenal memberi perhatian besar dan tak takut memberi kesempatan untuk pemain-pemain akademi. 

Salah satu produk asli Manchester United yang menopang kesuksesan klub selama jangka panjang adalah Class of 92 yang antara lain terdiri atas Ryan Giggs, Paul Scholes, Nicky Butt, David Beckham, Gary Neville, dan Phil Neville. Mereka menjadi tulang punggung tim ketika Setan Merah merebut treble pada 1999. 

 

3 dari 9 halaman

2. Berani Membangun Tim

Sir Alex Ferguson tidak takut dipecat, sehingga membuat keputusan berdasarkan seperti apa tim yang dibangunnya dalam empat tahun ke depan. Dia berpikir bahwa setiap tim harus dilengkapi setiap empat tahun.

Saat itu, Ferguson tidak takut mendepak bintang-bintang Setan Merah yang bermasalah. Ada yang kecanduan alkohol, atau tak lagi punya rasa lapar gelar, dan faktor lainnya. 

Pelatih asal Skotlandia itu memilih membangun dinastinya yang diisi pemain sesuai dengan kebutuhan tim. Dia terkadang membeli pemain yang secara skill biasa-biasa saja, tapi mampu berubah menjadi pilar penting dalam tim. 

 

4 dari 9 halaman

3. Menetapkan Standar Tinggi dan Membuat Semua Orang Mematuhinya

Dia menyampaikan anekdot yang bagus tentang bagaimana standar tinggi yang ditetapkannya dapat menular. 

"Saya biasanya menjadi orang yang tiba pertama pada pagi hari. Beberapa tahun berikutnya, banyak anggota staf saya yang sudah ada di sana ketika saya datang jam 7 pagi. Saya rasa mereka mengerti mengapa saya datang lebih awal. Mereka tahu ada pekerjaan yang harus dilakukan," ujar Ferguson. 

Dalam kesempatan berbeda Ferguson juga mencontohkan standar tinggi lain yang diterapkannya.  "Kuncinya adalah membuat pemain berlatih dengan standar tinggi. Kami menjaga kualitas latihan hingga 100 persen. Saya tak akan memperbolehkan pemain bermalas-malasan saat sesi latihan," tutur Ferguson, seperti dilansir Guardian

"Saya tak pernah mengubah pendekatan itu karena apa yang kami lakukan saat latihan akan bermanfaat pada pertandingan sesungguhnya." 

 

5 dari 9 halaman

4. Selalu Memegang Kontrol

Sir Alex Ferguson selalu memastikan dirinya yang memegang kontrol di timnya. Dia tak takut berkonfrontasi dengan pemain bintang. Baginya, tak ada pemain yang lebih besar daripada klub. 

Contoh Ferguson kukuh dalam memegang kendali tim adalah keputusannya mendepak Roy Keane, yang saat itu merupakan kapten tim. Keane didepak karena dianggap melanggar batasan yang ditetapkan Ferguson, yaitu dengan mengkritik rekan-rekannya secara terbuka kepada publik. 

Ferguson juga tak segan menjual superstar MU, David Beckham, ke Real Madrid karena dianggap sudah tidak sepenuhnya fokus ke sepak bola.  

 

 

6 dari 9 halaman

5. Tahu Bersikap yang Tepat kepada Pemain

Menurut Ferguson, salah satu resep membangun kekayaan di Manchester United adalah tahu kapan harus mengkritik pemain dan kapan memberi dukungan. 

Sudah menjadi rahasia umum, Ferguson tipikal pelatih yang tak segan mengkritik pemain dengan keras di ruang ganti. Bahkan ada istilah hairdryer treatment yang merujuk pada kegalakan Ferguson terhadap pemainnya. Pemain yang salah harus siap disemprot habis-habisan di ruang ganti. 

Namun, ia biasanya selalu membela pemainnya di depan publik, meskipun akhirnya memarahinya di ruang ganti. Baginya, keutuhan tim adalah faktor utama. 

Salah satu dukungan diperlihatkan Ferguson ketika David Beckham menjadi musuh nomor satu di Inggris setelah insiden kartu merah pada Piala Dunia 1998. Ia memberikan dukungan pada masa-masa sulit itu, sehingga Beckham berhasil tampil moncer pada musim 1998-1999 serta menjadi pilar penting keberhasilan MU meraih treble. 

 

 

7 dari 9 halaman

6. Selalu Mengejar Kemenangan

Ferguson selalu berani mengambil risiko demi meraih kemenangan. Filosofi Ferguson adalah ketika tim ketinggalan 1-2, maka harus menambah pemain yang bertipe ofensif. 

Dia memilih kalah 1-3 ketimbang bermain konservatif dan kalah 1-2. 

Kegigihan mengejar kemenangan itu membuat Manchester United pada era itu kerap mencetak gol penentu raihan tiga poin pada masa injury time. Bahkan ada sebutan "Fergie Time", untuk masa-masa krusial MU kerap mencetak gol di injury time.  

 

8 dari 9 halaman

7. Melakukan Pengamatan Mendetail

Pada masa awal kariernya, dia menyerahkan tanggung jawab menangani latihan kepada asisten pelatih. Dengan begitu, ia bisa leluasa melihat dan mengobservasi apa yang terjadi pada tiap-tiap pemain. 

"Saya rasa tak banyak orang yang memahami pentingnya mengamati," kata Fergie. 

 

9 dari 9 halaman

8. Selalu Beradaptasi

Sepak bola Inggris meledak menjadi bisnis miliaran pounds selama masa kepemimpinan Ferguson di Manchester United. Namun, dia tetap mampu memang, apa pun perubahan yang terjadi di sepak bola Inggris. 

"Saya yakin Anda dapat mengontrol perubahan dengan cara menerima perubahan itu," kata Ferguson. 

Keluwesan Ferguson dalam beradaptasi dengan perubahan juga diungkapkan David Beckham. Menurut pemain yang identik dengan nomor 7 itu, Ferguson adalah sosok yang tak pernah takut dengan perubahan. 

“Ada satu hal yang selalu menjadi keahlian bos, yang membuatnya sangat bagus dan menjadi manajer paling menghiasi di sepakbola. Dia bisa sesukses itu karena selalu bisa berubah,” beber Beckham, seperti dilansir The Sun pada 2019. 

“Dia akan tetap all out dan membeli pemain baru yang hebat untuk musim depan, bahkan setelah memenangkan treble, atau gelar ganda, atau menjuarai liga. Dia tahu harus terus meningkatkan tim. Ketika tiba saatnya bagi saya, Scholsey, Butty, Giggsy, Gary dan Phil masuk tim, ia menjual Andrei Kanchelskis, Mark Hughes dan Paul Ince. Mereka adalah tiga pemain terbaik dalam sejarah Manchester United,” imbuh Beckham.  

“Kami semua terkejut, namun itu menunjukkan kepercayaannya terhadap kami sebagai pemain muda. Saat tiba saatnya bagi saya untuk pindah, itu tidak masalah. Dia kejam dalam hal itu, namun itulah yang membuatnya hebat dan sukses," imbuh Beckham.

Sumber: Guardian, The Sun, Business Insider

 

Video Populer

Foto Populer