Bola.com, Jakarta - Kabar soal ketertarikan Manchester United (MU) terhadap Alexander Isak belakangan ramai diperbincangkan, terutama setelah Gary Neville— eks pemain dan analis Sky Sports — mengklaim sang striker bisa tergoda untuk hijrah ke Old Trafford.
Namun, jika menilik kenyataan di lapangan, pernyataan tersebut terasa lebih seperti nostalgia kosong ketimbang pandangan realistis.
Baca Juga
Advertisement
Bagi pendukung setia MU, tifo raksasa bergambar Kevin Keegan yang ditampilkan di St James' Park sebelum laga menghadapi Newcastle United mungkin menjadi pemantik memori manis era 1990-an.
Kala itu, MU adalah kekuatan dominan yang mampu menggoyang mental tim lawan hanya dengan kehadirannya. Namun, masa-masa itu telah lama berlalu.
Nyanyian para fans tentang Alan Shearer dan kejayaan masa lampau kini terdengar lebih seperti pelarian dari kenyataan pahit: posisi ke-14 di klasemen Premier League adalah pencapaian yang terlalu murah hati untuk performa mereka musim ini.
Gary Neville, meskipun dikenal sebagai pengamat tajam, juga tampaknya masih terjebak dalam masa lalu. Dalam sebuah podcast, ia menyebut Isak mungkin akan tergoda jika United mendekat.
Namun, realitanya, seperti dilansir dari I Paper, Isak bermain untuk Newcastle yang kini justru tampil lebih meyakinkan, ambisius, dan kompetitif dibanding MU yang terlihat seperti bayangan pudar dari kejayaannya dulu.
Berita video MU lagi-lagi telan kekalahan saat hadapi Newcastle United. Ruben Amorim sebut sitasi MU saat ini sedang berjuang untuk terhindar dari degradasi.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
MU Bukan Lagi Tujuan Menarik
Mengapa seorang pemain seperti Alexander Isak — yang tengah menjadi bagian dari proyek ambisius Newcastle United — harus meninggalkan stabilitas dan visi jangka panjang untuk bergabung dengan klub yang masih bergulat dengan identitasnya sendiri?
Dalam kolomnya di I Paper, Mark Douglas yang merupakan koresponden media tersebut, berpendapat MU bukan lagi magnet alami bagi pemain top.
Nama besar saja tidak cukup di era modern ini, apalagi jika klub tersebut masih bergantung pada nostalgia era Sir Alex Ferguson dan generasi emas Class of '92 sebagai tameng dari krisis performa saat ini.
Memang ada secercah harapan dengan hadirnya Ruben Amorim di kursi pelatih. Formasi pilihannya menunjukkan potensi saat tim tampil baik dalam 15 menit pertama melawan Newcastle United, dengan kombinasi apik antara Joshua Zirkzee dan Bruno Fernandes.
Namun, setelah itu? Newcastle United tampil dominan dengan pressing tinggi dan fisik mumpuni, sementara MU kembali menunjukkan wajah lamanya: kesalahan individu, miskomunikasi, dan ketimpangan dalam pengambilan keputusan.
Kesalahan Noussair Mazraoui dan blunder Altay Bayindir dalam laga itu mempertegas kenyataan bahwa MU belum benar-benar siap bersaing di level tertinggi, baik di Premier League maupun di kancah Eropa.
Advertisement
Harapan di Tengah Kekacauan?
Mungkin saja Ruben Amorim mampu melakukan keajaiban dan membawa tim menjuarai Liga Europa. Hal-hal aneh bisa saja terjadi dalam sepak bola.
Namun, jika performa mereka seperti saat dibantai di St James' Park, maka di Liga Champions musim depan — jika mereka berhasil lolos — MU lebih berpeluang menjadi bulan-bulanan tim besar lainnya.
Untuk saat ini, mimpi mendatangkan pemain seperti Isak hanya tinggal mimpi. Mungkin sudah waktunya bagi Gary Neville dan para pendukung setia MU untuk berhenti melihat ke belakang, dan mulai menuntut realita baru yang lebih sesuai dengan zaman.
Sumber: I Paper
Persaingan di Premier League
Advertisement