Sukses


Tak Sekadar Tusukan: Kompleksitas Prosedur Infus Menurut Dokter Anestesi

Lebih dari sekadar jarum, dokter anestesi mengungkap kompleksitas dan risiko di balik pemasangan infus.

Bola.com, Jakarta - Selama ini, pemasangan infus sering dipandang sebagai tindakan medis sederhana. Padahal, di balik prosedur yang tampak sepele itu, terdapat sejumlah tahapan dan risiko yang membutuhkan keahlian khusus dari tenaga medis.

Dokter Anestesi dan Intensivis RS Premier Bintaro, dr. Irvan Setiawan, menjelaskan bahwa infus bukan hanya soal memasukkan cairan ke tubuh, melainkan melibatkan proses medis yang kompleks dan berisiko.

"Infus termasuk kategori akses vaskular, yang dibagi menjadi dua: akses perifer dan akses sentral," kata Irvan.

Akses perifer biasanya dilakukan pada tangan atau lengan bawah, sementara akses sentral memiliki ujung kateter yang ditempatkan dekat dengan jantung.

Menurut Irvan, akses sentral umumnya menjadi tanggung jawab dokter anestesi karena digunakan untuk mengalirkan obat-obatan dengan konsentrasi tinggi secara aman ke tubuh pasien.

"Banyak obat yang kalau diberikan melalui infus perifer bisa menimbulkan iritasi atau bahkan merusak jaringan, hingga menyebabkan bengkak, menghitam, bahkan amputasi jika pembuluh darahnya rusak," ujar Irvan dalam wawancara dengan Health Liputan6.com baru-baru ini.

Ia menekankan, pemilihan jenis akses infus harus sangat diperhatikan untuk menghindari komplikasi serius yang bisa terjadi selama prosedur.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

Infus dan Akses Vaskular

Pemasangan infus tidak selalu berjalan mulus, terutama pada pasien dengan akses vena yang sulit, yang dalam istilah medis dikenal sebagai DIVA (Difficult Intravenous Access).

Kondisi ini sering ditemui pada pasien kanker yang rutin menjalani kemoterapi atau anak-anak yang sulit tenang saat tindakan medis dilakukan.

"Pasien kemoterapi biasanya memiliki pembuluh darah yang sudah mengeras karena sering ditusuk, sedangkan anak-anak sering menolak saat dipasang infus," ungkap Irvan.

Untuk mengukur tingkat kesulitan dalam mencari vena, dokter biasanya melakukan penilaian atau scoring terlebih dahulu. Penilaian ini meliputi pemeriksaan apakah vena terlihat jelas, mudah diraba, atau memerlukan bantuan alat seperti ultrasound (USG).

"Kalau pasien punya riwayat sulit dipasang infus, sebaiknya langsung gunakan alat bantu seperti USG dan jangan coba secara manual karena risikonya tinggi," ujarnya.

Dengan bantuan USG, proses pemasangan dapat dilakukan lebih akurat dan aman, sekaligus meminimalkan rasa nyeri dan ketidaknyamanan pasien. Pendekatan ini juga membantu mencegah komplikasi akibat salah tusuk atau kerusakan jaringan.

3 dari 3 halaman

Risiko Medis

Kendati tampak sederhana, kesalahan dalam memasang akses vaskular bisa menimbulkan konsekuensi serius. Irvan menuturkan bahwa posisi pembuluh darah vena sering kali berdekatan dengan arteri dan saraf sehingga kesalahan sedikit saja dapat berakibat fatal.

"Kalau salah tusuk, dampaknya bisa berat," ujarnya.

Bila arteri tertusuk, darah bisa terus mengalir karena tekanan dari jantung. Sementara jika mengenai saraf, pasien bisa mengalami kebas atau bahkan kelumpuhan. Risiko ini makin besar jika prosedur dilakukan di area dada, di mana terdapat pleura, lapisan pelindung paru-paru.

"Kalau pleura tertusuk, paru bisa kolaps dan menyebabkan sesak napas berat," jelas Irvan.

Itulah mengapa, ia menegaskan pentingnya ketelitian dan keahlian dalam setiap prosedur pemasangan infus.

"Tugas kami bukan sekadar memasang infus, tapi memastikan obat yang diberikan benar-benar sampai ke tubuh dengan cara yang aman dan efektif," tegasnya.

 

Sumber: merdeka.com

Video Populer

Foto Populer