Sukses


    Piala AFF 2018 Layaknya Perang Baratayuda buat Bima Sakti dan Timnas Indonesia

    Bola.com, Jakarta - Dalam kisah Mahabharata Bima Sakti digambarkan sebagai tokoh protagonis yang punya kekuatan luar biasa. Bima adalah sosok Pandawa Lima yang paling ditakuti. Dengan tubuh besar dan kekar, Bima menjadi momok bagi musuh-musuhnya.

    Kata Bhima dalam bahasa Sanskerta artinya kurang lebih adalah 'hebat', 'dahsyat', 'mengerikan'. Nama lain Bima yaitu Wrekodara, dalam alih aksara bahasa Sanskerta dieja vṛkodhara, artinya ialah "perut serigala", dan merujuk ke kegemarannya makan. Nama julukan yang lain adalah Bhimasena yang berarti panglima perang.

    Dalam cerita legendaris tersebut Bima merupakan putra Kunti, dan dikenal sebagai tokoh Pandawa yang kuat, bersifat selalu kasar dan menakutkan bagi musuh, walaupun sebenarnya berhati lembut. Di antara Pandawa, dia berada di urutan kedua dari lima bersaudara.

    Saudara seayahnya ialah Hanoman, wanara terkenal dalam epos Ramayana. Mahabharata menceritakan bahwa Bima gugur di pegunungan bersama keempat saudaranya setelah Bharatayuddha berakhir.

    Cerita tersebut dikisahkan dalam jilid ke-18 Mahabharata yang berjudul Mahaprasthanikaparwa. Bima dikenal setia pada satu sikap, yaitu tidak suka berbasa-basi, tak pernah bersikap mendua, serta tidak pernah menjilat ludahnya sendiri.

    Pendek kata: Bima Sakti sosok pribadi yang kuat.

    Cerita di atas menggambarkan sosok Bima Sakti Tukiman, pelatih Timnas Indonesia yang akan berlaga di Piala AFF 2018.

    Saat menjadi pemain, Bima yang lahir di Balikpapan, 23 Januari 1976, dikenal sebagai sosok gelandang bertenaga kuda. Ia dikenal sebagai gelandang dengan tendangan geledek jarak jauh. Dengan tubuh relatif kekar, Bima sulit ditaklukkan dalam duel satu lawan satu.

    Pelatih Timnas Indonesia, Luis Milla dan Bima Sakti saat pertandingan Kamboja di Stadion Shah Alam, Selangor, Kamis, (24/8/2017). Indonesia menang 2-0 atas Kamboja. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

     Berbekal bakat dan semangat kerja keras, Bima mentas cepat di Timnas Indonesia. Ia salah satu pemain yang ikut dalam program mercusuar Timnas Primavera yang digagas pengusaha gila bola, Nirwan Dermawan Bakrie, pada pertengahan 1990-an.

    Pesepak bola-pesepak bola belia terbaik dari berbagai penjuru Tanah Air dikumpulkan PSSI untuk kemudian menjalani pelatnas jangka panjang di Italia di bawah binaan akademi klub Serie A, Sampdoria.

    Di usia 17 tahun Bima Sakti beserta pemain-pemain muda potensial macam, Kurniawan Dwi Yulianto, Yeyen Tumena, Sutiono, Hendriyanto Nugroho, Sugiantoro, Kurnia Sandy, Aples Techuari, berkelana ke Kota Genoa, Italia, pada tahun 1993.

    Mereka ditempa oleh arsitek asal Swedia, Tord Grip di Akademi Sampdoria. Saat itu Sampdoria jadi kekuatan menakutkan di pentas Serie A, di bawah asuhan Sven Goran Eriksson.

    Bima yang jadi jenderal lapangan tengah Timnas Primavera popularitasnya melesat cepat. Lewat bakatnya ia mencicipi kompetisi Eropa. Ia dikontrak klub Swedia, Helsinborg IF. Gelandang pemilik tendangan geledek tersebut hanya semusim bermain Helsinborg pada periode 1995-1996.

    Selain Bima, ada sosok Kurniawan Dwi Yulianto yang sempat berkiprah di klub Swiss, Luzern. Kurnia Sandy juga sempat dipinjam Sampdoria dalam lawatannya ke kawasan Asia.

    Bima menjalani debutnya saat memperkuat Timnas Indonesia level senior pada 1995 di SEA Games Thailand. Sejak saat itu, namanya tak terpisahkan dengan Tim Merah-Putih. Ia juga tercatat sebagai kapten tim pada kurun waktu 1999-2001. Sepanjang kariernya, Bima tercatat membela Timnas Indonesia sebanyak 55 laga.

    Sajian liputan eksklusif Timnas Indonesia di Piala AFF  2018 bisa pembaca nikmati dengan mengklik tautan ini

    2 dari 3 halaman

    Pejuang Tahan Banting

    Bima pesepak bola berkepribadian kuat.  Ia sempat ada di titik nadir pada tahun 2001, gara-gara cedera parah.

    Sinar kebintangan meredup gara-gara tekel brutal pemain India, Bai Chung Bhutia, di semifinal Piala Ho Chi Minh di Vietnam, tahun 2002. Pemain yang dipinjam oleh Petrokimia Putra mengalami cedera parah dan terpaksa menepi selama sembilan bulan akibat patah tulang fibula dan engkel kaki kirinya mengalami pergeseran.

    Tapi bukannya patah arang, elepas pulih dari cedera, Bima Sakti mulai menata kembali kariernya. Ia sedikit dari pesepak bola nasional berkarier panjang. Ia pensiun di usia 40 tahun pada musim 2016 silam.

    Bima yang perkasa kini dapat tugas maha berat. Secara mendadak ia didapuk sebagai nahkoda Timnas Indonesia menghadapi Piala AFF 2018.

    Jelas bukan pekerjaan yang mudah baginya. Walau selama satu setengah tahun mendampingi Luis Milla, bersama Timnas Indonesia U-22 dan U-23 yang berkiprah di SEA Games 2017 dan Asian Games 2018, pengalaman Bima amat minim melatih.

    Pencapaian tertingginya adalah menjadi caretaker Timnas Indonesia U-19 usai Kualifikasi Piala AFC U-19 2018. Bima diminta menggantikan Indra Sjafri, yang dipecat gara-gara Tim Merah-Putih tampil mengecewakan di pentas kualifikasi. Bima hanya menjalani tugasnya di satu laga, yakni uji coba melawan Jepang.

    Timnas Indonesia U-19 di tangan Bima kalah 1-4. Selanjutnya PSSI merevisi keputusannya, mengembalikan Indra Sjafri sebagai pelatih kepala bagi Egy Maulana dkk.

    Selain itu paling banter, Bima hanya jadi asisten pelatih di Persiba Balikpapan pada musim 2016. Saat itu pun Tim Beruang Madu terdegradasi.

    Tapi bukan Bima kalau ia kemudian menolak tantangan. "Saya selalu siap jika diminta untuk melatih Timnas Indonesia. Buat saya hal itu merupakan sebuah kebanggaan disertai tanggung jawab yang besar. Sejak jadi pemain hingga saat ini jadi pelatih, saya siap berkorban untuk negara lewat Timnas Indonesia," ujar Bima.

    Buat Bima yang mendampingi pasukan Garuda di Piala AFF 2018 juga merupakan bagian menuntaskan sebuah misi jangka panjang yang telah diretas bareng kompatriotnya Luis Milla.

    "Saya dan Luis bahu membahu membangun style of play Timnas Indonesia. Filosofi bermain ala Indonesia. Coach Luis sangat cinta Indonesia, ia ingin membantu sepak bola negara kita berkembang ke arah yang lebih baik. Saya banyak belajar darinya. Pekerjaan kami belum tuntas," tutur Bima.

    3 dari 3 halaman

    Bekal Darah Muda

    Kegagalan di SEA Games dan Asian Games sudah barang tentu memberi rasa penasaran bagi Bima. Ia yakin anak-anak muda yang jadi tulang punggung Tim Merah-Putih bisa mempersembahkan sesuatu yang membanggakan berupa gelar juara Piala AFF 2018.

    Direktur Teknik PSSI, Danurwindo, menyebut keputusan federasi memilih Bima menjadi sebuah keputusan yang realistis. Hanya hitungan dua pekan jelang turnamen, terlalu berisiko tinggi membangun ulang Tim Garuda. Jadilah Timnas Indonesia yang berlaga di Piala AFF 2018 didominasi oleh pemain belia yang satu setengah tahun terakhir berlatih dan bertanding bareng di bawah arahan Luis Milla.

    "Luis Milla memberikan pondasi, Bima yang akan meneruskannya. Para pemain sudah memahami cara bermain yang diinginkan, tinggal bagaimana Bima nantinya menutupi kelemahan serta mempersolid yang sudah bagus di era Coach Luis," ucap Danurwindo.

    Dengan pertimbangan pragmatis Bima Sakti berani meninggalkan ikon-ikon Timnas Indonesia di Piala AFF 2016 macam Boaz Solossa, Lerby Eliandry, Zulham Zamrun, Manahati Lestusen, menggantikan dengan darah-darah muda layaknya, Dedik Setiawan, Zulfiandi, M. Hargianto, Septian David Maulana.

    Para pemain belia mengaku nyaman dinakhodai Bima Sakti dan dua asistennya: Kurniawan Dwi Yulianto (asisten pelatih) dan Kurnia Sandy (pelatih kiper) yang notabene berstatus legenda. Mereka adalah pelanggan Timnas Indonesia di era pertengahan 1990-an hingga medio 2000-an.

    "Saya sangat menghormati Coach Bima. Reputasinya sebagai pemain tak perlu diragukan. Di sisi lain gaya dan program melatihnya sama dengan Luis Milla," ujar Septian David Maulana.

    Walau gagal di dua ajang internasional terakhir, kinerja Luis Milla tetap banjir pujian. Timnas Indonesia menyajikan permainan menyerang yang atraktif. Harapan publik, Timnas Indonesia bisa berjaya di Piala AFF edisi ini dengan permainan sepak bola indah.

    Akan tetapi tentu untuk bisa menjadi yang terbaik tak mudah. Fakta menunjukkan Indonesia lima kali gagal di final. Timnas Indonesia di Piala AFF dikenal sebagai tim spesialis nyaris juara.

    Tim Merah-Putih tergabung di Grup B yang terhitung neraka. Di sana ada dua negara pelanggan juara, Thailand dan Singapura plus Filipina serta Timor Leste, yang beberapa tahun terakhir kualitas sepak bolanya meningkat pesat.

    PSSI tak tanggung-tanggung membebani target setinggi langit buat Bima Sakti. Timnas Indonesia wajib juara di Piala AFF pengujung tahun ini.

    Tanggapan Bima enteng saja menanggapi target berat itu. "Tidak ada pelatih di ujung dunia manapun yang bisa menjamin juara. Entah itu Pep Guardiola atau Jose Mourinho. Yang saya lakukan membentuk tim yang solid untuk memperbesar peluang menjadi yang terbaik. Butuh kerja keras dari semua untuk menaklukkan persaingan keras turnamen," ujar Bima Sakti.

    Dalam perspektif dunia perwayangan Mahabharata, Bima Sakti dan Timnas Indonesia bersiap menghadapi perang Bharatayuddha. Dalam perang di Kurukshetra, Bima berperan sebagai komandan tentara Pandawa. Ia berperang dengan menggunakan senjata gada. Dalam perang tersebut Pandawa Lima yang dipimpin Bima sukses jadi pemenang.

    Bisakah Bima Sakti Tukiman bersama Timnas Indonesia dalam kehidupan nyata memenangi perang di Piala AFF 2018, sekaligus mengakhiri dahaga panjang trofi sejak edisi perdana turnamen digelar 1996? Siapa tahu.

    Video Populer

    Foto Populer