Sukses


    Flashback Jelang Piala AFF 2020: Edisi 2004, Comeback Fantastis atas Malaysia Berakhir Antiklimaks buat Timnas Indonesia

    Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia akan mengikuti Piala AFF 2020 di Singapura dalam waktu dekat. Tentu akhir antiklimaks pada edisi 2004 tak ingin diulangi Timnas Indonesia yang kala itu penuh sesak dengan striker ganas.

    Meski gagal, kiprah Timnas Indonesia di Piala AFF 2004 layak dikenang. Kala itu, Skuad Garuda dihuni striker-striker ganas mulai dari Boaz Solossa, Ilham Jaya Kesuma, Saktiawan Sinaga, Elie Aiboy, hingga Kurniawan Dwi Yulianto.

    Di posisi penjaga gawang, Timnas Indonesia diperkuat Hendro Kartiko, Jandri Pitoy, dan Mukti Ali Raja. Kiper yang saat itu merupakan talenta terbaik di Indonesia.

    Kemudian di lini belakang ada Ismed Sofyan, Charis Yulianto, Hamka Hamzah, hingga Firmansyah. Lini tengah tak kalah garang karena diperkuat Ponaryo Astaman, Syamsul Chaeruddin, Agus Indra Kurniawan, hingga Ortizan Solossa.

    PSSI menunjuk Peter Withe sebagai juru taktik Timnas Indonesia menggantikan Ivan Kolev yang pada edisi sebelumnya membantu Timnas Indonesia tampil di final. Menariknya, Peter Withe adalah mantan pelatih Thailand yang dua kali menggagalkan Timnas Indonesia di final.

    Harapan tinggi wajar menggantung pada sosok Peter Withe. Dengan pengalaman bersama Thailand, Withe dianggap mampu memberikan gelar perdana buat Timnas Indonesia di Piala AFF 2004.

     

    2 dari 4 halaman

    Perjalanan Timnas Indonesia

    Timnas Indonesia tergabung di Grup A bersama Singapura, Vietnam, Laos, dan Kamboja. Pasukan Peter Withe tampil menggila dengan menyarangkan 17 gol dan tak kebobolan dalam empat laga yang dimainkan.

    Seluruh penyerang yang dimiliki berkontribusi. Ilham Jaya Kesuma mencetak enam gol, Boaz Solossa dengan raihan empat gol, Elie Aiboy dan Kurniawan Dwi Yulianto masing-masing mencetak tiga gol di babak penyisihan grup. Adapun satu gol lainnya dibukukan Ortizan Solossa.

    Timnas Indonesia keluar sebagai juara Grup A dan dinanti Malaysia pada laga semifinal. Dalam dua laga berformat kandang-tandang, Timnas Indonesia menang dengan agregat 5-3.

    Dalam pertandingan yang diawali dengan mengheningkan cipta untuk korban Tsunami 2004 itu, Indonesia sempat unggul lebih dulu melalui gol yang yang diciptakan Kurniawan Dwi Yulianto saat laga baru berjalan enam menit. Namun, keunggulan itu menjadi sebuah euforia semu karena Timnas Malaysia kemudian bangkit dan meraih kemenangan 2-1.

    Kegagalan Timnas Indonesia di stadion utama di ibu kota itu membuat kemarahan pendukung Indonesia pun meledak. Hasilnya, Timnas Malaysia pun harus terkurung di dalam ruang ganti pemain selama berjam-jam sambil menunggu suasana panas berangsur-angsur mereda.

    Kekalahan di Senayan sebenarnya memang harus dimaklumi. Ilham Jaya Kesuma yang menjadi goal hunter Timnas Indonesia, dan Boaz Solossa yang tampil cemerlang di babak grup tak bisa tampil di pertandingan leg pertama semifinal.

    Ilham Jaya Kesuma terkena kartu merah saat menghadapi Kamboja, sementara Boaz pun terkena kartu kuning kedua dalam pertandingan terakhir babak grup itu.

    Pembalasan terjadi di Stadion Nasional Bukit Jalil. Empat gol diciptakan oleh Kurniawan, Charis Yulianto, Ilham, dan Boaz, membuat Timnas Indonesia menang 4-1 dan lolos ke final dengan agregat 5-3. Untuk tiga kali berturut-turut Indonesia sukses melangkah ke pertandingan puncak, dan kali ini mereka menghadapi tim berbeda di partai puncak, yaitu Singapura.

    Timnas Singapura adalah satu-satunya tim di babak grup yang mampu menahan imbang Indonesia dengan skor akhir tanpa gol. Publik sepak bola Indonesia pun menjadi yang pertama menyaksikan pertandingan puncak antara Tim Garuda dengan Singapura, seperti halnya yang terjadi di semifinal.

    Namun, kekecewaan kembali didapatkan oleh penggemar Tim Merah-Putih di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Singapura berhasil mencuri tiga gol terlebih dulu sebelum akhirnya Mahyadi Panggabean mencetak satu gol di menit terakhir pertandingan. Indonesia pun kalah 1-3 dalam leg pertama final Piala AFF 2004, di mana saat itu Boaz juga mengalami cedera karena tekel keras Baihakki Khaizan.

    3 dari 4 halaman

    Peter Withe Memberikan Taste Inggris

    Sudah 14 tahun lamanya Withe tak memiliki hubungan dengan Indonesia pasca 'bercerai' pada 2007. Nama pelatih berusia 68 tahun itu dielu-elukan oleh publik Tanah Air karena berhasil me-make up wajah Timnas dengan gayanya sendiri.

    Bermodalkan gaya kepelatihan kick and rush ala sepak bola Inggris, Peter Withe tak canggung memoles Timnas Indonesia dari skema usang 3-5-2 menjadi 4-4-2. Ia cuek dengan anggapan bahwa Indonesia belum siap dengan sepak bola menyerang.

    Ya, mantan pelatih Indonesia, Benny Dolo pernah mengatakan bahwa Timnas Indonesia tak bisa serta merta mengubah gaya permainan secara instan. Withe tak peduli. Ia terus maju dengan gayanya sendiri.

    Meski ia gagal memberikan gelar Piala AFF pada dua kesempatan, yakni 2004 dan 2007, Withe berjasa mejadi pelopor permainan cepat dengan umpan pendek ala Inggris yang dikombinasi dengan umpan menusuk ke kotak penalti lawan.

    Withe, legenda klub Aston Villa, pernah membius Indonesia dengan pengalaman dan segala kelebihan serta kekurangannya.

    Saat ini kita mungkin mengenal Indra Sjafri sebagai ahlinya menemukan, memoles, dan mencetak bibit-bibit muda menjadi bintang pada kemudian hari. Peter Withe, di sisi lain, pernah menemukan 'mutiara hitam' pada sosok Boaz Solossa.

    Withe diangkat sebagai pelatih Timnas Indonesia berkat keberhasilannya memberikan gelar juara Piala AFF 2000 dan 2002 (dulu bernama Piala Tiger) buat Thailand. Tak heran, Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI kala itu, menargetkan juara Piala AFF 2004.

    Tanpa diduga, Withe membawa serta Boaz Solossa, remaja berusia 17 tahun saat itu untuk mengikuti serangkaian pemusatan latihan. Ketika itu Indonesia sudah memiliki nama-nama beken di lini depan, mulai dari Bambang Pamungkas, Budi Sudarsono, Ilham Jaya Kesuma, Zaenal Arif, dan Kurniawan Dwi Yulianto.

    Tak cuma Boaz, Withe juga dengan kepercayaan diri tinggi memanggil beberapa nama lain, di antaranya Hamka Hamzah, Firman Utina dan Mahyadi Panggabean. Usia mereka terbilang masih sangat muda.

    4 dari 4 halaman

    Akhir Antiklimaks

     

    Di final, setelah melewati hadangan Malaysia berkat comeback spesial pada semifinal, Indonesia berjumpa Singapura, satu-satunya tim di babak grup yang mampu menahan imbang Indonesia dengan skor akhir tanpa gol. Publik sepak bola Indonesia pun menjadi yang pertama menyaksikan pertandingan puncak antara Tim Garuda dengan Singapura, seperti halnya yang terjadi di semifinal.

    Namun, kekecewaan kembali didapatkan oleh penggemar Tim Merah-Putih di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Singapura berhasil mencuri tiga gol terlebih dulu sebelum akhirnya Mahyadi Panggabean mencetak satu gol di menit terakhir pertandingan. Indonesia pun kalah 1-3 dalam leg pertama final Piala AFF 2004, di mana saat itu Boaz juga mengalami cedera karena tekel keras Baihakki Khaizan.

    Pada leg kedua, Singapura yang bermain imbang dengan Indonesia di fase grup tampaknya sudah menjadi lebih kuat di pertandingan puncak. Gol Elie Aiboy pada babak kedua tidak berhasil menyelamatkan Indonesia dari kekalahan 1-2 di pertandingan tersebut.

    Indonesia kalah 2-5 secara agregat dari Singapura dan untuk ketiga kali berturut-turut Timnas Indonesia harus membiarkan lawan di partai final mengambil trofi juara dari tangan mereka.

    Indonesia hanya melengkapi kegagalan setelah tiga edisi berturut-turut hanya selesai sebagai finalis. Namun, Timnas Indonesia juga melanjutkan tradisi dengan menjadikan Ilham Jaya Kesuma sebagai top scorer, melanjutkan prestasi Gendut Doni Christiawan dan Bambang Pamungkas di dua edisi Piala Tiger sebelumnya.

    Video Populer

    Foto Populer