Eduard Ivakdalam, Cinta Paitua dan Akhir Pahit di Persipura

oleh Aning Jati diperbarui 26 Jun 2016, 17:30 WIB
Eduard Ivakdalam beserta dua putranya, mengungkapkan perasaannya terhadap Persipura dan mengonfirmasi statusnya saat ini.

Bola.com, Jayapura - Persipura Jayapura bukan hanya merupakan salah satu tim besar dan disegani di Indonesia berkat raihan prestasinya selama ini. Tim berjulukan Mutiara Hitam ini jadi salah satu klub yang mampu menghasilkan pemain bintang yang bersinar cemerlang di sepak bola Indonesia.

Sebut saja Johanes Auri, Rully Nere, Mettu Duaramuri, Isaac Fatari, Ronny Wabia, Chris Yarangga hingga Jack Komboy. Mereka semua pantas dijuluki legenda Persipura berkat kiprahnya bersama tim Mutiara Hitam dalam berbagai generasi. Namun, bila bicara soal legenda Persipura, sosok Eduard Ivakdalam, sama sekali tak boleh dilupakan.

Edu, begitu pria kelahiran Merauke, 19 Desember 1974 ini biasa disapa, melewatkan 16 tahun dengan berkiprah bersama Persipura. Ia bergabung mulai 1994 hingga terakhir berkostum Merah-Hitam pada 2010. Setelah itu ia melanjutkan karier bersama Persidafon Dafonsoro serta Persiwa Wamena.

Advertisement

Saat bersama Persipura, Edu tidak hanya jadi pemain tangguh dengan kemampuan bertahan maupun menyerang sama baiknya. Tidak hanya sekadar playmaker dengan visi bermain apik, tidak hanya gelandang yang punya hobi "memberi makan" striker dengan umpan matang.

Edu bukan hanya memiliki tendangan kaki kiri yang kuat, dan jadi algojo tendangan bebas maupun penalti yang akurat, namun ia juga memiliki sifat pemimpin dan bak ayah maupun kakak dalam tim.

Semua kualifikasi itu membuatnya mengenakan ban kapten Mutiara Hitam selama delapan dari 16 tahun masa pengabdiannya di Persipura. Ia biasa dipanggil Paitua alias Bapak Tua oleh rekan setim, terutama mereka yang lebih muda darinya.

Sifat kebapakan serta ngemong yang dimilikinya membuatnya jadi anutan. Tidak heran karena Eduard Ivakdalam kerap dianggap sosok sempurna sebagai pesepak bola. Skill mumpuni di lapangan dibarengi kematangan mental.

Boaz Solossa, yang dianggap memiliki sifat temperamental di awal karier bersama Persipura, ikut terkena sentuhan magis Edu. Boaz tak lagi meledak-ledak dan bertambah kalem. Soal Boaz, Edu punya cerita tersendiri.

"Setelah teman sekamar saya tak lagi di Persipura, Boaz gabung sekamar dengan saya. Dia bilang ingin belajar jadi pemimpin di lapangan. Saya hanya mengatakan agar dia selalu memperhatikan apa yang saya lakukan sehingga bila saya sudah tak di Persipura, dia bisa melakukan hal sama," ungkapnya.

2 dari 4 halaman

Ricky Yacob

Tidak hanya punya andil membimbing dan mengarahkan para pemain muda di Persipura, Eduard Ivakdalam tak disangsikan lagi juga berperan akan hadirnya sejumlah gelar di Tim Mutiara Hitam.

Bersama Persipura, Edu mencatatkan sejumlah prestasi. Semisal juara Divisi Utama (saat masih kasta tertinggi sepak bola Indonesia) 2005, juara ISL 2009, dan juara Community Sheild 2009.

Keberadaannya di lini tengah Timnas Indonesia dalam rentang waktu 1996-2003 juga sulit dilupakan, kendati pada masa itu Tim Garuda tak sarat dengan prestasi.

Eduard Ivakdalam bercerita kenangan manis di Persipura. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Dari sekian manis sepanjang kariernya saat bersama tim Mutiara Hitam, suami Linny Tarida itu memilih satu momen membahagiakan yang terus dikenangnya hingga sekarang. Kepada Bola.com yang mengunjungi kediamannya di Jayapura, ia mengungkapkan kisah itu.

"Saya masih ingat betul momen saat pertama bermain untuk Persipura karena saat itu, di laga debut, saya mencetak gol tunggal kemenangan Persipura atas PSIS di Semarang. Mereka jago lapangan becek, tapi kami mampu unggul berkat gol saya. Kemenangan itu terjadi pada pertandingan kedua setelah di partai pembukaan kami kalah 0-2 dari Mitra Surabaya," ungkapnya.

Selain mencetak gol satu-satunya yang membawa kemenangan tim di partai debut, Edu gembira karena ia bisa berhadapan dengan Ricky Yacob, yang kala itu masih memperkuat tim Mahesa Jenar.

"Ketika itu, abang saya itu kebanggaan timnas. Bisa bertemu dan bermain dengannya, apalagi mengalahkannya, jadi kenangan indah yang saya ingat terus," imbuhnya.

3 dari 4 halaman

Perpisahan Menyakitkan

Namun, roda kehidupan senantiasa berputar. Sebagai manusia biasa, Eduard Ivakdalam tak kuasa melawan satu hal: waktu. Seiring bergulirnya waktu, usianya bertambah. Namun, ia tak menyangka bila musim 2009-2010 bakal jadi musim terakhirnya bersama klub kebanggaan warga Jayapura dan Papua itu.

Edu menganggap masih kuat bersaing dengan pemain yang jauh lebih muda darinya kendati ketika itu usianya sudah menginjak 35 tahun. Pemain yang kini berusia 41 tahun itu lantas membeberkan kisah sedihnya bersama tim Mutiara Hitam.

Didampingi sang istri dan putra-putranya di teras rumahnya yang nyaman, Edu menceritakan perpisahannya yang pahit dengan Persipura. "Soal ini belum pernah saya sampaikan ke media, baru kepada Anda, karena selama ini saya pendam saja," ujarnya mengawali cerita episode tak menyenangkan dari kariernya di Persipura.

Edu lantas menceritakan bila saat persiapan musim 2010-2011, di saat masih bernegosiasi kontrak dengan Ketua Umum Persipura ketika itu, MR Kambu, ia merasa disisihkan begitu saja lantaran tidak diberitahu perihal jadwal dimulainya latihan usai libur kompetisi musim 2009-2010.

"Saat saya dalam perjalanan pulang setelah bicara dengan Bapak Kambu, saya ditelpon teman-teman yang mengabari bila hari itu latihan dimulai. Saya kaget karena sebagai kapten saya merasa tidak diberitahu. Status saya saat itu masih menunggu pembicaraan kontrak tuntas. Saya pun putar balik menuju Lapangan Brimob dan benar ada latihan. Padahal, saya sempat bertanya kepada Bapak Kambu perihal jadwal latihan dan beliau menjawab tak tahu," ungkapnya.

Eduard Ivakdalam bersama keluarganya. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Edu kecewa. Semestinya ia tidak ditepikan begitu saja karena negosiasi belum tuntas, belum ada kepastian apapun. Ia merasa seharusnya ada komunikasi yang baik dari manajemen kepadanya.

"Selama itu saya tak pernah bermasalah dengan Persipura. Saya selalu bermain dengan hati baik, ikhlas, dari saya nol, tak punya apa-apa. Dari terima bonus mulai Rp 50 ribu, Rp 100 ribu. Saat jadi kapten saya juga tak mempermasalahkan nilai kontrak," bebernya.

Merasa tak lagi dibutuhkan dan seolah dipaksa menepi karena negosiasi yang tak kunjung tuntas, setelah berembug dengan sang istri, Edu memutuskan meninggalkan Persipura dan menuju Persidafon Dafonsoro.

"Untuk apa saya menunggu? Saya harus mengambil keputusan. Mereka (manajemen Persipura) bilang agar saya bersabar, tapi saya merasa tarik ulur ini tidak tepat. Saya pun mengambil langkah pergi dari tim," tutur Edu.

Ketika Ketum Persipura memanggilnya lagi, praktis Edu sudah menjatuhkan pilihan untuk melanjutkan kariernya bersama Persidafon. Buat tim tetangga Persipura itu, kehadiran Edu bak mendapatkan durian runtuh. Kendati usianya sudah beranjak tua untuk pesepak bola, kualitas sebagai jenderal lini tengah yang dimiliki Edu belum sirna.

"Persidafon bahkan kaget, tidak pernah berpikir bisa menggaet saya karena mereka berpikir saya hanya milik Persipura," kata Edu.

Begitulah garis nasib Eduard Ivakdalam. Dielu-elukan selama masa keemasan, dan di saat mendekati masa senja, bak terbuang. Namun, Edu menegaskan hal itu tidak mengurangi kecintaannya terhadap Persipura.

"Sampai kapanpun, Persipura kebanggaan saya. Saya akan terus mendukung Persipura," tegasnya.
4 dari 4 halaman

Sudah Pensiun?

Tiga musim lamanya Eduard Ivakdalam memperkuat Persidafon. Sama seperti di Persipura, ia juga mengenakan ban kapten di lengannya selama bergabung dengan tim Putih-Hitam itu. Hingga awal musim 2014, ia memutuskan bergabung dengan Persiwa Wamena.

Lagi-lagi, Edu memperlihatkan sentuhannya. Tak bisa dimungkiri, keberadaannya di lini tengah tim berjulukan Badai Pegunungan itu, jadi salah satu amunisi hingga Persiwa mampu promosi ke ISL 2015 setelah semusim terdegradasi ke Divisi Utama.

Merasa tugasnya sudah selesai, Edu berencana mundur dari Persiwa selepas mengantar The Highlander promosi. Namun, niat itu dicegah rekan-rekan setim. "Mereka bilang, Kakak harus bertahan satu-dua musim lagi. Kami masih ingin belajar dari Kakak," ujar Edu menirukan ucapan rekan setim.

Edu mengiyakan keinginan itu, tetapi harapan fans sepak bola nasional melihat Edu kembali berlaga di kompetisi tertinggi Tanah Air tak kesampaian setelah Persiwa tidak lolos verifikasi PT Liga Indonesia akibat terbelit krisis finansial.

Eduard Ivakdalam gemar memancing dan memasak. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Praktis hampir setahun lamanya nama Eduard Ivakdalam seolah tenggelam dalam pentas sepak bola Indonesia. Bahkan, banyak yang menganggapnya sudah pensiun. Edu dan sang istri tertawa, saat Bola.com mengonfirmasi apakah ia sudah pensiun sebagai pesepak bola aktif.

"Belum, saya belum pensiun. Bila jadi bergulir, saya akan membela tim Liga Nusantara, Persiwar Waropen. Kebetulan pelatihnya dekat dengan saya dan meminta saya membantunya. Bukan sebagai asisten pelatih, tetapi sebagai pemain. Target Persiwar serius, bupati juga cukup mendukung tim ini. Meski tak ada kontrak, gaji yang diberikan cukup untuk keluarga," ungkapnya.

Sambil menunggu Liga Nusantara berputar, Edu menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas. Selalu rutinitas sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemprov Papua, Paitua juga sibuk melatih Sekolah Sepak Bola (SSB) Putra Pasifik sejak beberapa tahun terakhir.

Ia juga kerap menghabiskan waktunya dengan memancing di lautan lepas, hobi yang sulit dilepaskannya. Hasil tangkapan dibawa pulang dan dimasaknya sendiri.

"Dia suka mengolah sendiri ikan tangkapannya. Masakan favoritnya, tentu saja papeda ikan kuah kuning. Dia kerap sibuk di dapur karena suka masak," kata istri Edu, Linny Tarida, yang berprofesi sebagai dokter itu.

Desember mendatang usia menginjak 42 tahun. Dalam hidup, ada pertemuan dan perpisahan. Namun, untuk saat ini Eduard Ivakdalam belum akan berpisah dengan pencinta sepak bola di Tanah Air. Ia masih akan menancapkan namanya lebih dalam di pentas sepak bola negeri ini.