Kisah Atlet Lesotho, Sepeda Sumbangan, dan Olimpiade Rio

oleh Yus Mei Sawitri diperbarui 20 Agu 2016, 18:40 WIB
Pebalap sepeda Lesotho, Phetetso Monese, bakal tampil di Olimpiade mengendarai sepeda hasil sumbangan publik. (The Sufferfest)

Bola.com, Rio de Janeiro - Daftar atlet yang akan tampil pada balap sepeda gunung di Olimpiade Rio de Janeiro, Minggu (21/8/2016) waktu Brasil, didominasi wajah-wajah Eropa, seperti Prancis, Italia, Spanyol, hingga Swiss. Begitu pula daftar favorit juara.

Saat dilihat lebih teliti, terselip sesosok atlet asal Lesotho, Phetetso Monese. Siapakah dia?

Advertisement

Lesotho adalah salah satu negara kecil di Afrika, yang 40 persen dari penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan. Di tengah segala keterbatasan itu, Monese berhasil lolos ke Olimpiade Rio de Janeiro 2016.  Hebatnya, dia bakal tampil dengan mengendari sepeda yang berasal dari hasil donasi, senilai 4.000 dolar AS atau sekitar Rp 52,7 juta.

Monese, yang kini berusia 32 tahun, baru mengikuti balap sepeda secara kompetitif sejak beberapa tahun lalu. Ambisinya berkarier gemilang di ajang balap sepeda gunung harus bersanding dengan realitas hidup yang berat karena tinggal di senuah negara miskin Afrika. Dia harus bekerja selama 60 jam per pekan di sebuah perusahaan penyuplai minuman ringan ke berbagai supermarket, dengan penghasilan senilai 80 dolar (Rp 1 juta) per bulan. Gaji tersebut harus bisa mencukupi kebutuhan sang istri, Mareabetsoe, dan dua anak, Reabetsoe (4 tahun) dan Realeboha (8 bulan)  

Meskipun harus berjuang keras menghidupi keluarganya, Monese tetap menunjukkan bakatnya di sadel sepeda gunung. Jadi, saat The Sufferfest, perusahaan yang membuat video latihan bersepada indoor, menjadi sponsor untuk timnya, Monese juga disodori kontrak pribadi. Dia resmi menjadi pebalap profesional dengan gaji 100 dolar per bulan (Rp 1,3 juta). 

Bayaran yang diterima Monese tak jauh dengan gaji di tempat lamanya. Namun, setidaknya ada sedikit peningkatan. Yang jelas,  Monese bisa fokus mencurahkan energinya untuk berlatih menghadapi Olimpiade Rio 2016.  

Meskipun hanyalah sebuah negara kecil di Afrika, Lesotho selalu berpartisipasi di Olimpiade sejak 1972, tak termasuk saat mereka memboikot Olimpiade Montreal 1976. Namun, selama ini Lesotho tak pernah memiliki seorang pebalap sepeda gunung. Tak ada stok sepeda berkualitas untuk Monese.  

The Sufferfest tak tinggal diam. Sang pemilik Sufferfest, David McQuillen, memulai kanpanye  crowd funding sejak beberapa bulan lalu demi mendapatkan uang untuk membeli sebuah sepeda layak dan berkualitas. Sepeda yang dipakai Monese meraih sejumlah kesuksesan di Afrika sebenarnya cukup bagus. Namun, sepeda itu tak ada apa-apanya jika dibandingkan milik para atlet-atlet lain yang bakal tampil di Olimpiade Rio. Sepeda itu terlalu berat, suspensinya buruk, dan kurang reliabel.    

McQuillen dan manajer tim, Mark West, menetapkan target 4.000 dolar untuk mendapatkan sepeda yang berkualitas bagi Monese. Yang mengejutkan, donasi yang terkumpul mencapai 7.000 dolar! Alhasil, uang tersebut tak hanya bisa menghadirkan sepeda impian Monese, bahkan bisa untuk membeli sepeda yang lebih baik untuk seluruh anggota timnya di Lesotho. 

Mampukah sepeda itu mengantar Monese ke podium? Kansnya sangat kecil. Pamornya kalah jauh dibanding juara dunia road race, Peter Sagan; juara bertahan Olimpiade, Jaroslav Kulhavy; maupun juara dunia lima kali, Nino Schurter. Faktanya, Monese diprediksi harus berjuang keras supaya mulus sampai garis finis. 

Tapi, dengan latar belakang negara dan perjuangannya, Monese sudah bisa disebut sebagai seorang pemenang.