Atlet E-Sports Asian Games 2018 Tidak Akan Terganjal Masalah Visa

oleh Darojatun diperbarui 21 Agu 2018, 19:21 WIB
Kompetisi video gaming di AS sudah berstatus e-sports tapi pelakunya belum diakui sebagai atlet. Bagaimana di Asian Games? (ubergizmo)

Bola.com, Jakarta Atlet e-sports dari luar Indonesa yang akan berkompetisi di Asian Games 2018 mulai 26 Agustus nanti akhirnya dipastikan tidak mengalami kendala untuk mendapatkan visa. Sebelumnya isu bahwa lemahnya pengakuan gamer profesional sebagai atlet menjadi alasan untuk kendala penerbitan visa seperti halnya yang pernah terjadi di Amerika Serikat tahun lalu. 

Pada 2013 perkara ini sebenarnya sudah tuntas setelah departemen imigrasi AS, USCIS, akhirnya berkomitmen untuk memberikan visa P1 bagi gamer profesional yang sejak saat itu sudah diakui sebagai atlet e-sports. Perubahan ini juga terkait dengan lahirnya petisi internasional akibat beberapa atlet e-sports top asal Eropa dilarang memasuki AS untuk mengikuti kompetisi video game profesional. 

Uniknya, di AS dan Kanada sendiri seri kejuaraan e-sports tersebut berjalan lancar meski belum mendapatkan pengakuan penuh dari komisi atletik di beberapa negara bagian. Kondisi kontras ini pun memicu perbincangan di komunitas e-sports internasional bahwa pemerintah AS sengaja menutup jalan masuk bagi kompetitor dari luar AS karena takut hadiah uang yang besar jatuh kepada atlet e-sports asing. 

Advertisement

Akibat petisi yang juga menguat di dalam negeri, akhirnya pemerintah AS mengkategorikan gamer profesional sebagai atlet e-sports dengan didahului keputusan komisi atletik AS mengenai hal yang sama. USCIS hanya mempersyaratkan bahwa atlet e-sports pemohon visa P1 tersebut harus sudah dikenal secara internasional untuk memasuki AS.

Alhasil, sejak saat itu pun atlet-atlet top dunia mendapatkan privilese untuk mendapatkan visa P1 yang memungkinkan mereka untuk tinggal maksimal lima tahun di AS dan mendapatkan hadiah uang bebas pajak.

Persaingan di League Championship Series di AS pun sontak menjadi ketat dan semakin bisa mensejajarkan diri dengan kompetisi olah raga profesional sekelas NBA (basket), MLB (bisbol), dan NFL (sepak bola Amerika). 

Kondisi ini sejalan dengan nilai total hadiah uang kompetisi e-sports secara global yang bernilai 93 juta dolar AS (Rp 1,4 triliun) dengan persentase kenaikan per tahun sebesar 41,3%. 

 

 

2 dari 3 halaman

Jenis Game Dipermasalahkan

Perkembangan ini rupanya membuat galau sejumlah pihak di pemerintahan yang memandang pemegang visa P1 bisa melenggang keluar AS dengan mengantungi jutaan dolar tanpa kena pajak. Hal ini kembali melahirkan perdebatan di 2017 saat bukan hanya level kompetensi gamer yang jadi persyaratan pengakuan sebagai atlet, tapi juga jenis game yang jadi kepakaran gamer profesional tersebut.

Ambil contoh kasus di mana visa tidak diberikan kepada atlet e-sports asal Swedia, William Hjelte, di tahun tersebut. Sosok berjulukan Leffen itu adalah seorang atlet top untuk game Super Smash Bros Melee, yang ditolak masuk ke AS karena game yang jadi andalannya "tidak diakui sebagai nomor cabang olah raga yang terlegitimasi".

Lewat sebuah proses panjang yang juga melibatkan proses penandatanganan sebuah petisi, akhirnya Hjelte pun mendapatkan visa P1 yang didambakan. Akan tetapi, kenyataan ini tetap memperlihatkan bahwa banyak lubang yang mungkin terjadi dalam proses masuk seorang atlet e-sports ke sebuah negara.

Bagaimana dengan sikap Indonesia sendiri menuju peran kita sebagai tuan rumah cabang e-sports di Asian Games 2018?

 

 

3 dari 3 halaman

IeSPA Siap Membantu

Lika-liku kisah seputar visa untuk atlet inilah juga yang membuat asosiasi e-sports Asia (AeSF) sempat khawatir karena pemerintah Indonesia dan INASGOC belum mempunyai rekam jejak dalam pemberian visa kepada atlet e-sports. Namun, fasilitasi dari asosiasi e-sports Indonesia (IeSPA) terbukti berhasil melapangkan jalan sehingga seluruh atlet yang lolos mewakili 17 negara peserta dari babak kualifikasi region telah mendapatkan visa untuk masuk Indonesia. 

"Semua atlet e-sports yang jadi tamu kita tidak mengalami masalah soal visa. Bila ada pasti mereka sudah mengontak IeSPA karena sudah jadi komitmen kami kepada AeSF untuk menyukseskan cabang e-sport Asian Games 2018," kata ketua IeSPA, Eddy Lim, kepada Bola.com.

Kini Eddy bahkan berencana untuk memproduksi siaran live streaming dari venue BRItama Sports Arena, Kelapa Gading, Jakarta Utara untuk memastikan jalannya kompetisi dapat disaksikan secara luas oleh komunitas e-sports di Tanah Air. Namun, ia mengakui bahwa izin guna mendistribusikan siaran itu belum mereka kantungi hingga Selasa (21/8), atau hanya lima hari menjelang kompetisi digelar.

"Kami masih menunggu keputusan dari pihak produsen siaran Asian Games 2018, IGBS, dan juga dari Dentsu sebagai distributor hak siar. Bila mereka berdua sudah setuju kami memproduksi live streaming cabang e-sports ini di wilayah Indonesia kami juga harus mendistribusikan konten melalui EMTEK sebagai official broadcaster," tambahnya lagi. 

Besar kemungkinan live streaming cabang e-sports akan didistribusikan melalui Vidio.com dan disebarluakan oleh divisi publisher digital EMTEK yang terlibat dalam pemberitaan Asian Games 2018 (Bola.com, Bola.net, Liputan6.com, Merdeka.com dan Kapanlagi.com). Kita tunggu saja perkembangan proses penyiaran e-sports  Asian Games 2018 yang di dalamnya Indonesia ditargetkan merebut dua medali emas eksebisi tersebut.