Ketua PSSI Abaikan Kecaman FIFPro Soal Kebijakan Pemotongan Gaji Pemain

oleh Muhammad Adi Yaksa diperbarui 23 Mei 2020, 19:00 WIB
Ketua PSSI, Mochamad Iriawan, saat launching Kompetisi Shopee Liga 1 di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin, (24/2/2020). Sebanyak 18 klub akan memeriahkan Liga 1 yang akan berlangsung pada 29 Februari hingga 1 November 2020. (Bola.com/M Iqbal Ichsan)

Bola.com, Jakarta - Ketua PSSI, Mochamad Iriawan, mengabaikan kecaman Federasi Internasional Asosiasi Pesepak Bola Profesional (FIFPro) terkait kebijakan pemotongan gaji 75 persen yang dianggap sepihak. Pria yang karib dipanggil Iwan Bule itu menolak berdebat terkait keputusan itu.

"Hentikan berdebat tentang untung, rugi, dan bunyi kontrak. Tidak ada gunanya memperdebatkan situasi bencana yang justru malah terkesan tidak berempati dengan kesulitan yang sama-sama dihadapi oleh bangsa. Faktanya, saat ini kompetisi sedang mati suri. Jangan ada pihak yang malah mengompori," ujar Iwan Bule dinukil dari laman Antara.

Advertisement

"Saya berharap semua pihak bisa saling berangkulan erat untuk bersama-sama bangkit dan bertahan hidup melewati bencana ini, baik itu klub, pemain, pelatih dan semua insan sepak bola yang saling mengikat kontrak," tutur Iwan

Sebelumnya, FIFPro gusar dengan sikap PSSI yang mempersilakan setiap tim Liga 1 dan Liga 2 untuk menggaji para pemainnya maksimal 25 persen pada Maret-Juni 2020. PSSI disebutkan tidak melibatkan Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI) sebelum mengambil langkah tersebut.  

"PSSI melakukan intervensi dalam hubungan kerja tanpa keinginan untuk mengundang serikat pesepak bola ke meja perundingan," imbuh Direktur Hukum FIFPro, Roy Vermeer, disadur dari situs FIFPro.

Video

2 dari 2 halaman

Temuan FIFPro

Logo FIFPro.

Dalam temuannya, FIFPro mengabarkan bahwa tak ada satu pun klub Liga 1 yang membayar gaji pemainnya lebih dari 25 persen. Bahkan, ada satu tim yang hanya membayar 10 persen gaji kepada skuatnya.

Sementara di Liga 2, catatan FIFPro, rata-rata pemain digaji sebesar Rp2,9 juta per bulan sebelum adanya keputusan dari PSSI soal pemangkasan gaji. Angka itu di bawah upah regional yaitu Rp4,4 juta. Setelah dipotong, para pemain hanya mendapatkan Rp737 ribu.

"Selama krisis ini, kami melihat bahwa banyak asosiasi tidak menata sepak bola sesuai dengan tujuannya. Mereka sepenuhnya mengabaikan pemain sambil mengeluarkan keputusan yang memengaruhi hak-hak dasar pemain," jelas Vermeer.

"Fakta bahwa keputusan ini terus berlaku sejak Maret 2020 menunjukkan PSSI tidak peduli dengan standar internasional dan bahkan kurang untuk tingkat kesejahteraan pemain di Indonesia," tutur Vermeer.

Berita Terkait