Memperingati Haornas, Ini 5 Olahraga Tradisional yang Mulai Tergerus Zaman

oleh Gregah Nurikhsani diperbarui 09 Sep 2020, 20:45 WIB
Logo Haornas terdiri dari tiga elemen dan enam warna mendukung di bentuk bola yang bundar (situs kemenpora)

Bola.com, Jakarta - Hari ini, 9 September 2020, Indonesia memperingati Hari Olahraga Nasional (Haornas). Ini merupakan satu di antara momen olahraga terpenting di Tanah Air karena sejarah panjang yang menyertainya.

Pada 1948, keinginan Indonesia mengirimkan kontingennya ke Olimpiade London ditolak mentah-mentah oleh International Olympic Committe (IOC). Kala itu, Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI), sebagai lembaga olahraga resmi di Indonesia belum diakui, dan bahkan kemerdekaan Indonesia juga belum direstui dunia.

Advertisement

Presiden Soekarno bersama PORI kemudian menggelar Pekan Olahraga Nasional (PON), sebagai wadah unjuk gigi kalau Indonesia sebagai negara berdaulat sebenarnya sudah mampu menggelar pesta olahraga berskala besar.

PON pertama digelar di Solo pada 9 September 1948 dan dibuka secara resmi oleh Presiden Soekarno. Tanggal itulah yang kemudian diperingati sebagai Haornas.

Selain mampu menggelar pesta olahraga berskala besar dengan fasilitas olahraga yang mumpuni, Indonesia juga sebenarnya punya beragam olahraga tradisional yang tersebar di berbagai daerah. Sayangnya, beragam olahraga tradisional itu kini mulai sepi peminat, bahkan sudah hampir punah lantaran tidak pernah dimainkan.

Memperingati semarak Haornas, berikut deretan olahraga tradisional Indonesia yang makin tergerus zaman, seperti yang disusun tim Liputan6.com, Rabu (9/9/2020).

 

Video

2 dari 6 halaman

Egrang

Egrang, permainan tradisional yang melatih ketangkasan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Olahraga permainan yang satu ini membutuhkan alat peraga yang terbuat dari bambu. Dua bilah bambu dipotong dengan panjang sekitar 2-3 meter. Masing-masing bilah diberi pijakan. Ukuran pijakan sekitar 30 centimeter dan diberi siku agar mampu menyangga tubuh si pemain.

Cara memainkan egrang sangat sederhana. Si pemain cukup menaruh kaki pada pijakan dan tangannya memegang bambu bagian atas. Masing-masing bilah bambu diangkat secara bergantian, digerakkan menuju arah yang diinginkan.

Terdengar mudah, tapi ternyata memainkannya tidak semudah yang dibayangkan. Diperlukan kemampuan menyeimbangkan badan dan latihan khusus untuk bisa berjalan seimbang menggunakan egrang.

Sebagai permainan tradisional, egrang bisa dibilang sebagai permainan lintas budaya. Permainan tradisional ini tidak hanya lahir dan berkembang di satu wilayah. Selain di Jawa Timur, masyarakat Lampung Selatan juga mengenal permainan serupa dengan nama enggran. Sementara, di Jawa Tengah, masyarakat mengenal permainan ini dengan nama jangkungan – konon nama ini berasal dari nama burung yang memiliki kaki panjang.

Para pemain egrang biasa saling mengadu kecepatan. Perlombaan adu kecepatan ini kebanyakan dilakukan oleh orang-orang yang sudah dewasa. Perlombaan adu kecepatan dengan egrang membutuhkan ketangkasan, kecepatan, dan keseimbangan. Hal ini sesuai dengan filosofi permainan tradisional tersebut, bahwa hidup haruslah seimbang agar sampai tujuan.

 

3 dari 6 halaman

Bedil Jepret

Bedil Jepret dahulu dimainkan anak-anak tanah Sunda di ladang sambil menunggu orangtua mereka bertani. (Liputan6.com/ Ahmad Ibo)

Bedil Jepret dahulu dimainkan anak-anak tanah Sunda di ladang sambil menunggu orangtua mereka bertani. Nama bedil digunakan mengingat olahraga tradisional ini dimainkan dengan cara ditembakkan layaknya senapan.

Bedil jepret umumnya terbuat dari bambu kuning yang sudah berumur tua. Cara pembuatannya pun sangat sederhana. Awalnya bambu dipotong sebatas ruas, kemudian bagian depannya diberi rongga sepanjang 15 cm dengan kelebaran 5 cm. Pada bagian belakangnya yang tertutup oleh ruas bambu juga diberi rongga untuk memasukkan bambu pelontar.

Pelontar ini juga terbuat dari bambu yang sudah dipotong pipih sehingga dapat mudah lentur. Pelontar inilah yang kemudian mampu melejitkan biji peluru yang dimasukkan ke dalam bambu.

Jika dahulu anak-anak menggunakan batuan kerikil sebagai peluru, kini peluru yang digunakan adalah lenca, yaitu sejenis sayuran yang biasa digunakan oleh masyarakat Sunda sebagai lalapan.

Terdapat dua cara dalam olahraga permainan bedil jepret, yakni dimainkan secara kelompok dan secara individual. Jika dimainkan secara kelompok, peserta harus lebih dari dua orang, setiap kelompok berusaha menjadikan lawan sebagai target, layaknya seseorang dalam medan perang. Sedangkan yang bersifat individual dimainkan dengan cara menembakan peluru ke arah target yang sudah ditentukan.

 

4 dari 6 halaman

Begasing

Anak-anak bermain permainan tradisional gasing di RPTRA Melati Duri Pulo, Jakarta, Sabtu (13/10). Traditional Games Returns (TGR) mengampanyekan permainan tradisional dengan mengusung tema "Millenials". (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Begasing merupakan olahraga permainan yang dahulu banyak dimainkan oleh masyarakat Kutai, termasuk juga beberapa daerah di Indonesia dengan nama yang hampir sama. Olahraga permainan ini menggunakan alat berupa gasing dan tali penarik. Gasing merupakan sebongkah kayu berbentuk lonjong (simetris radial) dengan diameter sekitar 10-15 cm. Tinggi sebuah gasing adalah sekitar 15-20 centimeter dengan salah satu ujung dibuat lancip dan memiliki permukaan yang licin. Pada ujungnya, dipasang bahan logam sebagai poros putaran – biasanya menggunakan paku. Jenis kayu yang biasa digunakan antara lain kayu benggaris dan ulin.

Sementara, tali penarik yang digunakan berdiameter sekitar 0,5 centimeter dengan panjang 1-1,5 meter. Tali ini dililitkan ke gasing dengan bagian ujung tali dikaitkan ke jari sang pemain. Gasing kemudian dilemparkan ke bawah seperti membanting sesuatu sehingga tali yang melilitnya membuat gasing tersebut berputar. Sebuah gasing dapat berputar sekitar 2-5 menit.

Area permainan yang digunakan berupa dua buah lingkaran. Lingkaran dalam berdiameter 1 meter sementara lingkaran luar berdiameter 5 meter. Setiap lingkaran memiliki nilai yang berbeda.

Begasing dilombakan secara berpasangan atau satu-lawan-satu. Kedua pemain harus berusaha agar gasingnya berputar selama mungkin dan tetap berada di area permainan. Dalam beberapa babak, para pemain gasing secara bergantian akan berusaha menjatuhkan gasing milik lawan. Gasing yang terlempar keluar dari area permainan atau lebih dulu berhenti berputar dinyatakan kalah. Poin akan diberikan pada pemain yang berhasil mengeluarkan gasing lawan atau gasingnya mampu berputar paling lama.

 

5 dari 6 halaman

Sesumpitan

Dalam tradisi nusantara tidak hanya masyarakat Sunda yang memainkan sumpit, orang Dayak dan Papua juga mengenal olahraga permainan ini sejak lama. (Liputan6.com/ Ahmad Ibo)

Dalam bahasa Sunda, Susumpitan berarti memainkan sumpit. Menariknya, dalam tradisi nusantara tidak hanya masyarakat Sunda yang memainkan sumpit, orang Dayak dan Papua juga mengenal olahraga permainan ini sejak lama.

Sumpit sunda terbuat dari rotan yang berdiamater kecil, panjangnya sekitar 1-2 meter. Pada bagian ujung-ujungnya diberi lem perekat yang berfungsi agar sumpit tidak mudah pecah. Anak sumpit terbuat dari bambu yang sudah dibuat pipih dan tajam pada bagian ujungnya. Sementara bagian pangkal anak panah diberi kapas atau busa sehingga mudah terbang ketika mendapat gaya dorong. Masyarakat Sunda mengenal sumpit sebagai senjata untuk berburu. Seiring berjalannya waktu, sumpit kini lebih dikenal sebagai olahraga permainan tradisional yang disebut dengan susumpitan.

Seperti halnya olahraga memanah, aturan dalam permainan tradisional susumpitan sederhana, anak sumpit yang dihempaskan harus mengenai target. Sasaran biasanya berupa buah pepaya yang digantung dari jarak sekitar 5 meter. Meski terlihat mudah, namun dibutuhkan ketangkasan, yaitu perpaduan antara ketenangan dan keahlian khusus untuk bisa mengenai target yang sudah ditentukan.

 

6 dari 6 halaman

Bola Api

Seorang wanita saat bermain bola api di Kawasan Rempoa, Tangerang Selatan, Rabu (19/08/2020). Bermain Bola api tersebut dilakukan dalam rangka menyambut peringatan tahun baru Islam 1 Muharram 1442 H. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Olahraga bola api ada dalam berbagai kebudayaan di Indonesia, salah satunya Cirebon. Di Cirebon, olahraga bola api biasa digelar menjelang Ramadan. Bola api juga menjadi salah satu hiburan rakyat pada puncak akhir tahun ajaran di pesantren.

Peraturannya sama seperti permainan sepak bola pada umumnya saja. Bedanya bola yang dimainkan ini ada apinya.

Bola terbuat dari kulit luar buah kelapa yang telah dikupas setelah sebelumnya direndam minyak tanah selama beberapa bulan. Buah kelapa itu yang nantinya dinyalakan, pemain akan menendang dan menggiring bola api yang menyala-nyala.

Di Cirebon olahraga bola api biasa dimainkan para santri. Sebelum pertandingan bola api dimulai, para santri akan memeragakan adegan mandi petasan tanpa diberi alat bantu apa pun. Santri yang dililit petasan sekujur tubuh itu diposisikan di tengah-tengah penonton.

Petasan panjang melilit di sekujur badan para santri. Saat dinyatakan siap di bawah tatapan khawatir para penonton, semua petasan meledak mengeluarkan suara keras, dan pertandingan dimulai.

Disadur dari: Liputan6.com (Ahmad Supriono/Fadjriah Nurdiarsih/Harun Mahbub, published 9/9/2020)

Berita Terkait