Analisis Budi Sudarsono Terkait Minimnya Striker Tajam di Timnas Indonesia

oleh Iwan Setiawan diperbarui 21 Apr 2022, 13:38 WIB
Keceriaan Asnawi Mangkualam bersama Egy Maulana Vikri dan Witan Sulaeman usai memastikan lolos ke final. Ya, final keenam di Piala AFF seperti yang diisyaratkan lewat jari-jarinya, yang semoga berbuah gelar juara untuk yang pertama kali. (AP/Suhaimi Abdullah)

Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia tengah krisis striker tajam. Itu terlihat di Piala AFF 2020 lalu di Singapura.

Meski berstatus runner-up, masih ada pekerjaan rumah untuk mencari striker yang bisa diandalkan. Padahal Indonesia sempat jadi gudangnya penyerang yang ditakuti di Asia Tenggara.

Advertisement

Nama-nama seperti Gendut Doni, Bambang Pamungkas, Ilham Jayakusuma, hingga Budi Sudarsono pernah jadi top skorer di Piala AFF (dulu Piala Tiger).

Persoalan lini depan ini membuat mantan penyerang Timnas Indonesia, Budi Sudarsono, angkat bicara. Dia menyampaikan pandangannya di kanal YouTube Akurasi TV.

Mantan pelatih Persik Kediri tersebut melihat krisis striker yang dialami Timnas Indonesia bermula dari situasi di kompetisi Tanah Air.

“Saya mengamati liga saat ini. Jam terbang striker lokal kurang sekali. Kebanyakan striker diisi pemain asing," ujar Budi.

"Mayoritas sekarang tim menggunakan satu striker. Kalau dulu, meski ada pemain asing formasi yang digunakan masih banyak menggunakan dua striker. Jadi satu striker asing, satunya lokal," katanya.

 

2 dari 3 halaman

Kerap Berduet dengan Striker Asing

Budi Sudarsono, mesin gol Timnas Indonesia di Piala AFF 2008. (AFF)

Di era Budi masih aktif bermain, banyak striker lokal yang jadi tandemi pemain asing. Sebab, kebanyakan tim masih menggunakan formasi dua pemain depan.

Budi Sudarsono beberapa kali berduet dengan penyerang asing. Salah satunya Cristian Gonzales ketika masih bermain di Persik Kediri.

Waktu itu Gonzales belum dinaturalisasi jadi warga negara Indonesia. Selain dia, Bambang Pamungkas, Gendut Doni dan lainnya juga merasakan situasi yang sama.

Di era sekarang, tren formasi satu striker di klub yang membuat masalah bagi Timnas Indonesia. Sehingga lebih banyak penyerang sayap yang muncul ketimbang striker murni.

"Sekarang makin modern tren nyajuga berbeda. Dengan formasi satu striker ini membuat jam terbang pemain lokal berkurang. Sehebat apapun kemampuannya, kalau jam terbang tidak ada, otomatis makin lama makin redup."

"Sebaliknya, striker yang punya kemampuan biasa, kalau dapat jam terbang lebih lama, mentalnya akan terbentuk," sambungnya.

 

3 dari 3 halaman

Mudah Tertantang

Budi Sudarsono (kanan) mencetak gol pertamanya di Piala AFF edisi 2002 saat imbang 2-2 dengan Vietnam. Ia juga dipercaya kembali untuk membela Timnas Indonesia di ajang Piala AFF 2008. Total, Budi Sudarsono telah mengoleksi 6 gol bersama Skuat Garuda di ajang tersebut. (AFP/Bay Ismoyo)

Melihat minimnya kesempatan main di Liga 1, Budi berharap striker lokal tak mudah menyerah. Dia ingin menularkan semangatnya semasa bermain. Sebagai penyerang lokal, dia selau tak mau kalah di lapangan.

"Buat motivasi harusnya untuk menunjukkan bahwa striker lokal itu bisa. Dulu saya mudah termotivasi. Ketika ada teman yang bisa kalau lawan punya bek bagus, saya makin tertantang," ucap Budi Sudarsono.

"Saya juga jarang bertahan di tim dengan waktu agak lama. Saya sering pindah untuk membuktikan bahwa dimanapun bermain, saya bisa tampil bagus. Siapapun tantemnya," tegasnya.

Berita Terkait