Kisah Miron Muslic, Manajer Plymouth: Dulu Pengungsi Perang, Sekarang Jadi Sang Penghancur Asa Liverpool Meraih Quadruple

Dibandingkan dengan kisah awal kehidupan Muslic, mengalahkan Liverpool mungkin terasa relatif mudah.

BolaCom | Gregah NurikhsaniDiperbarui 10 Februari 2025, 20:08 WIB
Manajer Plymouth, Miron Muslic, saat masih melatih Cercle Bruges. (KURT DESPLENTER / Belga / AFP)

Bola.com, Jakarta - Piala FA selalu menghadirkan magis. Kalimat tersebut tampaknya terus menjadi slogan buat turnamen sepak bola tertua di muka bumi ini.

Cerita kembali tersaji tatkala Home Park menjadi saksi bisu hancur leburnya asa Liverpool meraih quadruple musim ini. Arne Slot dan pasukannya dibuat tak berkutik saat Ryan Hardie mencetak satu-satunya gol ke gawang Coimin Kelleher lewat titik putih.

Advertisement

Slot jelas jadi sosok bertanggung jawab saat ia memutuskan untuk menurunkan banyak pemain lapis kedua menghadapi Nikola Katic dkk. Diogo Jota, Luis Diaz, hingga Darwin Nunez terbukti tak bisa meladeni perlawanan alot Plymouth di kerasnya 'rumput Piala FA'.

Mo Salah, Virgil van Dijk, hingga Alexis Mac Allister diistirahatkan. The Reds lebih banyak memercayai beberapa pemain mudanya, seperti Jarell Quansah dan Trey Nyoni. Bisa ditebak, Liverpool ngos-ngosan menghadapi Plymouth yang mengedepankan permainan cepat dan ciri khas kick n rush ala sepak bola Inggris.

Segalanya makin sulit ketika Joe Gomez, sang kapten, mengalami cedera pada awal laga. Slot memilih menggantikannya dengan pemain muda berusia 20 tahun, Isaac Mabaya.

Bisa ditebak, Liverpool makin kepayahan. Mereka sulit menembus pertahanan Plymouth, pun ketika meladeni serangan-serangan balik cepat tim tuan rumah. Petaka itu terjadi menit 53' ketika Hardie mencetak gol via penalti setelah Harvey Eliott melakukan handsball.

Kepemimpinan Katic di pertahanan, ditambah aksi-aksi heroik Conor Hazard mencegah Liverpool membalas gol. Skor 1-0 bertahan untuk kemenangan Plymouth, The Reds pun harus memupus asa meraih quadruple musim ini.

 


Beban Berat Muslic

Manajer Plymouth Argyle, Miron Muslic, memeluk Darko Gyabi dari Plymouth Argyle setelah pertandingan sepak bola putaran keempat Piala FA Inggris antara Plymouth Argyle dan Liverpool di stadion Home Park di Plymouth, Inggris, Minggu, 9 Februari 2025. (AP Photo/Alastair Grant)

Manajer Plymouth, Miron Muslic, bisa jadi orang paling bahagia dan bangga di antara seluruh elemen tim berjulukan The Green Army tersebut. Ia mungkin tidak pernah menyangka bisa membawa tim barunya itu mengalahkan Liverpool.

Ya, Plymouth adalah tim yang baru ia tangani dalam sebulan ini. Ia masuk menggantikan Wayne Rooney yang dipecat. Tekanannya bukan main-main, Muslic ditugaskan untuk membawa posisi tim keluar dari zona degradasi.

Plymouth saat ini duduk di posisi paling bawah alias ke-24 di Divisi Championship, kasta kedua Liga Inggris. Muslic mengakui tugas utamanya adalah mencegah timnya turun kasta lagi.

"Biasanya saya sangat pandai memilih kata dan fasih berbicara, tetapi saya sedikit kehilangan kata-kata," kata Muslic, pria Bosnia yang menggantikan Wayne Rooney yang dipecat di bangku pemain Plymouth bulan lalu.

"Saya sangat emosional karena saya menyadari tugas dan lawan yang dihadapi. Ini adalah momen terbesar sejauh ini dalam karier kepelatihan saya, tidak diragukan lagi, karena ini adalah Piala FA dan (melawan) Liverpool."

"Tetapi momen terbesarnya adalah bertahan (di Championship). Ini adalah tujuan saya, ini yang ada di pikiran dan jiwa saya," lanjutnya.

 


Korban Perang

Pelatih kepala Anderlecht Belgia David Hubert (kiri) dan pelatih kepala Cercle Austria Miron Muslic berbicara selama pertandingan sepak bola divisi satu ProLeague Belgia antara Cercle Brugge dan RSC Anderlecht, di Bruges pada 10 November 2024. (DAVID CATRY / Belga / AFP)

Dibandingkan dengan kisah awal kehidupan Muslic, mengalahkan Liverpool mungkin terasa relatif mudah.

Pada tahun 1992, saat berusia sembilan tahun, Muslic yang mengambil alih posisi pelatih kepala Argyle dari striker legendaris Inggris, Wayne Rooney, bulan lalu, terpaksa melarikan diri dari kota kelahirannya, Bihac, di Bosnia.

Mereka keluar tepat pada waktunya. Pada bulan Juni 1992, hanya sebulan atau dua bulan setelah keluarga Muslic meninggalkan Bihac, kota itu jatuh di bawah pengepungan selama tiga tahun oleh pasukan pimpinan Serbia selama perang saudara yang sengit[.

"Kami harus meninggalkan Bosnia, dan Bihac, kota kelahiran kami, secara harfiah dalam semalam, meraih barang-barang yang bisa Anda raih dengan tangan Anda," jelasnya dengan penuh semangat kepada BBC Sport.

"Di situlah perjalanan kami, atau kehidupan baru kami, dimulai," lanjutnya.

 


Kisah Hidup Membentuk Karakter Muslic

Muslic, saudara perempuannya, dan orang tuanya melarikan diri sejauh 650 km ke Innsbruck di Austria tanpa tahu apa yang akan mereka temukan dan tidak dapat berbicara bahasa setempat dengan aksen Jerman lokal, yang sangat sulit dipahami.

"Kami berjuang sepanjang hidup kami, dan bagian dari perjuangan ini adalah bagian dari perjalanan saya, dan itulah mengapa saya selalu sangat optimistis dan sangat positif," kata Muslic, yang memandu Cercle Bruges ke UEFA Conference League musim ini.

"Saya telah berada dalam situasi yang lebih menantang dalam hidup saya daripada menjadi pelatih kepala dan menghadapi kemungkinan hasil imbang atau kekalahan di akhir pekan."

"Dan itulah juga pesan yang ingin saya sampaikan secara konsisten kepada para pemain, bahwa hidup adalah perjuangan dengan kejutan-kejutan indah, dan selalu ada sesuatu yang layak diperjuangkan."

"Tidak ada yang mudah bagi saya, atau bagi keluarga saya atau bagi saudara perempuan saya. Kami menjadi pengungsi, dan itu bukan hal yang menyenangkan, tetapi saya tidak pernah merasa bahwa saya kehilangan sesuatu dalam hidup saya."

"Orang tua saya berusaha sangat keras untuk memberi kami hal-hal yang kami butuhkan, ayah saya bekerja selama lebih dari 30 tahun sebagai pelayan, ibu saya adalah seorang petugas kebersihan, dan mereka berusaha sangat keras untuk memberi kami kehidupan yang baik."

"Semua hal yang telah terjadi selama 30 tahun terakhir membantu saya menjadi siapa saya hari ini dan juga mencapai beberapa hal yang mungkin tidak mungkin."

"Tetapi tidak ada yang mustahil jika Anda benar-benar percaya, jika Anda berkomitmen, jika Anda meyakinkan, dan jika Anda benar-benar pergi sepenuhnya."