Kata Carlo Ancelotti, Legenda Inggris Ini adalah Kapten dari Segala Kapten

Satu kata dari sang kapten, dan satu ruang ganti menahan napas... hening.

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 24 Juni 2025, 18:45 WIB
Carlo Ancelotti, pelatih Brasil, terlihat sedang memberikan instruksi kepada para pemainnya di tengah laga Kualifikasi Piala Dunia 2026 kontra Ekuador di stadion Banco Pichincha di Guayaquil, Ekuador, Kamis, 5 Juni 2025. (AP Photo/Dolores Ochoa)

Bola.com, Jakarta - Carlo Ancelotti telah melatih banyak pemain legendaris sepanjang kariernya, dari Ronaldo Nazario hingga Cristiano Ronaldo, dari Zlatan Ibrahimovic hingga Karim Benzema dan Vinicius Junior. Beberapa di antaranya bahkan pernah memenangkan Ballon d'Or.

Namun, ketika berbicara tentang kepemimpinan di ruang ganti, Ancelotti justru menaruh rasa kagum yang besar pada satu nama asal Inggris: John Terry.

Advertisement

Pelatih kawakan asal Italia yang kini menukangi Timnas Brasil itu menyebut mantan kapten Chelsea tersebut sebagai sosok istimewa.

Dalam autobiografinya yang dirilis pada 2010, "The Beautiful Games of an Ordinary Genius", Ancelotti menggambarkan Terry bukan sekadar kapten tim, melainkan pemimpin sejati, seseorang yang secara alami lahir dengan ban kapten di lengannya.

"John Terry adalah kapten dari semua kapten. Dia seolah lahir dengan ban kapten di lengannya," tulis Ancelotti, dikutip dari Sky Sports.

"Bahkan tanpa ban itu, dia tetap memimpin. Seperti itulah seharusnya. Dia berbeda dari yang lain. Chelsea adalah rumahnya, sejak ia masih di tim junior," imbuhnya.


Terry di Mata Ancelotti

John Terry - Kasus ini terkenal usai Wayne Bridge menolak bersalaman dengan legenda Chelsea, diketahui Terry ketahuan berselingkuh dengan Vanessa Perroncel yang tak lain adalah istri Wayne Bridge. (AFP/Justin Tallis)

Ancelotti yang sempat melatih Chelsea pada 2009–2011 mengaku sangat terkesan dengan cara John Terry menghidupi peran kapten.

Ia menggambarkan mantan bek Timnas Inggris itu sebagai figur yang dihormati di ruang ganti dan punya perhatian besar terhadap klub secara menyeluruh.

"Satu kata darinya bisa membuat ruang ganti langsung terasa seperti menahan napas, hening. Dia selalu jadi yang pertama duduk saat makan, dan yang pertama berdiri. Menjadi bagian dari klub ini seperti misi hidup baginya," tuturnya.

Tak hanya soal kepemimpinan, Terry juga disebut sangat peduli pada perkembangan pemain muda. Ancelotti menulis bahwa Terry tahu hasil semua pertandingan tim akademi, bahkan mengikuti performa mereka secara rutin. Tapi, pelatih asal Italia itu juga menyelipkan sisi ringan.

"Dia sering kalah main pingpong di ruang makan, dan kalau itu terjadi, hati-hati saja!" ungkapnya.


Dedikasi Penuh dan Filosofi Kemenangan

John Terry. Bek asal Inggris ini menjadi salah satu legenda Chelsea atas loyalitasnya selama 19 musim memperkuat Chelsea, mulai 1998/1999 hingga 2016/2017. Kepemimpinannya yang elegan mampu dilengkapi dengan ketajamannya yang mampu mencetak 67 gol dalam 713 laga. (Foto: AFP/Ben Stansall)

Menurut Ancelotti, kepemimpinan Terry melampaui tugas teknis di lapangan. Ia menyamakannya dengan orang yang memimpin sebuah perusahaan atau bahkan komunitas karena begitu besar tanggung jawab yang ia emban.

"Dia bekerja dua kali lebih keras dari pemain lain, dan memiliki rasa tanggung jawab seperti seorang pemilik perusahaan atau pemimpin bangsa. Filosofi yang dia pegang: menang adalah satu-satunya pilihan. Tidak ada tempat untuk posisi kedua, hanya untuk kami," ucap pelatih yang kini berusia 66 tahun ini.


Warisan Trofi dan Kontroversi

Kegagalan John Terry saat adu penalti Chelsea dan Manchester United di final Liga Champions 2007/2008. (AFP)

Selama menjabat sebagai kapten Chelsea, John Terry mengangkat lima trofi Premier League, satu Liga Champions, lima Piala FA, dan tiga Piala Liga. Rekam jejaknya di Stamford Bridge menjadi bukti konkret kualitas kepemimpinannya.

Namun, perjalanan Terry tak selalu mulus. Ia sempat menuai kritik, termasuk dari mantan rekan setimnya Claude Makelele, yang menyalahkan Terry atas kegagalan Chelsea meraih trofi Liga Champions pada 2008.

Saat itu, Terry gagal mengeksekusi penalti di babak adu tos-tosan melawan Manchester United, momen yang hingga kini tetap dikenang.

Meski begitu, keputusan Terry untuk maju sebagai eksekutor bisa dibaca sebagai wujud tanggung jawab seorang pemimpin.

Ancelotti memang tidak berada di Chelsea saat tragedi itu terjadi, tetapi ketika ia datang setahun kemudian, keyakinannya terhadap kapasitas Terry tak tergoyahkan.

 

Sumber: Give Me Sport

Berita Terkait