Musim Panas tanpa Malam di Tanah Es, Sepak Bola Menyatukan Greenland meski Ditolak CONCACAF

Greenland gagal gabung CONCACAF, tetapi semangat sepak bola tak surut,

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 27 Juni 2025, 15:00 WIB
Para pemain sepak bola menghadiri sesi latihan di lapangan rumput sintetis Stadion Nuuk di Nuuk, Greenland, Selasa 17 Juni 2025. (Foto AP/Kwiyeon Ha)

Bola.com, Jakarta - Saat sebagian besar wilayah dunia menghadapi teriknya musim panas, di Greenland, sinar matahari tak pernah padam.

Selama tiga bulan sejak Juni, pulau raksasa di Kutub Utara itu menikmati siang hari sepanjang waktu, fenomena alam yang jadi penanda dimulainya musim sepak bola.

Advertisement

Sepanjang tahun, Greenland diselimuti es dan salju, memaksa warganya beraktivitas di dalam ruangan. Namun, saat matahari tak lagi terbenam, warga keluar rumah untuk bermain atau menyaksikan pertandingan sepak bola, olahraga paling populer di pulau berpenduduk sekitar 56.000 jiwa itu.

Tak kurang dari 5.500 orang, hampir 10 persen populasi, terdaftar sebagai pemain sepak bola aktif.

Namun, semangat itu harus menerima pukulan telak awal Juni lalu. Aplikasi keanggotaan Asosiasi Sepak Bola Greenland untuk bergabung dengan CONCACAF (konfederasi sepak bola kawasan Amerika Utara, Tengah, dan Karibia) ditolak secara bulat oleh seluruh anggota.

Kekecewaan pun meluas.


Politik, Biaya, dan Kebuntuan Wilayah

Pemandangan Desa Kulusuk di Kota Sermersooq, Greenland, Denmark, 19 Agustus 2019. Desa Kulusuk adalah wilayah terpencil di Greenland. (Jonathan NACKSTRAND/AFP)

Sejumlah pihak mencurigai keputusan CONCACAF beraroma politis. Terlebih, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara terbuka menyatakan keinginannya untuk "menguasai" Greenland, wilayah kaya mineral dan strategis yang berada di bawah kedaulatan Denmark.

Denmark dan Greenland, yang berstatus semi-otonom, menolak tegas gagasan tersebut.

Namun, menurut Patrick Frederiksen, kapten Timnas Greenland, penolakan CONCACAF lebih bersifat ekonomi.

"Kita semua tahu, sangat mahal untuk bepergian ke Greenland," ujarnya.

Memang, akses menuju Greenland tergolong rumit dan mahal. Penerbangan langsung pertama dari Amerika Serikat ke ibu kota Nuuk baru dimulai bulan ini. Tiket satu arah dari Newark, New Jersey, dibanderol sekitar 1.200 dolar AS, sedangkan tiket pulang bisa mencapai $1.500 dolar AS.

Opsi lainnya mengharuskan transit di Islandia atau Kopenhagen, Denmark.

Sementara itu, UEFA (konfederasi sepak bola Eropa), juga bukan pilihan. Regulasi sejak 2007 menyatakan hanya negara berdaulat yang dapat menjadi anggota. Greenland, meski secara geografis berada di Amerika Utara, masih merupakan bagian dari Kerajaan Denmark.

CONCACAF sejatinya tidak menerapkan batasan itu, tetapi tetap menolak permohonan Greenland, tanpa memberikan penjelasan resmi.


Sepak Bola sebagai Perekat Sosial

Para pemain sepak bola dan futsal Greenland berkumpul selama sesi latihan di Stadion Nuuk di Nuuk, Greenland, Selasa, 17 Juni 2025. (Foto AP/Kwiyeon Ha)

Di tengah polemik itu, masyarakat Greenland tetap fokus pada lapangan. Suhu di Nuuk mungkin hanya berkisar 5–10 derajat Celsius, tetapi dengan sinar matahari yang tak pernah padam, semangat warga tetap menyala.

"Kami berkumpul di luar dan main bola sepanjang malam. Tidak ada gelap, dan kami merasa sangat bebas," ujar Angutimmarik Kreutzmann, satu di antara pemain lokal.

Pemandangan lapangan terbuka di Greenland sangat khas: ada yang beralaskan rumput, tanah, bahkan kerikil, dengan latar belakang gunung bersalju dan gunung es yang mengapung.

Klub seperti B-67 di Nuuk memainkan peran penting dalam menjaga nyawa sepak bola lokal.

"Anda seharusnya datang dan menonton langsung. Anda akan melihat betapa seriusnya masyarakat di sini terhadap sepak bola, dan bagaimana mereka bersorak mendukung," kata Oscar Scott Carl, pelatih B-67.

"Sepak bola bukan sekadar olahraga di sini. Ini jadi sumber kebanggaan dan pemersatu," lanjutnya.


Musim Dingin Beralih ke Futsal

Lapangan buatan luar ruangan Stadion Nuuk digambarkan dengan latar belakang bangunan dan gunung di Nuuk, Greenland, pada tanggal 29 Agustus 2024. Wilayah ini hampir tidak berpenghuni, sebagian besar tertutup es, namun, di Greenland, sepak bola adalah raja dan para penggemar, yang mencari pengakuan, ingin dapat mengukur diri mereka sendiri dengan negara-negara lain, yang merupakan khayalan selama mereka belum bergabung dengan federasi kontinental. (James BROOKS/AFP)

Asosiasi Sepak Bola Greenland (Kalaallit Arsaattartut Kattuffiat) berdiri sejak 1971 dan membawahi tim pria dan wanita di berbagai kelompok umur.

Banyak pemain nasional terlibat dalam kegiatan komunitas dan menjadi anutan bagi anak-anak muda di pulau tersebut.

"Mereka sering minta foto atau tanda tangan kami. Dukungan dari anak-anak luar biasa," ujar Frederiksen.

Saat musim dingin kembali datang, para pemain beralih ke futsal. Bahkan Timnas Greenland ikut berlaga di ajang Intercontinental Futsal Cup di Brasil, Maret lalu.


Mimpi Internasional yang Masih Tertahan

Bola sepak tergeletak di lapangan Stadion Nuuk di Nuuk, Greenland, Selasa, 17 Juni 2025. (Foto AP/Kwiyeon Ha)

Perasaan frustasi tak bisa dihindari ketika membandingkan nasib Greenland dengan Kepulauan Faroe, wilayah otonom Denmark lainnya yang telah lebih dulu bergabung dengan FIFA dan UEFA sejak lebih dari 30 tahun lalu.

Kala itu, persyaratan infrastruktur seperti stadion berkapasitas 40.000 kursi belum menjadi keharusan.

Bagi Greenland yang hanya berpenduduk 56.000 jiwa, membangun stadion sebesar itu nyaris mustahil. Badan pariwisata setempat, Visit Greenland, menyebut stadion nasional "sudah lama masuk daftar harapan", tetapi dengan populasi sekecil itu, proyek semacam itu sulit direalisasikan.

Meski begitu, harapan tetap ada. Jimmy Holm Jensen, ketua klub B-67 Nuuk, menyatakan keinginannya agar tim Greenland bisa tampil di ajang internasional secara resmi.

"Saya yakin kami punya sesuatu untuk diperlihatkan kepada dunia," tegasnya.

 

Sumber: AP News