Sheffield Wednesday: Klub Sepak Bola Tertua yang Terancam Punah karena Krisis Finansial

Sheffield Wednesday, salah satu klub sepak bola tertua dan paling bersejarah di Inggris, kini berada di ambang kebangkrutan akibat krisis finansial yang parah.

BolaCom | Gregah NurikhsaniDiterbitkan 06 Agustus 2025, 08:30 WIB
Chris Bart-Williams yang belum lama wafat pada 24 Juli 2023 di usia 49 tahun, tercatat sebagai salah pemain termuda yang pernah mencetak hattrick di Premier League. Momen itu terjadi pada pekan ke-39 Premier League musim 1992/1993 saat Sheffield Wednesday menang 5-2 atas tamunya Southampton (12/4/1993). Chris Bart-Williams masih berusia 18 tahun 300 hari saat laga tersebut. Hattrick tersebut menjadi satu-satunya hattrick yang dibuatnya selama 8 musim merumput di Premier League. (premierleague.com)

Bola.com, Jakarta - Sheffield Wednesday, salah satu klub sepak bola tertua dan paling bersejarah di Inggris, kini berada di ambang kebangkrutan akibat krisis finansial yang parah. Klub berjuluk “The Owls” ini didirikan pada tahun 1867 sebagai pemekaran dari The Wednesday Cricket Club, dan menjadi pionir dalam perjalanan panjang sepak bola profesional di Inggris. Prestasi mereka sempat gemilang: menjuarai liga empat kali dan Piala FA tiga kali, serta pernah menjadi anggota pendiri Premier League pada 1992.

Namun pada musim panas 2025, klub asal Sheffield ini terjebak dalam krisis yang mengkhawatirkan. Di bawah kepemilikan pengusaha asal Thailand, Dejphon Chansiri, masalah keuangan telah menumpuk hingga menyebabkan penundaan pembayaran gaji kepada pemain dan staf selama beberapa bulan berturut-turut, berujung pemogokan pemain dan pembatalan laga pramusim melawan Burnley. “Ini kekacauan. Tidak terlihat ujungnya. Para suporter mendukung setiap langkah para pemain,” ungkap Ian Bennett, ketua Sheffield Wednesday Supporters’ Trust.

Advertisement

Kondisi ini semakin rumit dengan embargo transfer dari EFL akibat tunggakan pembayaran, baik kepada HM Revenue and Customs (HMRC) maupun utang transfer ke klub lain. “Kami terkena sanksi, tidak bisa membeli pemain, bahkan dengan status bebas transfer, hingga tiga jendela transfer ke depan,” terang laporan terbaru.

Manajemen juga tak lepas dari sorotan negatif. Chansiri, yang membeli klub pada 2015, mengakui kegagalannya memenuhi kewajiban keuangan: “Saya bertanggung jawab penuh atas kegagalan saya untuk memenuhi kewajiban, tapi saya juga memiliki tanggung jawab memastikan klub dijual pada orang yang tepat yang mampu menjaga kelangsungan Sheffield Wednesday,” ucapnya di hadapan para suporter.

 


Dampak Besar

Dampak krisis ini sangat terasa di ruang ganti. Sejumlah pemain utama memilih mengakhiri kontrak secara sepihak, dan ketidakpastian membuat skuad utama kini tinggal 14–16 pemain. Para pemain mengeluarkan pernyataan resmi: “Dampak nyata paling kami rasakan dalam kehidupan profesional dan pribadi... Banyak dari kami harus bertahan tanpa kepastian pembayaran gaji.”

Tak hanya pemain, staf non-sepak bola dan pegawai juga mengalami keterlambatan pembayaran. Para pemain sempat diperingatkan bahwa jika ingin menginap sebelum laga tandang, harus merogoh kocek sendiri. Situasi ini membuat mayoritas pemain senior belum digaji bahkan hingga 30 Juli, hanya beberapa staf dan pemain muda yang telah menerima haknya.

Krisis ini juga berdampak pada operasional klub. Stadion legendaris Hillsborough terpaksa menutup sebagian tribun karena masalah keselamatan dan minimnya dana untuk renovasi. Selain itu, musim baru berpotensi berjalan tanpa mereka, karena pertandingan perdana bisa batal jika masalah gaji tidak segera diatasi.

 


Keprihatinan Elemen Sepak Bola Inggris

Para penggemar dan pemerhati sepak bola Inggris turut menyuarakan keprihatinan mendalam. “Ada kekhawatiran nyata akan masa depan klub. Lihat klub lain dengan kepemilikan serupa, hasilnya jarang positif,” kata James Silverwood dari Sheffield Wednesday Supporters Trust. Perwakilan Asosiasi Pesepak Bola Profesional (PFA), Maheta Molango, menyebut situasi ini “sangat mengejutkan dan tidak dapat diterima”.

Upaya akuisisi klub sejauh ini selalu menemui kegagalan. Dua tawaran senilai £30 juta dan £40 juta ditolak Chansiri. “Saya sudah sembilan tahun di sini—Sheffield Wednesday adalah bagian hidup saya,” tambah Chansiri. Namun, ia juga menyadari tekanan yang semakin berat dari para fan yang meminta perubahan kepemilikan.

Di tengah kekacauan ini, masa depan Sheffield Wednesday sangat tidak pasti. “Posisinya (Chansiri) sudah tidak dapat dipertahankan,” tegas Silverwood. “Tinggal menunggu waktu dan seberapa buruk kondisi sebelum semuanya berakhir.” Banyak pihak khawatir, tanpa solusi nyata, klub legendaris ini bisa saja menghilang dari peredaran sepak bola Inggris dalam waktu dekat.

Kisah tragis Sheffield Wednesday menjadi peringatan bagi klub-klub lain akan pentingnya manajemen yang transparan dan sehat, serta menjaga hubungan baik dengan suporter. Kini, ribuan pasang mata—baik dari Sheffield maupun pencinta sepak bola Inggris—mengamati, berharap klub bersejarah ini tidak terjerembab ke jurang kebangkrutan dan lenyap dari peta sepak bola Inggris.

Sumber: Football History, BBC News, Independent, ESPN, Yorkshire Post

Berita Terkait