Cukai Minuman Berpemanis Akan Diberlakukan Tahun Depan, Tarif Masih Dibahas Pemerintah dan DPR

Pemerintah Republik Indonesia bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memastikan akan mulai menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2026.

BolaCom | Yus Mei SawitriDiperbarui 22 Agustus 2025, 22:14 WIB
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyampaikan kesimpulan dan rekomendasi pada saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test calon anggota BPK RI di Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. (Foto: Dokumentasi DPD).

Bola.com, Jakarta - Pemerintah Republik Indonesia bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memastikan akan mulai menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2026.

Keputusan ini diambil dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR bersama Pemerintah di Jakarta, Jumat, 22 Agustus 2025.

Advertisement

Meskipun demikian, detail mengenai besaran tarif cukai MBDK tersebut masih menjadi topik diskusi yang memerlukan pembahasan lebih lanjut.

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menegaskan penentuan tarif cukai minuman berpemanis ini harus dikonsultasikan secara mendalam dengan DPR sebelum diberlakukan. Kebijakan ini sejalan dengan target peningkatan penerimaan kepabeanan dan cukai nasional.

Langkah ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mencapai target penerimaan kepabeanan dan cukai yang lebih tinggi. Target tersebut ditetapkan meningkat sebesar 7,7 persen, mencapai Rp334,3 triliun. Penerapan cukai MBDK diharapkan dapat berkontribusi signifikan terhadap pencapaian target penerimaan negara tersebut.

 


Dampak Kesehatan

Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu bertemu dengan media di Jakarta, Sabtu (28/6/2025). (Tasha/Liputan6.com)

Penetapan tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) menjadi fokus utama dalam pembahasan lanjutan antara pemerintah dan DPR. Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu, menjelaskan seluruh faktor terkait akan dipertimbangkan secara cermat.

Salah satu aspek krusial yang menjadi perhatian utama adalah dampak kesehatan dari konsumsi minuman berpemanis.

Oleh karena itu, proses konsultasi mengenai tarif cukai MBDK tidak hanya melibatkan Komisi XI DPR RI dan Kementerian Keuangan.

Kementerian Kesehatan juga akan turut serta dalam pembahasan ini untuk memastikan kebijakan yang diambil mendukung tujuan kesehatan masyarakat. Keterlibatan berbagai pihak ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang komprehensif dan berimbang.

Febrio Kacaribu menekankan bahwa konsultasi mendalam ini diperlukan untuk mencapai kesepakatan yang optimal. Pembahasan akan mencakup analisis dampak ekonomi, sosial, dan kesehatan dari berbagai skenario tarif. Hal ini bertujuan agar penerapan cukai minuman berpemanis dapat memberikan manfaat maksimal bagi negara dan masyarakat.

 


Optimalkan Penerimaan Negara

Penerapan cukai minuman berpemanis adalah salah satu upaya pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor kepabeanan dan cukai. Selain MBDK, pemerintah juga akan mendorong penerimaan melalui kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) yang berkelanjutan.

Intensifikasi bea masuk dari perdagangan internasional juga menjadi fokus untuk meningkatkan pendapatan negara.

Kebijakan penerapan bea keluar untuk hasil sumber daya alam, seperti batu bara dan emas, juga akan dioptimalkan. Upaya penegakan hukum untuk memberantas peredaran barang kena cukai ilegal dan penyelundupan akan terus ditingkatkan. Selain itu, pengawasan nilai barang ekspor juga akan diperketat untuk memastikan penerimaan yang akurat dan maksimal.

 


Perincian Kesepakatan

Komisi XI DPR RI dan Pemerintah telah menyepakati Asumsi Dasar dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN Tahun Anggaran 2026. Kesepakatan ini dicapai setelah melalui pembahasan bersama Panja Pertumbuhan, Panja Penerimaan, dan Panja Defisit.

Untuk postur penerimaan, rincian kesepakatannya adalah sebagai berikut:

  • Pendapatan negara: Rp3.147,7 triliun
  • Penerimaan perpajakan: Rp2.692,0 triliun
  • Pajak: Rp2.357,7 triliun
  • Kepabeanan dan cukai: Rp334,3 triliun

Sumber: Antara

Berita Terkait