Sanae Takaichi: Drummer Heavy Metal yang Berpeluang Jadi PM Perempuan Pertama Jepang

Profil Sanae Takaichi, drummer band heavy metal yang menantang tradisi politik Jepang. Ia berpotensi jadi PM perempuan pertama di Jepang.

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 05 Oktober 2025, 21:20 WIB
Sanae Takaichi, pemimpin partai berkuasa Jepang yang baru terpilih, Partai Demokrat Liberal (LDP), berpose di kantor pimpinan partai setelah pemilihan pimpinan LDP di Tokyo pada 4 Oktober 2025. Sanae Takaichi, politisi konservatif, menyambut "era baru" pada 4 Oktober setelah memenangkan kepemimpinan partai berkuasa Jepang, yang menempatkannya di jalur untuk menjadi perdana menteri perempuan pertama di negara itu. (Yuichi YAMAZAKI/POOL/AFP)

Bola.com, Jakarta - Sosok Sanae Takaichi sedang menjadi sorotan publik Jepang. Politikus beraliran konservatif itu baru saja memenangkan pemilihan ketua Partai Demokrat Liberal (LDP), langkah besar yang membuka jalan baginya untuk menjadi perdana menteri perempuan pertama dalam sejarah Negeri Sakura.

Kemenangan Takaichi datang di tengah situasi sulit bagi LDP, yang belakangan kehilangan mayoritas di parlemen akibat berbagai skandal dan hasil buruk di pemilu. Namun, di tengah gejolak itu, nama Takaichi mencuat berkat kombinasi antara gaya politiknya yang tegas dan kepribadiannya yang unik.

Advertisement

Kendati dikenal karena pandangan politiknya yang ultra-konservatif, Takaichi memiliki latar belakang yang tak biasa bagi seorang politikus Jepang.

Ia pernah menjadi menteri, pembawa acara televisi, dan bahkan seorang drummer dalam band heavy metal.

Menurut laporan BBC, Takaichi adalah murid politik mendiang Shinzo Abe. Ia berkomitmen untuk melanjutkan warisan sang mentor melalui kebijakan ekonomi Abenomics, strategi yang menekankan belanja fiskal besar-besaran serta pinjaman berbunga rendah guna memacu pertumbuhan ekonomi.


Pandangan Konservatif dan Sikap Tegas

Sanae Takaichi, pemimpin baru Partai Demokrat Liberal (LDP) Jepang, menghadiri konferensi pers setelah pemilihan presiden LDP di Tokyo, Sabtu (4/10/2025). (Dok. Yuichi Yamazaki/Pool Photo via AP)

Takaichi dikenal memiliki pandangan sosial yang konservatif. Ia menolak legalisasi pernikahan sesama jenis serta perubahan hukum yang memungkinkan perempuan mempertahankan nama keluarga setelah menikah.

Pandangan ini sejalan dengan tradisi Jepang yang mewajibkan pasangan menggunakan nama keluarga yang sama.

Selain itu, ia kerap menimbulkan kontroversi karena kebiasaannya berziarah ke Kuil Yasukuni, tempat penghormatan bagi para korban perang yang juga mencantumkan nama penjahat perang.


Tantangan Berat di Depan Mata

Sanae Takaichi. (AFP Photo)

Sebagai pemimpin baru LDP, Takaichi menghadapi pekerjaan besar. Ia harus memulihkan citra partai yang terbelah karena skandal dan memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Di sisi lain, kondisi ekonomi Jepang yang stagnan dan inflasi yang terus naik membuat beban rumah tangga makin berat, sementara kenaikan upah belum terlihat signifikan.

Dalam kancah internasional, Takaichi dihadapkan pada hubungan Jepang–Amerika Serikat yang sedang tegang, terutama terkait kebijakan tarif perdagangan.

Menurut Associated Press, Takaichi juga dikenal sebagai China hawk, politik yang bersikap keras dan waspada terhadap langkah Beijing. Reuters menambahkan, ia ingin mempererat hubungan dengan Chinese Taipei, langkah yang berpotensi memanaskan lagi hubungan dengan Cina.


Thatcher Jepang

Mantan Menteri Keamanan Ekonomi Sanae Takaichi menyampaikan pidato dalam pemilihan kepemimpinan Partai Demokrat Liberal (LDP) di Tokyo, Jepang, Sabtu (4/10/2025). (Dok. Kim Kyung-Hoon/Pool Photo via AP)

Takaichi kerap mengagumi sosok Margaret Thatcher, perdana menteri perempuan pertama Inggris, dan menyebut dirinya sebagai "Thatcher Jepang".

Ia menilai, gaya kepemimpinan tegas dan disiplin adalah kunci dalam menata politik dan ekonomi negaranya.

Namun, tidak semua pihak memandangnya sebagai simbol kemajuan perempuan. Profesor Jeff Kingston dari Temple University Tokyo menilai, Takaichi lebih kuat menarik simpati kelompok sayap kanan ketimbang publik secara luas.

Ia menilai Takaichi belum menunjukkan komitmen besar dalam memperjuangkan kesetaraan gender, meski kini berpeluang mencetak sejarah sebagai perdana menteri perempuan pertama Jepang.

 

Sumber: merdeka.com