Bola.com, Jakarta - Respek, sebuah kata yang tampaknya perlu diingat lagi oleh sebagian orang.
Belakangan ini, kritik terhadap Mohamed Salah mengalir deras. Hanya karena performanya menurun dan ia gagal mengoper bola kepada Florian Wirtz dalam laga melawan Manchester United serta Eintracht Frankfurt, banyak yang tergesa-gesa menghakiminya.
Wajar jika posisinya di skuad utama Liverpool diperdebatkan, tetapi warisan Salah sebagai legenda klub seharusnya tidak direndahkan. Ia pantas mendapat lebih banyak penghormatan.
Di sisi lain, penampilan Wirtz, terutama saat melawan Eintracht, memang mencuri perhatian. Pemain muda Jerman itu tampil gemilang di babak kedua dan mencetak dua assist. Tidak ada salahnya menyoroti kontribusi Wirtz tanpa harus menyingkirkan peran Salah.
Pada akhirnya, waktu tak bisa dilawan, usia Salah kini 33 tahun, dan pengaruh kreatif tim perlahan beralih ke Wirtz yang baru berumur 22 tahun. Itulah sebabnya Liverpool rela menebusnya dari Bayer Leverkusen seharga 116 juta paun.
Momen saat Salah memilih menembak sendiri dan gagal terasa simbolis. Saat melawan MU, Wirtz berdiri bebas di posisi ideal untuk menyamakan kedudukan, tetapi Salah malah menendang bola melebar ke arah Kop.
Hal serupa terjadi di Frankfurt, Wirtz sudah membuka ruang, tetapi Salah kembali menembak langsung dan mudah diamankan kiper Michael Zetterer.
Kegagalan itu mungkin, di kemudian hari, akan dianggap sebagai titik peralihan estafet dari Salah ke Wirtz, simbol perubahan generasi dalam orkestra Liverpool.
Perpindahan Peran dari Salah ke Wirtz
Salah dan Wirtz sama-sama bertalenta, tetapi beroperasi di wilayah berbeda. Salah lebih dominan di sisi sayap, sedangkan Wirtz bermain di tengah dan berfungsi sebagai penghubung serangan.
Pelatih Liverpool, Arne Slot, pun tampak puas dengan keputusannya menurunkan Wirtz di posisi kanan saat melawan Eintracht, dengan Salah duduk di bangku cadangan.
Wirtz bertahan di sisi kanan ketika tim lawan menguasai bola, tetapi bergerak ke tengah untuk mengatur tempo saat Liverpool menyerang.
Keduanya sebenarnya bisa bermain bersama. Cedera pangkal paha yang dialami Alexander Isak membuka ruang di lini depan, yang juga diisi oleh Cody Gakpo dan Hugo Ekitike, penyerang asal Prancis yang kini jadi andalan.
Namun, bahkan penggemar lama Salah yang menganggapnya satu di antara pemain terbaik dalam sejarah 133 tahun klub pun, sulit menolak fakta statistik yang menunjukkan penurunan performa sang bintang.
Penurunan Performa
Dibanding musim lalu, jumlah tembakan Salah menurun hingga separuh, begitu pula gol dan assist-nya. Sentuhannya di kotak penalti lawan juga jauh berkurang.
Saat melawan MU, ia sempat mengirim umpan indah untuk membuka peluang bagi Gakpo, tetapi selebihnya tampil kesulitan. Penampilan 30 menitnya melawan Eintracht pun nyaris tak meninggalkan kesan.
Banyak faktor disebut sebagai penyebab, dari aspek taktik hingga emosional.
Statistik (Rata-rata Liga Inggris) 2024/25 - 2025/26
Gol 0.77 - 0.25
Tembakan 3.2 - 1.8
Assist 0.48 - 0.25
Peluang Diciptakan 2.4 - 1.9
Sentuhan di Kotak Penalti Lawan 9.5 - 5.3
*(Sumber: FBref, data per 23 Oktober 2025)
Tak Hanya Soal Angka
Salah juga masih berduka atas kepergian sahabat sekaligus rekan setimnya, Diogo Jota, yang meninggal dalam kecelakaan mobil musim panas lalu.
Saat lagu Jota dikumandangkan di Anfield, Salah menatap ke langit, hanya dia yang tahu seberapa dalam kesedihan itu memengaruhi dirinya.
Di luar faktor emosional, ada pula kendala taktis. Ia tak lagi mendapat suplai bola yang sama seperti dulu setelah kepergian Trent Alexander-Arnold ke Real Madrid. Kombinasi keduanya di sisi kanan selama hampir satu dekade menjadi fondasi serangan Liverpool, dan kini hubungan itu telah tiada.
Selama masih produktif mencetak gol dan assist, kelemahannya dalam membantu lini belakang tak jadi sorotan. Namun, kini, hal itu terlihat lebih mencolok.
Salah dikenal sebagai sosok yang gigih mempertahankan tempatnya, meski tak tertutup kemungkinan Liverpool akan menjualnya ke klub Arab Saudi dengan bayaran besar berkat kontrak barunya.
Wirtz dan Hubungan Baru di Lini Tengah
Kedatangan Wirtz ke Anfield tidak diiringi euforia besar. Dalam delapan laga Premier League, ia belum mencetak gol maupun assist, selain satu assist di ajang Community Shield sebelum akhirnya mencetak dua umpan gol melawan Eintracht.
Ia mengenakan nomor punggung 7 yang sarat sejarah, pernah dipakai legenda seperti Sir Kenny Dalglish, Kevin Keegan OBE, Ian Callaghan, hingga Billy Liddell.
Meski begitu, performanya masih naik turun. Sentuhannya kadang memesona, kadang tak terkendali. Ia seperti musisi virtuoso yang rekan-rekannya belum sepenuhnya memahami ritmenya, meski Dominik Szoboszlai tampak cepat menyesuaikan diri.
Ada pula kekhawatiran soal fisiknya. Dalam proses terjadinya gol Eintracht, ia sempat kalah duel dari Nathaniel Brown. Namun, kemampuan Wirtz dalam bergerak tanpa bola, visi bermain, dan distribusi umpan yang presisi membuatnya menjadi sosok unik di Eropa.
Dua assist yang dicetaknya menggambarkan kualitas itu: umpan silang tajam kepada Gakpo yang memotong garis antara kiper Zetterer dan bek Robin Koch, serta umpan pendek elegan untuk Szoboszlai yang seolah layak disajikan di atas nampan perak.
Bahkan tanpa menyentuh bola, pergerakannya cerdas. Saat Szoboszlai menggiring bola ke tengah, Wirtz sengaja berlari ke kanan, menarik dua bek Eintracht sehingga membuka ruang bagi Curtis Jones di sisi kiri.
Jangan Pernah Meremehkan Salah
Dua assist dalam empat menit tidak serta-merta menjadikan Wirtz "penyelamat baru", sama seperti kritik keras di media sosial tak membuatnya "gagal".
Pendukungnya selalu tahu, Wirtz tak pernah bersembunyi. Melawan Eintracht, ia menuntaskan 56 dari 63 umpan, dua di antaranya umpan panjang akurat, dan menciptakan empat peluang.
Yang berubah bukan rasa percaya dirinya, melainkan kepercayaan orang lain terhadapnya. Dan sama halnya, Salah juga tak pantas dijatuhkan. Ia bisa saja kembali ke daftar starter saat Liverpool menghadapi Brentford akhir pekan ini.
Dalam perdebatan apa pun soal keduanya, prestasi Salah tetap harus dihargai. Ia sudah mencetak 248 gol dan 113 assist dari 413 laga, membantu Liverpool menjuarai dua gelar Premier League, satu Liga Champions, satu Piala FA, dan dua Piala Liga.
Salah masih berstatus Pemain Terbaik versi PFA dan the writers' Footballer of the Year serta menempati peringkat keempat dalam Ballon d'Or bulan lalu, di bawah Ousmane Dembele, Lamine Yamal, dan Vitinha.
Apa yang kini disebut "egois" karena tak mengoper ke Wirtz, dulu justru dianggap bukti tekad dan kepercayaan diri. Salah bukan pemain buruk hanya karena mengalami masa sulit.
Ia memang suatu saat akan meninggalkan Liverpool, tetapi ketika hari itu tiba, semestinya ia pergi dengan penghormatan yang layak, sebagaimana layaknya seorang legenda Anfield.
Sumber: SI