Mikroplastik Ditemukan dalam Air Hujan, Pakar UGM: Ancaman bagi Kesehatan Manusia

Annisa menyatakan bahwa risiko terpapar mikroplastik lebih besar di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan penduduk tinggi.

BolaCom | Yus Mei SawitriDiterbitkan 30 Oktober 2025, 16:20 WIB
Pejalan kaki yang menggunakan payung saat hujan deras menyeberang jalan di kawasan Thamrin, Jakarta, Rabu (23/11/2022). Sejak Oktober, DKI Jakarta mulai memasuki musim penghujan yang sudah masuk ke dalam tahap ekstrem. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Bola.com, Jakarta - Annisa Utami Rauf, dosen di Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), memberikan pendapat mengenai bahaya mikroplastik bagi kesehatan manusia.

Seperti diketahui, air hujan di Jakarta tercemar oleh mikroplastik. Fenomena ini menandakan adanya tahap baru dalam pencemaran lingkungan yang dapat membahayakan kesehatan manusia.

Advertisement

Penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap partikel plastik mikroskopis tersebut berasal dari berbagai sumber, seperti serat pakaian sintetis, debu dari kendaraan, dan sisa-sisa pembakaran sampah plastik. Mikroplastik ini dapat terbawa oleh angin dan akhirnya turun bersama air hujan.

“Ancaman mikroplastik terhadap kesehatan manusia sangat besar. Pada studi hewan, partikel ini sudah ditemukan di beberapa organ dan berpotensi menyebabkan gangguan reproduksi,” jelas Annisa dalam keterangannya pada Kamis (30/10/2025).

Menurut Annisa, risiko terpapar mikroplastik lebih tinggi di daerah perkotaan yang padat penduduk. Kebiasaan masyarakat yang masih menggunakan plastik sekali pakai berkontribusi signifikan terhadap penumpukan partikel plastik di udara dan lingkungan.

Dia menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik agar dampaknya dapat diminimalisir.

“Risikonya memang tinggi di kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta. Namun, upaya mengganti plastik dengan bahan ramah lingkungan sudah mulai terlihat di beberapa tempat, dan hal ini perlu terus didukung,” ujar Annisa.

 


Harus Ada Upaya Preventif

Aktivitas warga saat hujan deras di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta, Jumat (9/12/2022). Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut pihaknya akan mengkaji penerapan bekerja dari rumah atau work from home (WFH), hal ini berkaitan dengan arahan dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi tentang potensi cuaca ekstrem pada penghujung 2022. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Annisa juga mengungkapkan sejumlah penelitian global telah menemukan mikroplastik dalam darah dan organ manusia, termasuk sistem pencernaan.

Temuan ini memperkuat dugaan partikel plastik dapat masuk dan bertahan di dalam tubuh untuk waktu yang lama. Meskipun demikian, Annisa menyatakan bukti ilmiah mengenai dampak spesifik terhadap kesehatan manusia masih dalam tahap pengembangan.

“Beberapa penelitian memang menunjukkan adanya akumulasi dalam tubuh manusia, tetapi efek pastinya belum jelas karena penelitian masih berlangsung,” jelas Annisa.

Dia menjelaskan perbedaan respons tubuh terhadap paparan mikroplastik membuat penelitian di bidang ini semakin rumit. Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda dalam menetralkan atau menahan partikel mikroplastik yang masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu, langkah pencegahan menjadi tindakan yang paling rasional untuk dilakukan saat ini.

“Kita belum tahu pasti seperti apa efeknya. Tapi yang jelas upaya preventif harus dijalankan sedini mungkin,” ungkap Annisa.

 

 


Cara Mengurangi Pencemaran Mikroplastik

Pejalan kaki menggunakan payung saat hujan deras di kawasan Thamrin, Jakarta, Rabu (23/11/2022). Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Isnawa Adji mengimbau masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar rumah apabila Jakarta mengalami cuaca ekstrem. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menurut Annisa, sumber utama paparan mikroplastik dalam kehidupan sehari-hari berasal dari kemasan makanan dan minuman yang terbuat dari plastik. Air dalam botol sekali pakai, wadah makanan panas, serta lapisan plastik pada produk makanan berpotensi menjadi media perpindahan mikroplastik ke dalam tubuh manusia.

Dia menambahkan gaya hidup praktis di kota sering kali membuat masyarakat tidak menyadari bahaya tersebut.

“Paparan paling tinggi biasanya dari makanan dan minuman yang dikemas plastik. Kebiasaan ini memang perlu diubah secara bertahap,” ujar Annisa.

Dari perspektif kesehatan masyarakat, tantangan terbesar dalam mengendalikan paparan mikroplastik adalah rendahnya kesadaran dan kebiasaan konsumsi masyarakat.

Untuk mengurangi pencemaran mikroplastik, Annisa menjelaskan bahwa langkah-langkah sederhana seperti membawa tumbler, mengurangi penggunaan kantong plastik, dan memilih wadah non-plastik dapat menjadi awal perubahan yang signifikan.

“Kita bisa mulai dari hal kecil seperti membawa botol minum sendiri atau menghindari kantong plastik saat berbelanja. Upaya kecil ini berkontribusi besar dalam menekan akumulasi mikroplastik di lingkungan,” urai Annisa.

 

 


Tanggung Jawab Industri

Dia juga menekankan pentingnya tanggung jawab industri dalam pengelolaan limbah plastik. Produsen besar memiliki peran strategis dalam mengembangkan sistem pengembalian kemasan dan daur ulang produk. Selain itu, pemerintah perlu memperkuat kebijakan pengurangan sampah dari hulu hingga hilir.

“Produsen yang menghasilkan plastik semestinya punya program taking back trash. Pemerintah dan industri harus bekerja sama agar sampah tidak berakhir di tempat pembuangan akhir,” tegas Annisa.

Dia menekankan konsep reduce dan reuse masih menjadi strategi paling efektif dalam mengurangi potensi akumulasi mikroplastik di alam. Beberapa negara telah memulai langkah konkret dengan memberikan insentif bagi masyarakat yang mengembalikan produk lama atau mendaur ulang limbah plastik.

Menurutnya, pola semacam itu dapat diterapkan di Indonesia dengan menyesuaikan konteks sosial dan budaya masyarakat.

“Program pengurangan sampah bisa dilakukan lewat kolaborasi industri dan masyarakat. Intinya, sampah harus dikurangi dari sumbernya,” ucap Annisa.

Annisa menunjukkan bahwa keberadaan mikroplastik yang kini ditemukan di atmosfer, termasuk pada air hujan dan awan, menunjukkan bahwa siklus plastik telah menjangkau seluruh lapisan lingkungan. Riset di Jepang, yang dia kutip, menunjukkan bahwa partikel mikroplastik ditemukan di awan, mengindikasikan bahwa polusi ini telah menjadi masalah global.

“Mikroplastik sudah menyebar di berbagai media lingkungan, termasuk udara dan awan. Kalau kita tidak menghentikan sumbernya, dampaknya bisa semakin luas,” kata Annisa.