Bola.com, Jakarta - Pelatih Timnas Italia, Gennaro Gattuso, secara terbuka mengakui kegelisahannya usai Gli Azzurri runtuh di hadapan publik sendiri.
Menurutnya, ia lebih memilih menerima "pelajaran sepak bola dari awal sampai akhir" ketimbang melihat timnya ambruk seperti itu.
"Ini mengkhawatirkan, saya akan munafik jika bilang sebaliknya," ujarnya.
Di atas kertas, peluang Italia merebut posisi puncak Grup I nyaris mustahil. Mereka membutuhkan kemenangan sembilan gol untuk menyalip selisih gol besar yang dimiliki Norwegia.
Namun, ambisi membalas kekalahan 0-3 pada Juni lalu dan menjaga tren positif menuju play-off tetap menjadi motivasi utama.
Harapan itu pupus saat keunggulan cepat Francesco Pio Esposito justru berbalik menjadi kekalahan 1-4 di San Siro, kekalahan pertama sejak Gattuso mengambil alih kursi pelatih.
Italia Melempem
Dalam konferensi pers seusai laga, pertanyaan pertama yang muncul adalah alasan Norwegia terlihat "dua kali lebih cepat" pada babak kedua.
"Saya tidak merasa ini persoalan fisik karena setelah jeda, dalam 30 detik saja kami sudah memberi mereka peluang, lalu kami mundur dan mereka mulai mengambil alih," kata Gattuso.
"Setelah itu, cara berlari jadi berbeda. Kami justru bermain sesuai kekuatan mereka dan itu menyulitkan kami. Ini bukan masalah kebugaran," lanjutnya.
Gattuso menilai keruntuhan mental setelah tampil sangat baik di babak pertama jauh lebih memprihatinkan.
"Bahkan saat membangun serangan dari belakang, semuanya berubah. Davide Frattesi tidak lagi melebar. Kami berhenti melakukan gerakan yang semestinya. Itu yang paling saya sesali."
"Kami meminta maaf kepada para suporter dan mengambil tanggung jawab. Ini pertandingan yang sangat penting bagi saya. Lawan kami kuat dan kemenangan bisa membangun mentalitas untuk melangkah ke tahap berikutnya. Kami gagal. Kami tidak boleh runtuh dan dipermalukan seperti ini hanya karena menghadapi kesulitan yang pertama kali muncul," tutur pelatih berusia 47 tahun itu.
Risiko Gagal ke Piala Dunia Lagi
Gattuso tidak menutupi bahwa kondisi ini menambah ancaman Italia gagal tampil di Piala Dunia untuk ketiga kalinya secara beruntun.
"Ini mengkhawatirkan, saya akan munafik jika bilang sebaliknya. Sekarang kami tidak akan bertemu lagi selama tiga bulan, dan jelas hari ini kami mendapat pelajaran," katanya.
"Pertandingan seperti ini tidak boleh berakhir 1-4. Ada pemain lawan yang bisa membalikkan keadaan dalam lima menit. Gol ketiga itu yang paling membuat saya kesal. Namun, kami harus melihat ke depan. Kami tidak mungkin mencegah semua tembakan tepat sasaran, tetapi kami harus bisa merespons dengan baik ketika itu terjadi, bukan seperti hari ini," imbuhnya.
Rencana menggelar pemusatan latihan singkat di Coverciano pada Februari sempat dikaitkan dengan persiapan play-off. Namun. Gattuso pesimistis hal itu bisa terlaksana.
"Semua orang tahu tanggal yang tersedia hanya 2–3 Februari atau 9–10 Februari, tapi menurut saya kami tidak akan mendapatkannya."
Ia sebelumnya sempat bereaksi keras terhadap sorakan penonton saat kemenangan 2-0 di Moldova pada Kamis lalu karena gol baru tercipta di menit ke-88. Namun, kali ini ia mengakui kritik suporter sepenuhnya beralasan.
"Pada akhir babak pertama tadi, saya sangat puas dengan cara tim bermain dan dukungan suporter. Orang-orang menyayangi tim ini, tetapi omongan saja tidak cukup."
"Malam ini tidak pantas dialami siapa pun, terutama mereka yang datang untuk mendukung kami. Kami berharap bisa memberi mereka kebahagiaan," ucap Gattuso, yang ikut mengangkat trofi Piala Dunia 2006 bersama Nazionale.
Ketakutan, Kurang Percaya Diri, dan Mudah Goyah
Menanggapi kekalahan 0-3 di Oslo yang terbukti bukan kebetulan dan tak bisa sepenuhnya disalahkan pada Luciano Spalletti, Gattuso menjelaskan apa yang harus dibenahi.
"Kami tidak boleh begitu ketakutan dan menahan diri. Begitu menghadapi satu masalah, kami langsung hilang kepercayaan diri," ujarnya.
"Saat ini bebannya besar. Kami tidak lolos ke dua edisi Piala Dunia terakhir, dan itu tidak bisa diabaikan."
"Tapi, kami juga tidak boleh langsung terpuruk pada masalah pertama. Kami harus lebih percaya pada kemampuan sendiri dan tidak membatasi diri hanya pada hal-hal minimal ketika keadaan mulai memburuk," urainya.
"Saya lebih menerima jika kalah karena diberi pelajaran sejak awal," katanya lagi.
Saat ditanya apakah Italia kini tidak lagi termasuk jajaran elite Eropa, terlebih setelah hasil buruk di Euro 2024, Gattuso memberi jawaban jujur.
"Sejujurnya, saya lebih memilih jika Norwegia memberi kami pelajaran sepak bola dari awal sampai akhir, saya bisa lebih menerimanya," katanya.
"Itulah mengapa, saya percaya bahwa jika kami memperbaiki apa yang hilang di babak kedua, kami masih bisa berbicara banyak. Itu yang paling menyakitkan," ungkap mantan pelatih Napoli dan Fiorentina ini.
Kepemimpinan dan Ketakutan
Gattuso menolak mengaitkan masalah dengan kurangnya sosok pemimpin.
"Punya pemimpin saja tidak cukup. Pada momen seperti ini kita harus tetap kompak. Yang paling membuat saya marah adalah di babak kedua, alur permainan dari belakang tidak lagi mengalir. Dari kick-off saja sudah terlihat sesuatu berubah," ujarnya.
"Kalau takut membuat kesalahan, Anda bermain seperti menarik rem tangan, dan kami tidak boleh seperti itu."
Menjelang akhir sesi, Gattuso juga disinggung soal peluang Federico Chiesa kembali pada play-off Maret nanti, mengingat winger Liverpool itu sempat menolak panggilan sebelumnya untuk fokus pada kebugaran.
"Saya sudah cukup bicara soal Chiesa, Anda semua tahu ceritanya. Dia pemain penting, punya karakteristik khusus, tetapi dia harus merasa nyaman," jawab Gattuso.
"Kami tahu apa yang kami bicarakan satu sama lain. Kami akan kembali berdiskusi dan melihat apa hasilnya," tambahnya.
Sumber: Football Italia