FIFA Didesak Hentikan Dynamic Pricing Tiket Piala Dunia 2026

Dynamic pricing di Piala Dunia 2026 berpotensi membuat para pendukung biasa kehilangan kesempatan untuk menikmati pertandingan yang dulunya merupakan "milik semua kalangan".

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 04 Desember 2025, 21:00 WIB
Foto ilustrasi ini menunjukkan jam hitung mundur di situs web FIFA bagi para penggemar sepak bola yang ingin mendaftar tiket Piala Dunia FIFA 2026 di Mexico City pada 10 September 2025. Pendaftaran kini telah dibuka untuk berpartisipasi dalam undian tiket Piala Dunia FIFA 2026, yang akan diselenggarakan di Meksiko, Amerika Serikat, dan Kanada, dengan pertandingan pembukaan berlangsung di Stadion Azteca di Mexico City pada 11 Juni 2026. (CARL DE SOUZA/AFP)

Bola.com, Jakarta - Euroconsumers, organisasi perlindungan konsumen internasional, mendesak FIFA membatalkan penerapan dynamic pricing pada penjualan tiket Piala Dunia 2026.

Kebijakan berbasis permintaan itu dinilai berpotensi membuat harga melonjak dan menggeser pendukung biasa dari turnamen yang seharusnya menjadi milik semua kalangan.

Advertisement

Dynamic pricing akan mulai diterapkan pada Piala Dunia 2026 kini diperluas menjadi 48 tim. Dalam model tersebut, harga tiket berubah secara real-time mengikuti minat pembeli.

Euroconsumers menilai mekanisme itu tidak tepat untuk Piala Dunia karena hanya ada satu penjual resmi: FIFA.

Tanpa kompetisi, perubahan harga dinilai lebih menyerupai alat monopoli daripada mekanisme pasar yang wajar.

"Sepak bola adalah pengalaman budaya bersama, bukan tempat eksperimen algoritma demi memaksimalkan pendapatan," ujar Els Bruggeman, Kepala Kebijakan dan Penegakan Euroconsumers.

Menurutnya, tanpa opsi alternatif, suporter menghadapi harga yang tidak transparan dan sulit diprediksi. Bruggeman menegaskan FIFA perlu meninjau ulang keputusan tersebut sebelum penjualan dibuka.


Dampak Kebijakan

Presiden FIFA, Gianni Infantino, berbincang sambil memegang replika tiket Piala Dunia berukuran besar bersama Presiden AS, Donald Trump, di Ruang Oval, sementara Wakil Presiden, JD Vance (ketiga dari kiri), mengamati pada 22 Agustus 2025 di Washington, DC. (Chip Somodevilla/Getty Images via AFP)

Euroconsumers menilai dynamic pricing hanya efektif ketika konsumen memiliki pilihan lain, baik itu penjual berbeda atau kesempatan menunggu harga stabil. Pada Piala Dunia 2036, tidak ada dua-duanya.

Seluruh tiket hanya dapat dibeli melalui platform resmi FIFA, membuat pendukung tidak punya kendali terhadap potensi lonjakan harga mendadak.

Euroconsumers memaparkan sejumlah risiko yang mungkin terjadi: harga lebih tinggi untuk kursi yang sama, perubahan harga yang tidak jelas alasan dan waktunya, menurunnya akses bagi keluarga maupun pendukung rata-rata, serta makin menipisnya kepercayaan publik terhadap penyelenggara.

Pada awal tahun, Euroconsumers bersama Football Supporters Europe telah mengirim surat resmi ke FIFA untuk memperingatkan dampak kebijakan tersebut.

Kedua kelompok kemudian bertemu dengan pejabat FIFA, tetapi mereka menyatakan badan sepak bola dunia itu hanya memberi komitmen samar berupa "peninjauan harga berkala" yang tidak memberikan jaminan atau batasan yang jelas.


Pola Komersialisasi FIFA

Ilustrasi Piala Dunia 2026. (Dok. fifa.com)

Penerapan dynamic pricing juga dianggap sejalan dengan pola komersialisasi FIFA dalam beberapa tahun terakhir. Perluasan format Piala Dunia menjadi 48 tim pun dinilai sebagai langkah yang lebih berorientasi pada pendapatan ketimbang peningkatan kualitas kompetisi.

Sebagai bagian dari kampanye "The Real Price of Priceless", Euroconsumers merilis video baru yang mengkritik kebijakan tersebut.

Mereka menuntut FIFA menghapus dynamic dan variable pricing, menetapkan harga tetap yang jelas sejak awal, serta berdialog langsung dengan kelompok konsumen untuk memastikan sistem penjualan tiket yang lebih adil.

Dengan penjualan tiket yang akan segera dimulai, polemik dynamic pricing menjadi makin hangat.

Piala Dunia selama ini dipandang sebagai ajang yang menyatukan pendukung dari berbagai latar belakang. Namun, kebijakan baru ini dikhawatirkan justru mengubah turnamen tersebut menjadi acara mewah yang tidak lagi mudah diakses suporter yang selama ini menjadi nyawa sepak bola.

(Razaqa Roger Arif Ali)

 

Sumber: Inside World Football

Berita Terkait