Bola.com, Jakarta - Ruben Amorim akhirnya membeberkan alasan di balik keputusannya bertahan cukup lama dengan skema 3-4-2-1 yang kerap menuai perdebatan sejak ia menangani Manchester United.
Pelatih asal Portugal itu mengakui, tekanan dari luar justru membuatnya enggan melakukan perubahan lebih cepat.
Sistem tersebut sebelumnya membawa banyak kesuksesan bagi Amorim di Portugal. Bersama Sporting CP, ia mempersembahkan gelar Primeira Liga pada musim 2020/21 dan 2023/24.
Klub yang ia tinggalkan bahkan kembali menjadi juara pada musim 2024/25. Namun, pendekatan itu menjadi hal baru bagi MU dan menuntut proses adaptasi bagi skuad.
Sejak Amorim datang, kebijakan rekrutmen MU juga diarahkan untuk mendatangkan pemain yang lebih sesuai dengan kebutuhan formasi tersebut. Di sisi lain, Amad Diallo yang sempat tersisih pada era Erik ten Hag mulai mendapat peran lebih menonjol.
Kekakuan Taktik
Meski demikian, banyak kritik mengaitkan kekakuan taktik dan minimnya kompromi demi kebutuhan jangka pendek sebagai satu di antara faktor di balik musim terburuk MU dalam 51 tahun pada 2024/25.
Dengan rekrutmen yang lebih terarah serta pramusim untuk menanamkan prinsip-prinsip permainan, performa tim disebut menunjukkan peningkatan dalam beberapa bulan terakhir.
Kendati begitu, proses tersebut masih berjalan dan Amorim tetap berada di bawah sorotan fans maupun media terkait pendekatan taktisnya.
Pelatih berusia 40 tahun itu sempat dilaporkan mencoba sejumlah alternatif permainan jelang hasil imbang 4-4 melawan Bournemouth.
Amorim membenarkan kabar tersebut seusai laga, sekaligus mengaku heran bagaimana informasi itu bisa tersebar.
Namun, ia tetap mempertahankan pendekatan awal saat menghadapi Bournemouth maupun ketika kalah dari Aston Villa enam hari kemudian.
Waktu Perubahan
Perubahan baru dilakukan ketika MU menghadapi Newcastle United pada Boxing Day, dengan Amorim memilih skema 4-2-3-1 yang berbuah kemenangan.
Menurut Amorim, waktu perubahan menjadi krusial. Ia menilai, jika pergantian sistem dilakukan lebih awal, hal itu justru akan mengirim pesan yang keliru kepada para pemain dan melemahkan posisinya sebagai pelatih.
Kondisi tim yang kehilangan delapan pemain akibat cedera dan agenda Piala Afrika 2025 juga turut memengaruhi keputusan tersebut.
"Ketika (jurnalis) terus membicarakan soal perubahan sistem, saya tidak bisa langsung mengubahnya karena pemain akan berpikir saya melakukannya karena tekanan (media). Menurut saya, itu adalah akhir bagi seorang manajer," ujarnya dalam konferensi pers terbaru di hadapan banyak wartawan.
"Ketika kami bermain baik dengan sistem kami, saat itulah momen yang tepat untuk berubah, jika memang itu lebih baik untuk memenangkan pertandingan berikutnya. Itulah yang kami lakukan (saat melawan Newcastle)," imbuhnya.
Fondasi Filosofi
Amorim menegaskan, situasi saat ini sudah berbeda. Ia menilai fondasi filosofi yang diinginkannya kini mulai terbentuk sehingga perubahan sistem bisa dilakukan tanpa dipengaruhi tekanan eksternal.
Ia mengungkapkan, tugas utama saat pertama datang adalah membangun identitas tim, dengan kesadaran penuh bahwa mungkin belum semua pemain cocok dengan sistem yang diinginkan.
"Hari ini momennya berbeda. Kami tidak punya banyak pemain, jadi kami perlu beradaptasi, tetapi saya sudah tahu mereka memahami alasan kami berubah. Ini bukan karena tekanan (jurnalis) atau fans," katanya.
"Sekarang kami sudah memahami cara bermain yang kami inginkan dan prinsipnya tetap sama. Kami bisa mengganti sistem. Saya pikir kami akan menjadi tim yang lebih baik karena ketika semua pemain kembali, kami tidak akan selalu bermain dengan tiga bek," ulasnya.
"Kami akan berkembang. Itu yang sudah saya bicarakan," tambah Amorim.
Sumber: SI