Sukses


Menakar Kans Italia Menjadi Kampiun Eropa

Bola.com, Jakarta Banyak prediksi bertebaran seusai pengundian grup untuk putaran final Piala Eropa 2020 dilakukan pada pekan lalu. Semua sepakat bahwa Grup F adalah grup neraka dengan kehadiran Portugal sebagai juara bertahan dan sang juara Piala Dunia, Prancis, serta Jerman di sana. Saya sendiri lebih suka membahas peluang Italia untuk perhelatan tersebut karena mereka jagoan lama yang berupaya bangkit namun tetap ringkih dalam konteks kedalaman tim, jam terbang dan mentalitas.

Banyak pengamat sepak bola di Eropa dan region lain pada Oktober silam memandang aneh pernyataan pelatih timnas Italia, Roberto Mancini, yang menyinggung kembali kian dekatnya kualitas mereka dengan para elite Eropa dan dunia saat ini. Apa-apaan ini? Mereka raksasa sepak bola tapi merasa inferior? Gli Azzurri lolos dari kualifikasi Euro 2020 dengan impresif tapi tetap tidak cukup pede?

Dengan skuat bertabur talenta semodel Gianluigi Donnarumma, Alessandro Florenzi, Jorginho, Marco Verratti, hingga Andrea Belotti, kenapa Mancini masih merasakan adanya gap yang besar antara mereka dengan Prancis, Portugal, Belgia, Inggris, Spanyol, Belanda, hingga Jerman? Dalam perspektif jangka pendek dan mengabaikan faktor sejarah pencapaian senarai negara-negara kuat Eropa tersebut, penulis merasa Italia hanya perlu mengkhawatirkan Prancis, Belgia dan Spanyol saja.

2 dari 3 halaman

Adaptasi Melepas Baju Catenaccio

Prancis dengan skuat yang lebih-kurang sama dengan jajaran pengusung kesuksesan Les Bleus di Piala Dunia Rusia 2018 bisa meraup apa saja lewat racikan taktik brilian Didier Deschamps. Sementara itu, di sisi lain Spanyol memiliki kedalaman skuat yang eksepsional serta mereka punya sejumlah pemain muda dengan jam terbang lumayan di kancah Liga Champions dan Liga Europa.

Belum lagi skuad matador pun memiliki backroom staff yang sudah meraih banyak gelar dalam dua dekade trakhir. Lalu bagaimana dengan Belgia? Mereka memiliki segala persyaratan untuk menjadi kampiun Eropa, namun dalam hal detil duel strategi dalam duel melawan negara kuat Eropa lainnya kadang-kadang kedewasaan kultural antargenerasi juga jadi penentu dan mereka tidak punya faktor-x ini, yang seharusnya mereka terima dari para pendahulunya. So, generasi Kevin De Bruyne cs. ini mungkin jadi pembuka jalan saja untuk generasi emas Belgia berikutnya sebagai kandidat juara sesungguhnya.

Melompat membahas Portugal jelas kita bisa menyebut mereka tengah memasuki masa remang-remang dengan senja karier Cristiano Ronaldo, Inggris memiliki lini belakang yang rapuh, sedangkan generasi anyar Belanda dan Jerman masih menapak naik namun belum teruji di panggung-panggung bertekanan tinggi. Well, kalau mau jujur sebenarnya Italia punya beban yang sama layaknya Belanda dan Jerman, tapi skuat Gli Azzurri punya tantangan besar yang telah mampu mereka lewati.

Ujian terberat serdadu asuhan Mancini adalah dalam beradaptasi cepat untuk segera melepas baju lawas catenaccio milik mereka yang sudah tidak lagi relevan digerogoti tren kekinian sepak bola millenial yang bertulangpunggungkan kreativitas dan agresivitas. Mancini sadar betul bahwa Azzurri sebagai agregasi produk Serie A tidak lagi bisa mengandalkan sistem pertahanan gerendel dan mengandalkan serangan balik serta set-piece bola-bola mati untuk nyolong gol.

3 dari 3 halaman

Grup A Sebagai Sebuah Wadah Pematangan

Upaya untuk mempertahankan tradisi permainan defensif terbukti membuat Italia justru bermain dalam ketakutan dan perasaan waswas sebelum Mancini tiba. Kini, dalam setengah dekade terakhir, Serie A telah banyak berubah dan menghasilkan tim-tim anticatenaccio sekelas Napoli, Juventus, dan Fiorentina, yang sangat berani dengan konsisten menggelar kecepatan, penguasaan bola, dan mendominasi serangan lewat aliran umpan-umpan pendek di zona lawan.

Sayangnya, saya melihat grup lemah tempat Italia bercokol di kualifikasi Euro 2020 lalu seakan menjadi kutukan. Rekor kemenangan mereka yang meyakinkan atas Finlandia, Armenia, Bosnia dan Herzegovina, Yunani, hingga Liechtenstein, bisa mengaburkan komparasi level Italia yang sebenarnya dibanding peluang Prancis, Belgia, dan Spanyol, di turnamen final pada tahun depan.

Namun, pada akhirnya penulis melihat skuat berbakat Mancini yang tetap bakal mengandalkan beberapa pilar uzur seperti Leonardo Bonucci, Giorgio Chiellini dan Fabio Quagliarella, akan menjalani evolusi yang sesungguhnya di Grup A nanti. Bursa taruhan Eropa jauh menjagokan Italia akan menjuarai grup di atas Swiss, Turki, dan Wales, dan di saat itulah sebetulnya pematangan Italia dengan DNA agresif barunya ini akan mencapai titik didih sebagai kelompok kecil yang terdiri dari 22-23 pemain yang berlabel timnas Italia.

Layakkah Italia jadi juara Eropa 2020? Sangat layak! Bila dewi fortuna belum berpihak pada mereka di tahun depan, penulis menjagokan Gli Azzurri untuk menjadi juara dunia di 2022, dengan syarat Roberto Mancini tetap ada di bangku pelatih. Forza Italia!

*Penulis adalah wartawan, VP Operations dan Editor in Chief untuk Bola.com serta Bola.net, kolom ini berisi wawasan pribadi yang terlepas dari sikap kolektif insitusi.

Video Populer

Foto Populer