Sukses


Kisah di Balik Petualangan Singkat Gabriel Batistuta di Inter Milan: Pilihan yang Berujung Penyesalan

Bola.com, Jakarta - Gabriel Batistuta tidak hanya sosok legenda Argentina, tetapi juga sepak bola Italia. Selama 13 tahun pemain yang berjuluk Batigol itu berkarier di Negeri Pizza.

Dia serupa mesin gol saat berkiprah di tiga klub Italia yakni Fiorentina, AS Roma, hingga Inter Milan. Fiorentina bahkan membuat patung Batistuta tetapi permainannya tidak cemerlang saat dipinjamkan ke Inter Milan selama enam bulan.

Gabriel Batistuta juga menyabet Scudetto bersama AS Roma setelah mengoleksi gelar Coppa Italia di Fiorentina. Dalam 10 musim berturut-turut, Batitstuta mencetak dua digit gol di Liga Italia.

Namun, catatan seperti itu tidak muncul saat Batistuta direkrut Presiden Inter Milan pada Januari 2003. Sebelum ke Inter, Batistuta juga telah mencatat karier mengecewakan dalam separuh musim di AS Roma.

Bagaimana Presiden Inter Milan kala itu, Massimo Moratti, ngotot mendatangkan Batistuta dengan status pinjaman? Gabriel Batistuta telah mereka incar sejak 1995.

 

2 dari 4 halaman

Debut Meragukan di Inter Milan

Pada 2003, bulan madu Batistuta di AS Roma sudah berakhir. Padahal, Batistuta turut berperan mempersembahkan scudetto pertama sejak 1983 atau gelar liga ketiga untuk Giallorossi pada 2001.

Pada tahun selanjutnya, Batigol kerap dilanda cedera dan kehilangan permainan terbaik hingga AS Roma gagal mempertahankan Scudetto. Batistuta akhirnya memutuskan pindah ke Inter Milan pada Januari 2003.

Bertahun-tahun kemudian Batistuta mengakui eksploitasi fisik dalam kariernya ternyata membuat lutut dan pergelangan kakinya jadi korban. Namun, dia berharap dapat memulihkan diri serta permainannya di Inter Milan.

Debut Batistuta untuk Inter melawan Empoli cukup menggembirakan. Meski gagal mencetak gol tetapi dia memberikan assist untuk Christian Vieri yang mengemas hat-trick. Sebelumnya, Batistuta menyumbang gol pada laga debutnya bersama Fiorentina dan AS Roma.

 

3 dari 4 halaman

Tekanan Besar

Faktanya adalah meskipun Batistuta gagal di depan gawang, Inter Milan masih menang. Hanya setelah kekalahan dari Chievo, banyak yang mempertanyakan tentang kondisi fisik atau dampaknya kepada tim.

Batistuta baru mencetak gol saat menghadapi Piacenza dan itu pun terjadi secara kebetulan ketika membelokkan tendangan Stephane Dalmat. Batistuta mengaku tekanan memang meningkat karena suporter menginginkan dirinya mencetak banyak gol.

Batistuta sebelumnya menjadi momok bagi Juventus, namun itu tidak berlaku saat memperkuat Inter Milan kala mereka kalah 0-3 dari Bianconeri. Kesalahan itu dia tebus beberapa pekan kemudian saat mencetak gol ke gawang Como di Coppa Italia.

Namun, pertanyaan tetap ada. Apakah dia bisa benar-benar menemukan kembali bentuk permainan terbaiknya? Musim itu, Inter Milan harus mengubur impian meraih Scudetto lagi yang terakhir kali diraih pada 1989.

 

4 dari 4 halaman

Penyesalan

Ketika semua mata menyorot kepada ketajaman Batistuta yang memudar, sang pemain justru mengkritik skema pelatih Inter Milan saat itu, Hector Cuper. Sang pelatih memainkan tiga penyerang sekaligus yakni Vieri, Batistuta, dan Alvaro Recoba.

Batistuta menyebut seharusnya pelatih memakai skema 4-4-2 jika bermain dengan tiga penyerang gagal berbuah positif. Batistuta yang sudah tidak tajam lagi akhirnya memilih hijrah ke Qatar bersama Al Arabi.

Bertahun-tahun kemudian, Batistuta mengaku menyesal telah pindah ke Inter Milan. Dia akhirnya mengakui bahwa pergelangan kakinya sudah dalam kondisi yang buruk saat pindah ke Giuseppe Meazza.

"Massimo Moratti sendiri yang meyakinkan saya untuk bergabung dengan mereka," katanya. "Ada banyak rasa hormat di antara kami dan saya minta maaf. Saya tidak memberinya lebih banyak," sambungnya.

Sumber: Planet Football

Video Populer

Foto Populer