Sukses


PSG Tak Lagi Mengejar Gemerlap, Kini Dihormati Eropa Jelang Final Liga Champions

PSG bukan lagi klub mewah tanpa arah. PSG yang baru rendah hati dan mematikan: siap merebut Liga Champions.

Bola.com, Jakarta - Paris Saint-Germain (PSG) akan melangkah ke final Liga Champions melawan Inter Milan, Minggu dini hari WIB (1-6-2025), dengan wajah yang berbeda dari citra mereka satu dekade terakhir.

Setelah bertahun-tahun dikenal sebagai klub glamor dengan deretan bintang mahal dan hasil yang mengecewakan di Eropa, PSG kini tampil sebagai tim muda, kompak, dan penuh semangat yang telah meraih kembali respek di benua biru.

Kemenangan atas Inter Milan di Munich bukan hanya akan menghapus label "jago kandang" di kompetisi Eropa, TEtapi juga memperkuat transformasi PSG menjadi kekuatan sejati—bukan sekadar tim kaya yang gagal mewujudkan ambisi.

Sejak pengambilalihan oleh Qatar Sports Investments lebih dari 10 tahun lalu, PSG kerap dianggap sebagai tim "nouveau riche" aka tim kaya baru yang lebih sibuk mengoleksi superstar daripada membangun fondasi sepak bola yang solid.

Catatan mereka di Liga Champions pun sering jadi bahan olok-olok—penuh drama, gugur dini, dan kehilangan arah taktik.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 6 halaman

Arah Baru PSG

Namun, era Neymar, Lionel Messi, dan Kylian Mbappe sudah lewat. Di tangan pelatih Luis Enrique, PSG telah membuka lembaran baru: tanpa nama-nama besar, tetapi dengan identitas bermain yang jelas dan skuad muda yang tampil dengan kepercayaan diri tinggi.

"PSG telah meninjau ulang rencana mereka, mengutamakan konsistensi olahraga dan pencapaian ketimbang kemewahan dan popularitas," kata Xavier Barret, seorang konsultan sepak bola.

"Perubahan ini dimulai dua tahun lalu saat mereka memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak Messi, melepas Neymar, dan akhirnya juga merelakan Mbappe, meski dengan berat hati," lanjutnya.

Legenda Manchester United, Peter Schmeichel, turut memuji arah baru PSG.

"Menyingkirkan para bintang Galactico dan membawa pemain muda yang lapar dan bermain sebagai tim, itu sesuatu yang baru di Paris. Ini adalah tim PSG terbaik yang pernah saya lihat selama bertahun-tahun saya datang ke sini," ujar Schmeichel menjelang laga perempat final Liga Champions melawan Aston Villa.

3 dari 6 halaman

Luis Enrique Katalis Perubahan

Kehadiran Luis Enrique jadi katalis perubahan. Gaya bermain menyerang dan reputasi sang pelatih membawa PSG bukan hanya tampil lebih baik, tetapi juga mulai disukai publik dan lawan.

"Begitu Anda mulai menang melawan klub-klub besar Eropa—dan menang dengan gaya—orang akan memandang Anda dengan cara berbeda," ucap Eric Rabesandratana, mantan kapten PSG yang kini jadi analis RFI.

Menurutnya, Enrique menciptakan sistem permainan yang sangat kompleks dan sulit diantisipasi lawan.

"Banyaknya variasi antarpemain dan posisi membuat lawan kebingungan. Ini adalah hasil dari transisi yang dimulai musim lalu dan kini membuahkan hasil."

Ciri khas PSG kini bukan lagi individualisme, melainkan kerja sama tim, pengorbanan, dan disiplin taktik.

Semua itu terlihat jelas saat mereka menyingkirkan Arsenal di semifinal, termasuk kontribusi besar rekrutan Januari, Khvicha Kvaratskhelia, yang sukses meredam Bukayo Saka sekaligus menjadi motor serangan balik.

"PSG era Messi-Neymar tidak akan pernah merekrut pemain seperti Kvara," ujar Barret.

"Tapi, hari ini, kebijakan transfer mereka jauh lebih konsisten. Mereka jadi menyenangkan ditonton karena bermain sangat baik dan masih muda," imbuhnya.

4 dari 6 halaman

Tim Termuda Berjaya

PSG saat ini adalah tim termuda di Liga Champions musim ini, dengan rata-rata usia 24 tahun. Jika mereka menang, mereka akan jadi skuad termuda kedua yang mengangkat trofi setelah Ajax 1994/95.

Lini depan mereka pun sangat menjanjikan: Desire Doue (19 tahun), Bradley Barcola (22), dan Ousmane Dembele yang berpeluang menjadi kandidat Ballon d'Or jika PSG menjuarai turnamen ini.

5 dari 6 halaman

Tangguh dan Matang

Hal yang dulu paling mencolok dari PSG adalah lemahnya mental saat momen-momen penting. Namun, kini, skuad muda Enrique menunjukkan ketangguhan luar biasa.

Satu di antara momen kunci musim ini adalah ketika mereka bangkit dari ketertinggalan dua gol melawan Manchester City di Parc des Princes, Januari lalu, menghindari eliminasi dini.

Kontras itu sangat jelas jika dibandingkan dengan kegagalan masa lalu—seperti kekalahan legendaris di Barcelona (Remontada 2017) atau kekalahan memalukan dari Manchester United dua tahun setelahnya.

Di luar lapangan, PSG juga menunjukkan kematangan. Luis Enrique mendapat kepercayaan penuh untuk menentukan arah tim tanpa campur tangan berlebihan dari pemilik Qatar atau tekanan dari superstar.

"PSG memberi kebebasan penuh kepada Enrique untuk memilih pemain, berkoordinasi dengan direktur olahraga, Luis Campos, yang juga telah bekerja sangat baik di Monaco dan Lille," jelas Barret.

6 dari 6 halaman

Profesional, Sederhana, Membumi

Citra baru PSG kini mencerminkan nilai-nilai yang lebih dekat dengan para pendukung: profesionalisme, kesederhanaan, dan sikap yang membumi—terlihat dari hal-hal kecil seperti Enrique yang bersepeda ke tempat latihan atau berbincang santai dengan fans.

"Ini hal yang sangat positif karena pada akhirnya ini adalah olahraga, dan dalam olahraga, nilai-nilai lah yang paling penting," ucap Enrique dalam konferensi pers jelang laga leg kedua Liga Champions melawan Arsenal.

Setelah bertahun-tahun menjadi objek cemooh karena kegagalan di Eropa, PSG akhirnya punya versi yang bisa diterima dan bahkan didukung oleh banyak orang.

"Ini pertama kalinya publik dan media ingin PSG menang," kata salah satu suporter tetap Parc des Princes kepada AFP.

"Kini jauh lebih sedikit antipati terhadap tim ini," katanya lagi.

Barret optimistis PSG bisa mengalahkan Inter Milan, mengandalkan energi muda untuk menundukkan tim Italia yang lebih tua.

"Kalau ada momen terbaik bagi PSG untuk memenangkan Liga Champions maka, ini dia," ujar Rabesandratana.

"Tapi, dalam sepak bola, tak ada yang pasti. Kartu merah, cedera, atau momen kecil bisa mengubah segalanya. Tidak selalu cukup untuk sekadar pantas menang," katanya mengingatkan.

 

Sumber: France24

Lihat Selengkapnya

Video Populer

Foto Populer