Bola.com, Jakarta - Auckland City datang ke Piala Dunia Antarklub 2025 bukan dengan status sebagai klub "penuh waktu", melainkan sebagai kumpulan pemain paruh waktu yang harus mengambil cuti dari pekerjaan mereka demi membela tim dalam turnamen paling bergengsi antar-juara benua.
Tim asal Selandia Baru itu, yang baru saja menjuarai Liga Champions OFC untuk ke-13 kalinya—dan keempat secara beruntun—akan tampil di Grup C.
Baca Juga
Besarnya Hadiah Uang untuk Klub-klub Piala Dunia Antarklub 2025: Tim yang Enggak Pernah Menang Masih Dapat Rp72 Miliar!
VIDEO: Momen Auckland Cetak Gol Perdana di Piala Dunia Antarklub 2025 Kontra Boca Juniors
Gol Bersejarah Guru Magang di Piala Dunia Antarklub 2025, Antar Auckland City Tahan Imbang Boca Juniors
Mereka tergabung bersama tiga raksasa dunia: Bayern München, Benfica, dan Boca Juniors.
"Bisa jadi ini grup paling sulit yang bisa kami dapatkan," ujar Paul Posa, pelatih Auckland kepada Reuters.
"Ada dua kekuatan tradisional Eropa, Bayern Munchen dan Benfica, serta Boca Juniors, yang juga bisa melaju sampai akhir turnamen," lanjutnya.
Pelatih baru, Mauricio Souza, dikabarkan sudah mengantongi dua nama pemain lokal untuk direkomendasikan ke manajemen. Salah satunya disebut-sebut adalah Thom Haye, gelandang keturunan Indonesia yang sedang naik daun!
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Realistis Menghadapi Tantangan
Posa bukan orang baru di turnamen ini. Ia pernah membawa Auckland City finis di peringkat kelima dalam edisi 2009 setelah mengalahkan Shabab Al Ahli dari UEA dan TP Mazembe dari Kongo.
Kini, sebagai pelatih sementara menggantikan Albert Riera yang absen karena urusan keluarga, ia kembali memimpin skuad dengan ekspektasi yang lebih realistis.
"Memang menyenangkan membayangkan kami bisa tampil kompetitif seperti dulu," aku pria berusia 63 tahun itu.
"Tapi, kami juga sangat realistis soal tantangan yang akan kami hadapi," imbuhnya.
Bukan Pemain Profesional, tapi Penuh Komitmen
Berbeda dengan lawan-lawannya yang bertabur bintang dunia, para pemain Auckland bukanlah pesepak bola profesional penuh waktu. Mereka bekerja di luar sepak bola dan hanya bisa berlatih di sela-sela jam kerja.
"Semua pemain kami punya pekerjaan lain di luar sepak bola," jelas Posa.
"Namun, mereka menunjukkan dedikasi luar biasa terhadap sepak bola, meski hanya bisa berlatih di luar jam kerja," tegasnya.
Beberapa pemain bahkan harus mengambil cuti tahunan untuk bisa tampil di dua turnamen penting: Liga Champions OFC dan Piala Dunia Antarklub.
"Ada pemain yang bahkan tidak bisa ikut keduanya sekaligus karena keterbatasan cuti," ungkapnya.
Turnamen edisi tahun ini berlangsung dari pertengahan Juni hingga pertengahan Juli, yang berarti berada di tengah musim kompetisi Auckland—tidak seperti format sebelumnya yang digelar usai musim.
"Tantangan kami adalah bagaimana menjaga agar para pemain mencapai performa puncak di waktu yang tepat," kata Posa.
"Namun, saya percaya kami berada di jalur yang benar untuk itu," ucapnya.
Filosofi Permainan dan Budaya Kompetitif
Kendati datang sebagai pelatih sementara, Posa tetap meneruskan gaya main khas Auckland City yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
"Tidak sulit mempertahankan filosofi permainan yang telah berkembang di Auckland City selama bertahun-tahun. Tentu saja, setiap pelatih akan memberikan sentuhan pribadi," ujarnya.
Stabilitas ini menjadi kunci kesuksesan Auckland.
"Kami terus membangun dari pengalaman di kompetisi sebelumnya, dengan fokus konsisten untuk selalu terorganisasi dan siap, baik di dalam maupun di luar lapangan," lanjut Posa.
Lebih dari sekadar taktik, Posa menyoroti semangat juang skuadnya.
"Budaya di dalam tim ini adalah mereka selalu ingin menang. Motivasi bukan masalah sama sekali."
Sumber: Reuters via The Star