Sukses


2 Skenario Taktik Tiki-taka Timnas Indonesia ala Alfred Riedl

Bola.com, Jakarta - Saat pertama kali mendarat menukangi Timnas Indonesia di ajang Piala AFF 2010, Alfred Riedl mengusung skema permainan 4-4-2. Di dua ajang serupa edisi selanjutnya pelatih asal Austria tersebut memainkan dua pola berbeda. Menegaskan ia tipikal arsitek yang doyan melakukan evolusi.

Saat Piala AFF 2010, Alfred mengungkapkan, alasan utama memilih skema 4-4-2 karena ia memiliki ketersediaan gelandang-gelandang yang kuat bermain menyerang serta bertahan. Di sepanjang turnamen ia mengandalkan duet Firman Utina dan Ahmad Bustomi di jantung lini tengah.

Keduanya ditopang dua gelandang serang bernafas kuda yang rajin naik dan turun, Oktovianus Maniani dan M. Ridwan. Lini tengah Tim Garuda tidak benar-benar mengandalkan empat pemain saja. Sejatinya, Alfred menempatkan satu pemain depan di posisi yang fleksibel.

Saat timnas ditekan lawan ia akan bermain sedikit mundur. Peran ini dijalankan pemain blasteran Indonesia-Belanda, Irfan Bachdim, yang sejatinya bermain di posisi gelandang serang serta sayap.

Irfan tak kesulitan menjalankan peran baru karena ia didikan akademi klub Belanda, Utrecht FC, yang menuntut seorang bisa bermain lebih dari satu posisi. Tugas sebagai ujung tombak murni dijalankan oleh Cristian Gonzales.

Alfred Riedl, Timnas Indonesia. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

"Saya mengedepankan keseimbangan di tiap lini. Pola tradisional 4-4-2 cocok dimainkan jika melihat ketersediaan pemain di Timnas Indonesia," terang Alfred Riedl saat itu.

Strategi Alfred jitu. Timnas Indonesia tampil menyakinkan sepanjang perhelatan. Indonesia melangkah ke semifinal dengan status juara Grup A dengan mengantungi tiga kemenangan (5-1 Vs Malaysia, 6-1 Vs Laos, 2-1 Vs Thailand). Pada fase empat besar tanpa kesulitan berarti Firman Utina cs. mengandaskan Filipina dengan agregat 2-0.

Sayang saat di final Indonesia secara mengejutkan digasak Malaysia. Tim Negeri Jiran menang telak 3-0 di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, dan kemudian hanya kalah tipis 1-2 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan.

Walau gagal jadi jawara penampilan Tim Merah-Putih dipuji publik sepak bola Tanah Air. Timnas Indonesia bisa dibilang juara tanpa trofi, tampil dominan dan trengginas di pentas turnamen namun tak diakhiri dengan gelar juara.

2 dari 5 halaman

Pragmatis bak Jose Mourinho

Empat tahun berselang, Alfred Riedl menggeber strategi berbeda. Di Piala AFF 2014, sang mentor mengadopsi patron permainan yang tengah populer di pentas sepak bola dunia 4-2-3-1. Strategi satu ini ditenarkan oleh pelatih asal Portugal, Jose Mourinho, di FC Porto dan Chelsea, yang akhirnya banyak diadopsi pelatih-pelatih lain.

Strategi ini mulus dimainkan karena ia memiliki pemain-pemain bertahan kokoh yang mobil melakukan aksi box to box atau cutting edge. Mereka ditopang penyerang-penyerang sayap tajam yang doyan menusuk ke jantung pertahanan lawan.

Di sektor gelandang bertahan Timnas Indonesia memiliki duo benteng, Raphael Maitimo serta Achmad Jupriyanto. Sementara itu, di sektor sayap ada sosok Zulham Zamrun, Muhammad Ridwan, dan Boaz Solossa yang amat menyenggat. Ketiganya amat cepat dan bisa diandalkan sebagai finisher.

Zulham Zamrun, sayap tajam Timnas Indonesia di Piala AFF 2014. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Jika melihat komposisi skuat timnas kala itu, peluang juara amat besar. Kehadiran sejumlah pemain naturalisasi macam Maitimo, Victor Igbonefo (Bek), serta Sergio van Dijk (striker), membuat skuat Tim Garuda tampak kinclong.

Belum lagi ditambah kehadiran Evan Dimas, gelandang serang belia yang tengah naik daun di Timnas Indonesia U-19. Mereka berkolaborasi dengan pemain-pemain pelanggan timnas yang matang jam terbang internasional macam Firman Utina, Zulkifli Syukur, Cristian Gonzales, atau Supardi Nasir.

Tapi modal di atas kertas tak bisa dimaksimalkan saat berlaga di lapangan. Indonesia gagal menembus semifinal setelah tertatih-tatih di penyisihan Grup A yang dihelat di Vietnam.

Pada laga pembuka penyisihan Sergio van Dijk cs. bermain imbang 2-2 melawan Vietnam. Selanjutnya secara menyakitkan digasak 0-4 melawan Filipina yang bertabur pemain bule asal Eropa. Kemenangan 5-1 atas Laos tak menolong.

3 dari 5 halaman

Kebugaran dan Pemain Gaek

Alfred menyebut alasan tim asuhannya tampil di bawah ekspetasi karena masalah kebugaran. Para pemainnya tidak dalam kondisi segar setelah menjalani kompetisi sembilan bulan. Sebelum berangkat ke Negeri Paman Ho, ia hanya mendapat waktu empat hari saja menggeber latihan persiapan.

Pelatnas Piala AFF 2014 sendiri sejatinya mulai digeber sejak bulan Februari. Alfred kala itu menjalankan sistem pelatnas buka-tutup secara berkala.

Tim Garuda sempat melakoni tur ke Spanyol. Hanya memang tak bisa dibohongi, energi para pemain terkuras jadwal padat kompetisi. Pada saat itu pelaksanaan Indonesia Super League kerap diganggu aktivitas politik Pemilu wakil rakyat dan Presiden RI.

"Pemain tidak dalam kondisi fresh saat menjalani pertandingan di Piala AFF 2014. Di kepala mereka terpendam keinginan untuk segera menikmati liburan," ungkap Alfred.

Boaz Solossa, kehabisan bensin saat bertarung di Piala AFF 2014. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

"Kami benar-benar lelah, tidak ada kesempatan rihat sejenak selepas menjalani pertandingan maraton ISL 2014 dan langsung dihadapkan pertandingan sarat tekanan di Piala AFF," curhat Boaz Solossa, yang gagal unjuk ketajaman selepas mengantar Persipura Jayapura ke final ISL 2014.

Kalau mau jujur, keputusan sang pelatih memboyong banyak pemain veteran membuat situasi semakin tidak menguntungkan. Stamina pemain-pemain di atas usia 30 tahun sudah barang tentu tak sebugar pemain-pemain muda.

Alfred terkesan mengingkari filosofinya sendiri empat tahun sebelumnya, yang berani melakukan eksperimen, memasang pemain-pemain muka baru di skuat Timnas Indonesia pada Piala AFF 2010.

Target tinggi wajib juara yang dibebankan PSSI membuat ia amat pragmatis. Mantan nakhoda Vietnam dan Laos tersebut bermain safety dengan memberdayakan pesepak bola kenyang pengalaman.

Faktanya justru pemain muda usia seperti Evan Dimas dan Ramdani Lestaluhu yang tampil apik lewat gol dan assist di Piala AFF 2014. Keduanya bahkan sejatinya hanya berstatus serep.

4 dari 5 halaman

Terinspirasi Barcelona

Belajar dari kegagalan menyakitkan di Piala AFF 2014, Alfred Riedl terlihat melakukan perubahan metode bermain Timnas Indonesia. Secara mengejutkan ia tidak memanggil pemain-pemain matang pengalaman dan menggantikannya dengan muka-muka baru dengan usia relatif muda.

Melihat komposisi 22 pemain yang dipanggil untuk keperluan uji coba melawan Malaysia pada Selasa (6/9/2016) di Stadion Manahan, Solo, ada fenomena menarik. Banyak pemain-pemain mungil di skuat Tim Garuda.

Ekstremnya: di jajaran gelandang tidak ada pemain yang berfungsi sebagai jangkar. Gelandang-gelandang yang dipanggil pelatih kelahiran, Wina, Austria, 2 November 1949 tersebut tipikal permainannya stylist. Mereka doyan memegang bola dan menggeber passing ke sesama.

Evan Dimas, kemungkinan bakal diplot sebagai playmaker Timnas Indonesia oleh Alfred Riedl. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Evan Dimas, Ichsan Kurniawan, dan Septian David Maulana, notabene pemain veteran Timnas Indonesia U-19 racikan Indra Sjafri yang dikenal terinspirasi dengan filosofi bermain ala Tiki-taka Barcelona.

Mereka raja operan pendek dan amat kuat sisi ofensifnya. Mereka berkolaborasi dengan Adam Alis serta  Irsyad Maulana, yang gaya bermainnya hampir mirip. 

Alfred Riedl agaknya ingin Timnas Indonesia bermain dominan memenangi pertarungan penguasaan bola saat menjajal lawan-lawan di penyisihan Grup A Piala AFF 2016 nanti.

Dalam sebuah perbincangan dengan Bola.com beberapa tahun silam Alfred secara terbuka mengaku kagum dengan penampilan Timnas Indonesia U-19. Menurutnya gaya bermain yang dikembangkan oleh Indra Sjafri cocok dengan postur pemain Indonesia yang relatif pendek.

 

"Memainkan umpan-umpan panjang dan udara jelas tidak akan menguntungkan karena Indonesia tidak banyak memiliki pemain dengan tinggi menjulang," ungkap Alfred Riedl.

Hanya kala itu saat ditanya kemungkinan dirinya memboyong banyak pemain Tim Garuda Muda ke timnas senior, Alfred mengaku belum berani.

"Mereka masih terlalu muda. Tekanan bertanding di level senior berbeda dengan junior. Mereka butuh jam terbang bermain di kompetisi untuk sebelum akhirnya promosi ke level senior," ucapnya.

Ajang Piala AFF 2016 momen yang tepat. Para pemain veteran Timnas Indonesia U-19 kini lebih matang karena bermain di pentas kompetisi profesional. Alfred bersama asistennya, Wolfgang Pikal, intens memantau perkembangan mereka saat berlaga di Torabika Soccer Championship 2016.

"PSSI ingin timnas lebih segar dengan kehadiran banyak pemain muda. Kami sepakat soal itu, sudah saatnya Indonesia melakukan peremajaan pemain. Tapi tentu pemain-pemain muda yang dipilih harus menyesuaikan strategi  yang disiapkan pelatih," kata Wolfgang Pikal.

5 dari 5 halaman

Irfan Bachdim Jadi False Nine?

Selain bertaburnya gelandang mungil, perubahan gaya terlihat mencolok di sektor depan. Tak ada striker murni yang dipanggil Alfred Riedl saat uji coba melawan Malaysia.

Saat melakukan pemantauan pemain Wolfgang Pikal sempat berujar: "Indonesia punya masalah di lini depan. Tidak ada striker yang terlihat benar-benar tajam sebagai penyerang murni. Mereka kalah bersaing dengan bomber-bomber asing. Kami akan menyiapkan solusinya," ungkap asisten pelatih yang telah mendampingi Alfred Riedl sejak tahun 2010 itu.

Striker-striker elite lokal macam Sergio van Dijk, Bambang Pamungkas, Tantan, Airlangga Sucipto, Samsul Arif, terlihat paceklik gol di klubnya masing-masing.

Memang ada sosok Cristian Gonzales, yang terlihat tajam bersama Arema Cronus. Hanya Alfred agaknya belum berniat memanggil striker naturalisasi berdarah Uruguay tersebut, yang usianya teramat gaek memasuki 40 tahun. 

Saat menjamu Tim Negeri Jiran, Alfred agaknya ingin mencoba Irfan Bachdim (Hokkaido Consadole Sapporo) dan Lerby Eliandry Pong Baru (Pusamania Borneo FC) memainkan peran baru. Mereka tidak akan diplot sebagai predator murni, melainkan false nine (penyerang penipu).

Zulham Zamrun dan Irfan Bachdim, bakal berkolaborasi saat Timnas Indonesia menjajal Malaysia. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Strategi penyerang bayangan sukses dimainkan timnas Spanyol saat memenangi Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2012. Tim Negeri Matador menempatkan seorang pemain, yang sejatinya lebih berperan sebagai gelandang serang, mengisi pos penyerang tengah dalam formasi 4-3-3.

Sang pemain (dalam hal ini diperankan Cesc Fabregas) bakal sering bergerak untuk memancing perhatian pemain-pemain belakang lawan dari zona pertahanan rapat yang mereka usung. Tipikal permainan Irfan dan Lerby cocok dengan peran itu. 

Di sisi lain Alfred akan sangat mengandalkan penyerang-penyerang sayap untuk mengerek produktivitas lini depan. Boaz Solossa, Zulham Zamrun, serta Andik Vermansah, yang amat cepat dan bernaluri tinggi mencetak gol bakal diplot untuk menciptakan kepanikan kubu lawan dari sisi melebar.

Strategi permainan yang diusung melawan timnas Malaysia nantinya masih akan amat mungkin berubah, karena sejatinya laga uji coba menjadi ajang melihat potensi 22 pemain yang masuk daftar skuad Garuda sementara.

Belum satu pemain yang posisinya paten. Jika ingin terpilih sebagai pemain inti mereka harus membuktikan kemampuan terbaik saat menjajal Tim Negeri Jiran.

Alfred Riedl memberi sinyal tidak hanya terpaku pada 22 pemain pilihannya saat ini. Ia masih akan terus memantau perkembangan pemain lain yang berkiprah di pentas kompetisi kasta elite. Nanti memasuki bulan Oktober nanti nama-nama yang akan diboyong ke Filipina memasuki finalisasi.

Video Populer

Foto Populer