Sukses


Timnas Indonesia Bisa Hancurkan Vietnam jika Fokus 5 Strategi Ini

Bola.com, Jakarta - Pasukan Timnas Indonesia bakal menjamu Vietnam pada semifinal Piala AFF 2016. Duel perdana kedua tim bakal tersaji di Stadion Pakansari, Cibinong, pada Sabtu (3/12/2016), sebelum berlanjut di Stadion My Dhinh, Hanoi, pada Rabu (7/12//2106).

Tim asuhan Alfred Riedl sendiri lolos ke semifinal secara dramatis. Sempat jadi juru kunci Grup A setelah kalah 2-4 kontra Thailand serta bermain imbang 2-2 versus Filipina, Boaz Solossa menyodok ke posisi runner-up setelah mengalahkan Singapura 2-1 pada laga penutup penyisihan.

Permainan Tim Merah-Putih terlihat belum stabil. Cukup produktif menjebol gawang lawan, dengan torehan enam gol di tiga pertandingan, pertahanan Timnas Indonesia terlihar rapuh. Yanto Basna cs. kebobolan tujuh gol.

Situasi ini kudu dicermati benar oleh Alfred Riedl, jika tidak ingin mimpi lolos ke final sirna karena timnas dipecundangi Vietnam.

"Timnas Indonesia punya kans lolos ke final, namun tentu hal itu bisa diwujudkan jika para pemain benar-benar fokus mencermati kelebihan dan kelemahan lawan," ujar Danurwindo.

Kubu lawan, Tim Negeri Paman Ho, bukan lawan asing. Jelang Piala AFF 2016 Vietnam dua kali bertanding melawan Indonesia. Pada uji coba perdana di Stadion Maguwoharjo, Sleman, kedua tim berbagi skor imbang 2-2.

Selanjutnya, saat bertandang ke Hanoi, Timnas Indonesia kalah 2-3. Sinyal bahwa Lee Chong Vinh dkk. bukan lawan sembarangan. Vietnam, pengoleksi satu gelar Piala AFF 2016 (edisi 2008), diyakini bakal jadi lawan menyulitkan bagi penggawa Garuda.

Pelatih kawakan Danurwindo, menyebut setidaknya ada empat aspek yang wajib diperhatikan Timnas Indonesia agar tidak tersandung di dua duel semifinal.

Danur, yang notabene jadi asisten Anatoli Polosin saat Timnas Indonesia memenangi gelar SEA Games 1991 tersebut menyebut Evan Dimas cs. punya kans melaju ke partai puncak jika sukses menjaga fokus di hal-hal penting ini. Apa-apa saja itu?

Memperbaiki Soliditas Bertahan

1. Memperbaiki Soliditas Bertahan

Timnas Indonesia dipastikan tidak diperkuat duo stoper, Yanto Basna serta Fachrudin Aryanto pada duel leg pertama semifinal Piala AFF 2016. Keduanya terkena hukuman akumulasi kartu.

Menepinya kedua bek sebuah kerugian. Terlepas dari keduanya tampil belum pada level permainan terbaik, mereka dinilai bagian kepingan puzzle pondasi tim asuhan Alfred Riedl saat ini.

Pemain baru yang mengantikan mereka, harus cepat nyetel dengan ritme permainan skuat inti.

Manahati Lestusen, harus cepat nyetel dengan atmosfer skuat inti Timnas Indonesia. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Tiga stoper pelapis: Manahati Lestusen, Gunawan Dwi Cahyo, serta Hansamu Yama, minim jam terbang di laga uji coba serta tiga laga penyisihan turnamen. Ibarat mesin mobil, mereka belum panas benar bisa nyetel dengan atmosfer pertandingan.

Di masa persiapan kurang seminggu, mereka wajib cepat menyesuaikan diri, Alfred wajib meningkatkan intensitas latihan mereka agar saat nantinya tampil di lapangan mereka sudah panas dan siap 100 persen bertarung. 

Bicara soal keroposnya lini belakang sejatinya duet Basna-Fachrudin tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Sebagai bek mereka menghadapi situasi sulit, karena lini tengah yang kurang solid menahan skema ofensif lawan.

Dengan mengandalkan formasi 4-4-2, sejatinya dua gelandang tengah kudu diback-up oleh dua striker saat menghadapi tekanan. Tujuannya agar mereka bisa fokus membantu pertahanan. Hal itu terlihat belum berjalan maksimal di tiga laga penyisihan Grup A.

Pandai Mengatur Tempo

2. Pandai Mengatur Tempo

Salah satu penyebab Timnas Indonesia meraih hasil kurang bagus di dua laga awal penyisihan Grup A, karena kegagapan para pemain mengatur tempo permainan.

Saat menyusul skor 2-2 pada duel kontra Thailand, semestinya Timnas Indonesia tidak terus memaksakan diri menggeber permainan menyerang. Kualitas individu serta kolektivitas permainan Tim Negeri Gajah Putih setingkat lebih baik.

Semestinya, Tim Garuda fokus bertahan, memperlambat tempo permainan. Kegagalan mengatur tempo berending buruk. Thailand menjebol gawang Timnas Indonesia dua kali lewat skema serangan balik.

Evan Dimas Darmono, Timnas Indonesia tak boleh terus memaksakan diri bermain cepat. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Situasi serupa terjadi saat duel melawan Filipina. Sempat dua kali unggul, Stefano Lilipaly dkk. harus menerima kenyataan pahit gagal menang setelah The Azkals melakukan revans gol penyama kedudukan. Skor imbang 2-2 semestinya tidak terjadi jika tim besutan Alfred Riedl tidak memaksakan diri meladeni permainan cepat Filipina.

Timnas Indonesia saat itu wajib memperlambat tempo dan fokus menata pertahanan. Kondisi ini tidak boleh terulang.

Pada dua pertandingan persahabatan melawan Vietnam, sejatinya Timnas Indonesia terjebak masalah ini. Pada bentrok pertama Timnas Indonesia sempat unggul 2-0, sebelum akhirnya dipaksa bermain imbang 2-2.

Berikutnya juga demikian, sempat dua kali unggul, Tim Negeri Paman Ho akhirnya bisa menyusul serta menutup permainan dengan skor 3-2. Belajar dari pengalaman buruk tersebut, Timnas Indonesia harus bisa fleksibel memainkan tempo permainan.

Pemain model, Stefano Lilipaly dan Evan Dimas, yang diplot sebagai gelandang tengah dituntut jadi dirijen permainan. Mereka kudu tahu kapan bermain cepat dan lambat.

Memaksimalkan Pemain Cepat

3. Memaksimalkan Pemain Cepat

Alfred Riedl doyan memainkan patron permainan direct football. Timnas Indonesia jarang melakukan umpan pendek, melainkan cenderung menggeber umpan jarak jauh ke area pertahanan lawan.

Pilihan tersebut terasa wajar karena Timnas Indonesia punya sederet pemain cepat. Boaz Solossa sebagai striker didampingi Andik Vermansah serta Rizky Ripora di kedua sisi sayap, jadi momok yang menakutkan bagi pertahanan lawan dengan kecepatan lari yang sulit terkejar.

Boaz Solossa, salah satu pemain cepat yang menjadi kunci permainan ofensif Timnas Indonesia. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Stok pemain kencang bertambah dengan adanya Bayu Gatra, Ferdinand Sinaga, serta Zulham Zamrun. Strategi direct football terbukti tokcer. Sejak fase uji coba hingga penyisihan, Timnas Indonesia seringkali mencetak gol lewat skema serangan balik atau bola-bola langsung ke area pertahanan lawan.

Pemain-pemain bermodal speed and power ini wajib dieksploitasi secara maksimal. Walau tetap Alfred Riedl harus menyiapkan back-up plan, jika ternyata Vietnam sudah menghafal gaya bermain Tim Merah-Putih.

Akan tetapi memang tidak mudah menghentikan laju pemain-pemain cepat yang doyan melakukan tusukan dengan memanfaatkan lebar lapangan.

Panjang Akal Menghadapi Pressing

4. Panjang Akal Menghadapi Pressing

Pemain-pemain Vietnam dikenal ulet saat bermain. Mereka bisa konsisten melakukan pressing (tekanan) terhadap lawan saat memegang bola.

Mereka selalu membatasi ruang pemain-pemain tim lawan yang dihadapi dengan melakukan penjagaan yang cenderung bergaya man to man. Strategi ini kerap menyulitkan tim-tim yang pemainnya kurang panjang akal.

Mereka bakal kelimpungan menghadapi kerapatan jarak yang diciptakan pemain Vietnam. Patut dicatat pula, mayoritas penggawa Tim Negeri Paman Ho punya stamina prima. Mereka bisa melakukan pressing secara konstan selama 90 menit.

Menghadapi situasi seperti ini para pemain Timnas Indonesia dituntut cerdik dan tidak gampang panik menghadapi pressing Vietnam.

Andik Vermansah dan Stefano Lilipaly, tidak boleh panik saat mendapat pressing lawan. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Tim Garuda bisa dibilang beruntung memiliki pemain-pemain dengan skill individu mumpuni macam Stefano Lilipaly, Evan Dimas, Andik Vermansah, Boaz Solossa. Mereka punya kepercayaan diri melewati kepungan pemain lawan.

Sekarang tinggal bagaimana mereka pintar-pintar mencari solusi saat menghadapi kawalan dua hingga tiga pemain Vietnam dalam jarak berdekatan. Jika bisa sukses peluang membobol gawang lawan amat besar, karena akan banyak area kosong tercipta saat Vietnam melakukan man to man marking.

Lentur pada Perubahan Gaya Main

5. Lentur pada Perubahan Gaya Main

Di dua laga penyisihan Grup A, Timnas Indonesia bermain dengan patron 4-4-2. Hasilnya kurang memuaskan. Sempat muncul anggapan kalau pelatih Tim Garuda, Alfred Riedl, tidak lentur berstategi.

Namun, stigma itu terpatahkan saat Indonesia bersua Singapura. Skema Tim Merah-Putih berevolusi menjadi 4-2-3-1, yang membuat lini tengah Singapura (mereka bermain 4-5-1) tidak bisa leluasa bergerak.

Fleksibelitas terlihat kala Timnas Indonesia tertinggal 0-1, Alfred merubah style saat pertandingan berjalan menjadi 4-5-1. Hasilnya dua gol tercipta.

Para pemain Timnas Indonesia harus dibiasakan fleksibel saat skema bermain berubah di tengah jalan. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Menghadapi situasi pertandingan yang berbeda-beda, Timnas Indonesia harus punya banyak skenario bermain. Vietnam sudah barang tentu sudah mempelajari secara mendetail sistem bermain Boaz Solossa cs.

Jika memang rencana taktik yang telah disiapkan Alfred Riedl tidak berjalan maksimal pada awal-awal laga, pelatih asal Austria itu bisa melakukan perubahan cepat untuk kemudian mewujudkan lawan.

Berbekal materi pemain yang ada saat ini, Timnas Indonesia bisa bermain dengan banyak strategi. Mulai dari 4-2-3-1, 4-4-2, 4-5-1, atau bahkan 3-5-2. Dalam sesi latihan persiapan para pemain tentu harus dibiasakan melakukan perubahan cepat.

Video Populer

Foto Populer