Sukses


Kala Sepak Bola Dirugikan Oleh Aktornya Sendiri

Bola.com, Jakarta - Sepanjang sejarah Liga Indonesia digelar sejak musim kompetisi 1994, setelah kompetisi Galatama dan Divisi Utama Perserikatan digabung, Persib memiliki tiga tim terbaik di era yang berbeda. Setidaknya itu menurut penilaian saya. Anda boleh setuju, boleh tidak.

Tim pertama adalah Persib saat menjuarai Liga Indonesia edisi pertama 1994-1995. Kala itu Persib dilatih Indra Thohir dan bermaterikan pemain legendaris macam Robby Darwis, Adeng Hudaya, Yusuf Bachtiar, serta Sutiono Lamso.

Tim terbaik berikutnya adalah Persib ketika menjadi kampiun Piala Presiden. Tim Maung dilatih Djadjang Nurdjaman yang punya amunisi mentereng seperti Makan Konate, Achmad Jufriyanto, Vladimir Vujovic, Firman Utina, Zulham Zamrun hingga Ilija Spasojevic.

Terakhir, tim terbaik Persib adalah tim yang tampil di kompetisi Liga 1 2018. Tim Maung saat ini ditangani Mario Gomez. Pelatih asing asal Argentina itu membuat Persib menjadi tim tangguh dengan komposisi pemain lokal yang matang dan pemain asing. Gomez juga berani menurunkan pemain muda.

Racikan Gomes membuat Persib kini bertengger di pucuk klasemen Liga 1 2018. Persib mengoleksi 44 poin, berselisih enam PSM yang mengumpulkan 38 poin setelah sama-sama menjalani 23 laga. Jika tak ada kasus pengeroyokan suporter Persija, Haringga Sirla, hingga tewas oleh oknum bobotoh di Stadion GBLA jelang laga Persib vs Persija, jalan Persib untuk merengkuh gelar kompetisi terbuka lebar.

2 dari 3 halaman

Peluang Juara Menguap

Namun kasus meninggalnya Haringga, yang merupakan korban jiwa ketujuh di laga Persib vs Persija era Liga Indonesia, membuat jalan Persib merengkuh gelar amat terjal. Hukuman Komdis PSSI terhadap tim Persib, pemain, panpel, hingga suporter adalah penyebabnya.

Komdis menghukum Persib berupa laga kandang di Kalimantan tanpa penonton hingga akhir musim kompetisi Liga 1. Padahal Persib masih punya enam laga home dari sisa 11 pertandingan di Liga 1 2018. Selain itu, Persib diganjar dengan pertandingan kandang tanpa penonton di Bandung hingga setengah musim kompetisi 2019.

Dari sisi pemain, tiga legiun asing Persib dilarang main di beberapa laga. Mereka adalah Jonatan Bauman (skorsing 2 pertandingan), Bojan Malisic (4), dan Ezechiel Ndouasel (5). Tanpa mereka, kekuatan Persib jelas banyak tereduksi.

Hukuman tersebut baru sebagian, karena masih ada skorsing buat asisten pelatih Fernando Soler, panitia pelaksana pertandingan, dan denda uang ratusan juta rupiah. Sederet hukuman dari Komdis itu adalah salah satu yang paling berat sepanjang sejarah Liga Indonesia buat satu tim.

Pahit, merugikan, dan berat buat tim Persib dan suporter pendukungnya? Pasti.

Hukuman berat tersebut tentu diharapkan menimbulkan efek jera buat pihak yang terkait. Namun apakah hukuman berat itu efektif dan menjamin tak akan ada lagi kasus serupa? Belum tentu.

3 dari 3 halaman

Manual Book Pengamanan

Sebagai pihak yang terhukum, Persib dan suporternya sudah pasti harus melakukan introspeksi. Namun PSSI sebagai induk organisasi dan PT Liga Indonesia sebagai operator kompetisi juga harus berbenah untuk mengurangi kemungkinan kejadian yang merenggut nyawa kembali terulang lagi dan lagi.

Mengharapkan suporter yang berseteru bisa berdamai dalam waktu singkat bukan hal yang mudah buat sekarang. Karena perdamaian yang terwujud baru di level mereka yang menjadi pemimpin. Padahal permasalahan dan gesekan selalu terjadi di level akar rumput.

Sayangnya, setelah waktu dua minggu kompetisi Liga 1 2018 sempat distop, belum ada kabar soal pedoman atau  konsensus baru untuk mengamankan sebuah pertandingan. Padahal memberikan sanksi berat seperti yang diterima Persib bukanlah jalan keluar untuk mengatasi masalah ini. 

Hal yang saat ini realistis untuk dilakukan adalah mengamankan sebuah pertandingan dengan perhitungan yang cermat. Perlu dipikirkan dan direalisasikan untuk dibuat manual book soal pengamanan sebuah pertandingan. Mulai dari yang punya resiko rendah hingga yang paling berbahaya. 

Hal itu bisa dilakukan sambil terus melakukan edukasi ke suporter di level akar rumput untuk meyakini bahwa menonton sepak bola tanpa rusuh merupakan sebuah kenikmatan tiada tara. Karena sesungguhnya tak ada nyawa yang sepadan dengan tontonan bernama sepak bola. Jangan sampai sepak bola justru dikerdilkan dan dirugikan oleh para aktornya seperti pengurus, pemain, atau suporter.

 

 

 

 

Video Populer

Foto Populer