Sukses


4 Duet Benteng Tangguh Tebaik PSIS Sejak Era Ligina Sampai Liga 1

Bola.com, Jakarta - Klub sarat tradisi Liga Indonesia, PSIS Semarang, dikenal seringkali memiliki duet bek tengah yang disegani sejak era Ligina hingga memasuki Liga 1, kompetisi kasta tertinggi sepak bola Tanah Air. Tim asal Jawa Tengah itu seakan tidak pernah kehabisan stok pemain belakang terbaik di Indonesia.

Pamor pemain belakang tidak kalah dibandingkan barisan penyerang yang sering menjadi penentu kemenangan dalam sebuah tim. Peran para tulang punggung pertahanan cukup besar dalam menghentikan serangan lawan.

Para pemain belakang bahu-membahu agar pertahanan mereka tidak terancam, atau ikut membantu kerja penjaga gawang. PSIS Semarang, sebagai tim dengan sejarah panjang ikut memiliki barisan benteng pertahanan di setiap eranya.

Kejayaan PSIS dari setiap masanya, tidak bisa dipisahkan dari kualitas para defender mereka. Tim asal Provinsi Jateng ini tercatat pernah meraih sejumlah pencapaian menawan, termasuk juara pada Ligina edisi 1999.

Saat ini PSIS juga masuk jajaran tim elite Indonesia yang tampil di kasta tertinggi yakni Liga 1 sejak tiga tahun terakhir. Tidak ada salahnya mengupas tentang deretan pemain belakang PSIS yang ikut andil dalam permainan tim Mahesa Jenar.

Kali ini Bola.com sedikit bernostalgia dengan membedah kekuatan lini belakang PSIS Semarang dari masa ke masa. Setidaknya ada empat duet bek ganas yang pernah dimiliki tim berjulukan Mahesa Jenar tersebut yang berdampak pada prestasi hebat tim kebanggaan Panser Biru dan Snex ini.

 

Video

2 dari 5 halaman

1. Bonggo Pribadi - Agung Setyabudi

Kiprah PSIS pada Ligina edisi 1999 banyak yang sulit memprediksi. Kompetisi kala itu adalah fase transisi dari force majeure di tahun 1998 akibat situasi politik di Indonesia.

PSIS justru berhasil menjadi kuda hitam bahkan sukses merengkuh gelar juara. Perjalanan panjang hingga mampu menundukkan tim besar Persebaya Surabaya di laga final adalah perjuangan hebat para penggawa Mahesa Jenar.

Kualitas kedalaman skuat yang merata memang menjadi kunci sukses PSIS merengkuh trofi saat itu. Selain sosok fenomenal Tugiyo si Maradona dari Purwodadi, pemain lain tak kalah menunjukkan perannya.

Termasuk duet lini belakang Bonggo Pribadi dan Agung Setyabudi. Fungsi kedua pemain ini di PSIS sulit dilupakan bagi publik sepak bola Semarang. Keduanya hijrah bersama dari Arseto Solo yang bubar di tahun 1998.

Bonggo dan Agung menyeberang dari Solo ke Semarang bersama dua rekan lainnya, I Komang Putra dan Ali Sunan. Keempatnya berkontribusi besar bagi kejayaan PSIS.

Bonggo Pribadi dikenal sebagai bek tangguh sejak ia memperkuat tim besar Pelita Jaya dan Arseto. Begitu juga Agung Setyabudi menimbang pengalaman yang begitu lama di Arseto hingga di level Timnas Indonesia.

Bonggo Pribadi seperti menjadi tembok yang sulit dihancurkan bagi pemain lawan, membuat gawang I Komang Putra cukup aman dari serangan. Sedangkan Agung Setyabudi beroperasi sebagai bek maupun pemain sayap.

Bahkan gol kemenangan PSIS di partai final 1999 ke gawang Persebaya yang dicetak Tugiyo, tak lepas dari andil Agung Setyabudi. Bola berawal dari penguasaannya sebelum dikirimkan ke depan untuk dituntaskan oleh Tugiyo.

 

3 dari 5 halaman

2. Maman Abdurahman - Fofee Kamara

PSIS Semarang nyaris kembali mengulang kejayaan pada tahun 2006. Yakni dengan berhasil melaju hingga ke partai final bertemu Persik Kediri.

Sayang, laga puncak yang digelar di Stadion Manahan kala itu dimenangi oleh Persik. Gol tunggal Cristian Gonzales ke gawang I Komang Putra, memaksan PSIS harus puas dengan predikat runner-up.

Namun dalam perjalanannya hingga final, kiprah PSIS tidak bisa dilepaskan dari barisan belakang mereka. Emanuel De Porras boleh menjadi sosok paling penting dalam urusan menjebol gawang lawan.

Namun jangan melupakan duet lini belakang PSIS saat itu yakni Maman Abdurahman dan Fofee Kamara. Perpaduan hebat di lini belakang PSIS dengan keberadaan kedua pemain itu.

Maman Abdurahman yang sedang naik daun ketika itu memang menjadi pemain tak tergantikan di sektor stoper. Terasah bersama Persijatim Solo FC, dia semakin matang di PSIS dan membawanya ke Timnas Indonesia. Bahkan ia dinobatkan sebagai pemain terbaik di musim itu.

Sementara Fofee Kamara yang berkewarganegaraan Liberia, dibekali kemampuan bertahan yang baik dan kuat khas pesepakbola Afrika. Maman Abdurahman yang cukup agresif termasuk membantu penyerangan, sementara Fofee Kamara sangat kuat dalam duel satu lawan satu.

 

4 dari 5 halaman

3. Haudi Abdillah - Safrudin Tahar

Tim kebanggaan masyarakat kota Lunpia sempat mengalami pasang surut prestasi terutama setelah gagal menembus ISL. PSIS lebih banyak berkutat di level kedua.

Hingga puasa dahaga pun berakhir pada tahun 2017 lalu. PSIS kembali ke kasta tertinggi yakni promosi Liga 1 setelah finis di peringkat ketiga. PSIS meraih juara ketiga dengan mengalahkan Martapura FC.

Sebelum menggapai tiket promosi ke Liga 1, perjuangan berat dilakukan PSIS sejak babak penyisihan grup hingga melaju jauh di fase knock out. Di babak penyisihan mereka harus bersaing dengan rivalnya Persis Solo.

Kemudian melaju hingga ke babak delapan besar dan semifinal. Perjuangan PSIS tidak hanya ditunjukkan oleh duet Hari Nur Yulianto dan Muhammad Yunus kala itu, namun juga lini belakangnya.

Haudi Abdillah dan Safrudin Tahar bisa disebut sebagai duet lini belakang yang begitu kukuh. Haudi Abdillah lebih beroperasi sebagai bek sentral di depan penjaga gawang. Sementara Safrudin Tahar lebih sedikit sebagai berperan sebagai bek sayap.

Haudi dibekali postur tubuh tinggi dan kuat, kerap memenangi duel bola atas. Bahkan ia sempat ikut mencetak gol dari situasi bola mati. Sementara Safrudin Tahar lebih berani menyisir sektor sayap kanan maupun kiri, sesekali ikut memberikan umpan silang memanjakan para striker.

Setelah kesuksesan PSIS yang bisa promosi pada musim itu membuat keduanya diburu banyak klub. Haudi Abdillah kini bermain untuk Bali United sejak dua musim terakhir. Sementara Safrudin Tahar masih setia membela panji PSIS hingga saat ini.

 

5 dari 5 halaman

4. Wallace Costa - Rio Saputro

Menjadi duet terkini di tim Mahesa Jenar. Kolaborasi yang ideal bagi jantung pertahanan PSIS setidaknya dalam dua musim terakhir ini.

Wallace Costa sebagai paling pintu pertahanan yang sarat kualitas dan pengalaman, menjadi mentor yang pas untuk Rio Saputro sebagai pemain bertahan penuh potensi di PSIS.

Wallace Costa sudah menjadi satu diantara bek asing yang sukses di liga Indonesia saat masih berseragam Persela Lamongan. Sementara Rio Saputro perlahan dipoles sebagai bek hebat sejak dirinya memperkuat tim PON Jateng.

Costa yang berkewarganegaraan Brasil, adalah tipikal bek kuat khas negeri Samba. Badannya besar dan berotot, semakin lengkap dengan gaya bermainnya yang lugas.

Selain menjaga daerahnya dari potensi serangan lawan, Wallace Costa juga rajin ikut mencetak gol. Terutama bola dari titik putih, selalu sukses ia eksekusi menjadi gol. Bahkan dirinya ikut masuk daftar pencetak gol terbanyak PSIS musim 2019.

Sedangkan Rio Saputro perlahan dapat mencuri perhatian setiap pelatih yang menukangi PSIS. Sejak tim ini dibesut Subangkit, Jafri Sastra, Bambang Nurdiansyah, hingga pelatih saat ini Dragan Djukanovic, dirinya ikut mendapat menit bermain.

Pengalaman dan jam terbang di PSIS sukses ia dapatkan di setiap musim. Fsiknya yang kuat ditunjang postur tubuh tinggi, Rio Saputro menjadi tandem pas untuk Wallace Costa di PSIS.

Video Populer

Foto Populer