Sukses


Pengakuan Adeng Hudaya, Tentang Sulitnya Menjadi Kapten Persib pada Era Emas

Bola.com, Bandung - Persib Bandung pernah mengalami masa keemasan pada era 1980-an. Pada masa itu, Maung Bandung kembali berada di jajaran atas tim Perserikatan setelah berkutat di kasta kedua.

Persib pun terakhir kali meraih trofi juara pada 1961. Kebangkitan tim kebanggaan warga Bandung ini ditandai dengan keberhasilan menembus final pada dua edisi secara beruntun pada musim 1983-1984 dan 1984-1985.

Sayangnya, Persib belum berhasil meraih juara setelah dua kali ditekuk PSMS Medan via drama adu penalti. Persib pun akhirnya meraih sukses perdana setelah menunggu selama 25 tahun setelah menaklukkan Perseman Manokwari dengan skor 1-0 pada partai puncak yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno pada 11 Maret 1986.

Gol tunggal kemenangan Maung Bandung dicetak oleh Djajang Nurjaman. Keberhasilan Persib pada era ini tak bisa dilepaskan peran penting Adeng Hudaya, kapten legendaris Maung Bandung.

Dalam channel Youtube Simamaung, Adeng bercerita tentang sulitnya menjadi kapten Persib Bandung yang saat itu dihuni nama beken yang juga berstatus pemain nasional seperti Robby Darwis dan Ajat Sudrajat. Belakangan menyusul Yusuf Bachtiar dan Sutiono Lamso pada musim 1989-1990.

"Kapten adalah pemimpin tim di lapangan. Tak mudah menyatukan pemain yang berbeda karakter untuk bersama bahu membahu membawa Persib meraih sukses," kenang Adeng.

Video

2 dari 3 halaman

Pertama Kali Jadi Kapten

Ketika pertama kali berkostum Persib Bandung pada 1979, Adeng sudah menunjukkan karakternya sebagai calon pemimpin di lapangan.

Namun, saat itu Persib masih dihuni sejumlah pemain senior seperti Risnandar dan Encas Tonif. Setelah masa mereka lewat, Adeng pun tampil sebagai kapten Persib.

"Awalnya saya merasa berat juga (jadi kapten). Karena saya tahu, kapten adalah orang yang bertanggungjawab di lapangan. Apalagi biasanya, karena terbebani dengan status kapten, penampilan juga bisa terganggu," terang Adeng.

Itulah mengapa saat pemilihan kapten yang dilakukan pemain, Adeng justru memilih pemain lain. Tapi, hasilnya mayoritas pemain memilih Adeng.

"Biasanya dalam tim ada 30 pemain. Hasil voting, saya selalu mendapat 29 suara. Satu suara lainnya dari saya untuk pemain lain."

3 dari 3 halaman

Menampung Aspirasi Pemain

Adeng pun terpaksa menerima pilihan rekan-rekannya sesama pemain Persib Bandung. Pendidikan yang didapatnya sebagai mahasiswa FPOK IKIP Bandung jadi modal Adeng sebagai kapten Persib.

Secara berkala Adeng mengumpulkan pemain dalam satu ruangan untuk berdiskusi sekaligus memberikan mereka melontarkan unek-unek atau aspirasi.

"Saya memposisikan diri bukan hanya sebagai kapten di lapangan, tapi juga jembatan pemain dengan pengurus Persib," ujar Adeng.

Di lapangan. Adeng pun selalu berusaha keras untuk menyatukan pemain dan tidak saling menyalahkan.

"Kalau ada pemain yang salah umpan misalnya, saya langsung mendekati untuk memberinya semangat. Bagi saya, menang atau kalah, itu adalah hasil tim," terang Adeng.

Saat menjadi kapten Persib, ada dua pemain yang diplot sebagai wakilnya yakni Robby Darwis dan Ajat Sudrajat. Pada satu momen, Ajat menggantikan peran Adeng pada sebuah pertandingan di Yogyakarta. Adeng absen karena sedang memperkuat Timnas Indonesia berlatih di Brasil.

"Saya mendengar kabar, sempat ada konflik dalam tim. Jadi kapten memang bukan sekadar memiliki kelebihan dalam teknik juga kepemimpinan," pungkas Adeng yang kemudian meminta izin meninggalkan timnas dengan alasan ingin menyelesaikan kuliahnya di IKIP Bandung.

Setelah pensiun sebagai pemain, Adeng lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membina pemain muda. Kini, Adeng menjadi pengurus Asprov PSSI Jawa Barat. Pada PON 2016, Adeng menjadi penasihat teknik tim Jawa Barat yang berhasil meraih medali emas.

Video Populer

Foto Populer