Sukses


5 Pelatih Lokal Kharismatik yang Membawa PSM Meraih Sukses di Pentas Sepak Bola Indonesia

Bola.com, Makassar - Sejarah panjang sepak bola Indonesia tak bisa dilepaskan dari kiprah PSM Makassar, tim yang berdiri pada 2 November 1915. Tim kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan ini tak hanya menghadirkan prestasi di era Perserikatan dan Liga Indonesia, PSM juga dikenal sebagai penyuplai pemain untuk tim nasional Indonesia.

Di era Perserikatan, PSM Makassar tercatat lima kali meraih gelar juara yakni pada musim 1956–1957, 1957–1959, 1964–1965, 1965–1966 dan 1991–1992 plus lima kali runners-up di tahun 1951, 1959–1961, 1964 dan 1993–1994.

Ketika kompetisi Perserikatan dan Galatama disatukan menjadi Liga Indonesia, PSM tetap eksis di jajaran papan atas dengan raihan trofi juara pada 1999-2000 serta lima kali berstatus runners-up yakni di musim 1995–1996, 2001, 2003, 2004 dan 2018.

Tim kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan ini melengkapinya dengan gelar juara Piala Indonesia pada 2019. Tak hanya di pentas lokal, PSM pun pernah tercatat menembus delapan besar Liga Champions Asia pada 2001.

Deretan prestasi PSM diatas tentu tak lepas dari peran pelatih yang tak hanya piawai meracik taktik tapi juga memiliki kharisma serta jeli melihat potensi pemain asuhannya.

Bola.com menilai ada lima pelatih lokal PSM Makassar yang berparuh besar dibalik sukses skuad Juku Eja. Siapa saja mereka? Berikut profil singkatnya:

Video

2 dari 6 halaman

Erents Alberth Mangindaan

Meski berdarah Minahasa, Sulawesi Utara, sosok Erents Alberth Mangindaan sangat lekat dengan PSM Makassar. Setelah menjadi pemain skuad Juku Eja pada era sebelum kemerdekaan, Mangindaan kemudian meneruskan kariernya sebagai pelatih di tim kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan.

Berkat tangan dinginnya, Mangindaan membawa PSM jadi raja Perserikatan era 1950 sampai pertengahan 1960-an dengan trio pemain legendarisnya yakni Andi Ramang, Suwardi Arlan dan Nursalam.

Tak hanya dilevel klub, Mangindaan juga dikenal sebagai pendamping pelatih asal Yugoslavia, Antun 'Toni' Pogacnik berkiprah di Olimpiade Melbourne 1956 dan meraih medali perunggu di Asian Games 1958, Tokyo. Sebagai pelatih kepala, Mangindaan membawa timnas Indonesia juara Piala Raja Thailand pada 1968.

3 dari 6 halaman

Suwardi Arlan

Selepas pensiun sebagai pemain, Suwardi Arlan melanjutkan karier sebagai pelatih PSM Makassar pada pertengahan 1960an. Sebagai pelatih PSM, Suwardi meraih trofi juara Piala Jusuf 1965 dan Perserikatan 1965-1966, di mana saat itu, Ramang masih bermain.

Ia juga memunculkan Ronny Pattisarani dan Gaffar Hamzah yang kala itu masih berusia belasan tahun tapi sudah membela PSM Senior pada 1968. Dua pemain binaannya itu pun masuk dalam skuat PSSI Junior.

Dalam melatih, selain pengetahuan dan pengalamannya sebagai pemain, Suwardi mengaku kerap menggunankan instingnya saat melihat potensi pemain. Ia tercatat dua periode jadi pelatih Timnas Indonesia, yakni 1972-1974 dan 1976-1978. Hasil terbaiknya adalah semifinalis di Piala Raja Thailand 1971 dan Sea Games 1977.

4 dari 6 halaman

Ilyas Haddade

Saat masih berstatus pemain, Ilyas Haddade lebih dikenal sebagai bagian dari Persib Bandung dan tim nasional Indonesia pada era 1960-an. Selain menjadi pemain, pria berdarah Parepare, Sulawesi Selatan ini juga tercatat sebagai mahasiswa IKIP Bandung. Setelah meraih gelar sarjana, Ilyas pulang ke Makassar dan berkarier sebagai pelatih sekaligus akademisi di IKIP Makassar.

Prestasi terbaik Ilyas Haddade adalah membawa PSM meraih juara di ajang bergengsi tanah air yakni Piala Soeharto pada 1974 serta Piala Jusuf 1979. Belakangan nama Ilyas Haddade lekat dengan Makassar Utama (MU), klub Galatama dari Kota Daeng. Berkat sentuhan Ilyas Haddade, MU menjadi tim yang menakutkan lawan di Galatama dengan prestasi tertinggi bertengger di peringkat tiga musim 1984.

Ia juga melahirkan sejumlah pemain yang mencuat di level nasional. Diantaranya Hafied Ali, Syamsuddin Umar, Abdi Tunggal, Karman Kamaluddin, Rohandi Yusuf, Sumirlan, Ruslan dan Frengky Weno.

5 dari 6 halaman

M. Basri

M. Basri didatangkan manajemen PSM yang saat itu dikelola Nurdin Halid jelang Liga Indonesia 1995/1996. Tugasnya jelas, Basri diharapkan mengembalikan marwah PSM yang sempat pudar pada Liga Indonesia edisi perdana. Sebagai pelatih kawakan yang juga mantan pemain PSM dan tim nasional Indonesia era 1960-an, Basri mampu menjawab tantangan itu. PSM melenggang mulus dari penyisihan sampai laga final.

Sayang di partai puncak yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno, penampilan PSM mengalami antiklimaks. Mereka takluk dua gol tanpa balas dari Mastrans Bandung Raya. Meski begitu, pencapaian ini tetap mendapat apresiasi setelah pada musim sebelumnya, PSM hanya bertengger di peringkat 10 penyisihan Wilayah Timur. Selain di level nasional, M. Basri juga tercatat membawa PSM meraih posisi runner-up di Piala Emas Bangabandhu, Bangladesh pada 1997

6 dari 6 halaman

Syamsuddin Umar

Syamsuddin Umar jadi satu-satunya pelatih PSM yang meraih trofi juara di era berbeda. Sebelum menangani Juku Eja di Liga Indonesia, Syamsuddin yang akrab dengan pola 3-5-2 ini pernah membawa tim kebangaan Kota Daeng ini meraih trofi juara Perserikatan 1991-1992.

Sinyal PSM bakal sukses bersama Syamsuddin pada musim 1999-2000 sudah terlihat pada pra musim. Di mana Juku Eja berjaya pada Piala Pardede dan Piala Jusuf. Apalagi materi pemain PSM terbilang mentereng musim itu. Alhasil, langkah mereka ke tangga juara tak terbendung.

Musim berikutnya, Syamsuddin memang hanya mampu membawa PSM bertengger di peringkat dua. Tapi, ia tetap mendapat apresiasi setelah sukses membawa PSM meraih trofi juara di Piala Ho Chi Minh City, Vietnam dan menembus 8 Besar Liga Champions Asia.

Video Populer

Foto Populer