Sukses


Kisah Reinold Pietersz: Legenda Persebaya dan Putra Daerah Ambon yang Mencatatkan Sejarah untuk Jawa Timur

Bola.com, Malang - Pecinta sepak bola Indonesia pada era 1990-an pasti mengenal nama Reinold Pietersz. Penyerang kelahiran Ambon ini tercatat sebagai legenda Persebaya Surabaya yang kini menjalani kesehariannya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Dispora Kota Surabaya.

Tak banyak generasi milenial yang tahu bagaimana kisah kejayaannya pada era 1990-an, termasuk jasa besarnya untuk sepak bola Jawa Timur. Padahal Reinold Pietersz yang karib disapa Koko ini merupakan putra daerah Ambon, tapi dia ikut mempersembahkan medali emas pertama untuk jawa Timur dalam PON 1996 di Jakarta.

Reinold Pietersz pun menceritakan kisahnya meninggalkan tanah kelahirannya Ambon hingga merintis karier sepak bola di Jawa Timur.

"Dulu saya mengawali karier di PSA Ambon. Jadi pemain termuda pada usia 19 tahun, baru lulus kuliah. Kemudian saya mendapatkan arahan jika ingin serius di sepak bola, jangan pulang ke Ambon. Saya diarahkan ke Surabaya jika ingin berprestasi karena banyak senior dari Ambon yang punya prestasi di Surabaya," ujar Koko dalam kanal Youtube Omah Balbalan.

Sebelum pergi ke Surabaya pada 1994, Koko justru lebih dulu mampir ke rumah seorang keluarganya di Jakarta. Ia sempat ikut latihan dengan Persijatim dan sempat ditawari kontrak. Namun, pria yang kini berusia 47 tahun itu menceritakan bahwa sejak awal tujuan dari perantauannya adalah Surabaya.

"Ketika itu saya ceritakan bahwa surat pengantar dari PSSI Maluku sudah datang ke kerabat yang ada di Surabaya," kenang Reinold Pietersz.

 

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

Bermodalkan Rp60 Ribu

Dari Jakarta, Reinold Pietersz lebih dulu mampir ke Cimahi dan bertemu dengan saudaranya yang lain. Kenangan yang diingat, dalam perjalanan dia mendapatkan uang saku sebesar Rp60 ribu dari saudaranya.

"Untuk tiket kereta api Rp20 ribu, sisanya untuk hidup di Surabaya. Saya masih ingat Rp500 saja ibaratnya sudah bisa makan di Surabaya," kenangnya.

Begitu tiba di Surabaya, Koko tidak langsung bergabung dengan Persebaya Surabaya. Ia diterima oleh Nicky Poetiray yang merupakan mantan pemain Persebaya dan juga alumni PSA Ambon.

"Pertama ke Surabaya, saya ke rumah Om Nicky. Kebetulan di kota itu banyak teman-teman dulu di PSA Ambon yang kuliah. Jadi saya menumpang di kontrakan teman-teman itu. Merantau dengan keberanian saja memang," sambungnya.

Koko pertama kali melakukan seleksi di Mitra Surabaya pada 1994. Pelatih M. Basri takjub melihat kemampuan fisiknya. Latihan pukul 10.00 di bawah terik mathari, dia masih bisa melahap tes VO2max di atas rata-rata. Koko direkomendasikan untuk mendapatkan kontrak di Mitra Surabaya.

"Namun, saya berkomunikasi dengan Om Nicky dulu. Saya dengarkan senior yang sudah lama di Surabaya. Kalau main di Mitra, jam terbang saya kurang, karena banyak pemain bagus di sana. Mungkin bermain untuk tim pelapis, jadi saya disuruh untuk coba seleksi di Gresik," lanjutnya.

Menjajal peruntungan di Persegres Gresik, Koko langsung mendapatkan kontrak setelah menjalani seleksi karena fisiknya yang dinilai bagus. Bersama klub itu, dia juga mendapatkan bimbingan dari para pemain senior, seperti Hanafing, Mustafa Umarella, dan lainnya. Dua tahun membela Persegres, namanya mulai diperhitungkan.

Koko kemudian dipanggil menjalani seleksi tim Pra-PON Jatim pada 1996. Padahal waktu itu dia masih memegang KTP Ambon.

"Saya dan Chairil Anwar masih menjadi warga Ambon. Tapi, akhirnya dibuatkan KTP Surabaya. Lucunya, sekarang saya benar-benar tinggal di kelurahan yang menerbitkan KTP saat itu. Padahal dulu tidak tahu itu lokasinya di mana, yang penting dapat KTP saja," kisahnya.

Koko pun lolos menjadi anggota tim PON yang diberangkatkan ke Jakarta pada saat itu. Koko berkontribusi memberikan medali emas dengan gol penentu dalam laga final melawan Papua yang berakhir dengan skor 2-1. Itu merupakan medali emas pertama Jawa Timur di ajang PON. Kebetulan tim PON Jatim diperkuat pemain berlabel tim nasional, seperti Anang Ma'ruf, Eri Irianto, dan masih banyak lainnya.

 

3 dari 3 halaman

Pilih Persebaya demi PNS

Keberhasilan di PON 1996 menjadi titik balik karier Reinold Pietersz. Setelah itu, ia dipinang oleh Petrokimia Putra, tim yang satu markas dengan Persegres. Namun, pada akhir negosiasi, Koko justru dikontrak oleh Persebaya Surabaya.

"Waktu itu kontrak sudah disiapkan oleh Petro. Namun, saya masih punya satu permintaan, yaitu pekerjaan lain karena sepak bola ketika itu belum menjanjikan. Saya belajar dari para senior yang juga mendapatkan pekerjaan dari klub," ujar Koko.

"Tapi, ketika saya datangke Surabaya, didatangi orang dari kecamatan dan meminta saya bertemu Pak Wali Kota keesokan harinya. Setelah berbicara, saya mau dikontrak Persebaya, yang pasti harus sembunyi dulu di Surabaya sampai surat keluar dari Persegres saya dapatkan," terangnya.

Ketika memperkuat Persebaya, dia dijanjikan menjadi PNS. Bermula dari honorer dan diangkat pada 2001. Musim 1996/1997 menjadi sebuah sejarah. Koko berhasil ikut mengantarkan Persebaya Surabaya menjuarai kasta tertinggi sepak bola Indonesia saat itu. Dia cepat beradaptasi karena banyak pemain yang sudah dikenalnya di tim PON Jatim maupun saat di Gresik.

"Anang Ma'ruf dan lainnay sudah kenal di tim PON. Dengan Jacksen Tiago, kami seperti saudara di Gresik. Kami ke gereja bersama. Saya main di Persegres, dia di Petro, tapi mes kami berdekatan," kisahnya.

Tercatat Koko membela Persebaya musim 1996-2002. Setelah itu dia berkelana ke Persela Lamongan, Persekabpas Pasuruan hingga Persiku Kudus. Tapi, pada musim 2006, dia kembali dan pensiun di Persebaya.

Video Populer

Foto Populer