Sukses


5 Alasan Van Gaal Gagal Tangani MU di Premier League

Bola.com, Manchester - Louis van Gaal menanggalkan status manajer Manchester United setelah dianggap gagal memberikan yang terbaik bagi klub raksasa Premier League tersebut. Dua tahun berada di Old Trafford, Sang Meneer tak sanggup menunjukkan hasil bagus.

Satu trofi jawara Piala FA 2015-2016 tak cukup kuat untuk mempertahankan posisi sebagai nakhoda Manchester United. Bukan tanpa latar Van Gaal mendapatkan hasil buruk. Berikut 5 alasan yang membuat eks arsitek timnas Belanda tersebut gagal menangani The Red Devils di pentas Premier League.

1. Gagal Antisipasi Premier League
Saat Van Gaal mengangkat trofi jawara Liga Champions bersama Ajax Amsterdam pada 1995, dia sukses membuat terkenal para pemain muda seperti Patrick Kluivert, Edgar Davids sampai Clarence Seedorf. Semua itu tak didapat begitu saja alias butuh proses panjang.

Kala menangani Barcelona dan Bayern Munchen, ia melakukan hal yang sama. Lalu performa tersebut menular saat menukangi timnas Belanda pada 2014. Berlanjut corak 5-3-2 pada Piala Dunia 2014, yang membuat Manchester United kesengsem.

Semua perubahan tersebut membuat Van Gaal mampu memberikan prestasi. Namun sayang, aplikasi itu tak mempan di Premier League. Ia mencoba menggunakan formasi baru, tapi justru kegagalan yang menjadi 'hadiah' dalam dua tahun.

Keputusan untuk tak mengubah sistem pada dua musim, membuatnya gagal beradaptasi dengan variasi di Premier League yang semakin bagus. Van Gaal berharap pola penguasaan bola bisa mendapatkan efek positif. Sekali lagi, nyatanya ada banyak penolakan dari para pemain yang menginginkan permainan lebih menyerang dan atraktif.

Secara sederhana, apa yang telah dikerjakan Van Gaal di seluruh liga yang pernah dirasakannya, ternyata tak mempan di Premier League. Itulah satu di antara penyebab kegagalan LvG.

2. Emosi Tak Stabil
Berstatus pelatih dengan segudang pengalaman ternyata tak membuat Van Gaal memiliki kemampuan menjaga emosi. Secara psikologis, pada saat timnya membutuhkan sokongan akibat hasil buruk, ia justru mengirim kritik.

Tak hanya terhadap pemain, ia juga tak ramah terhadap para jurnalis. Bahkan, ia pernah mengumpat atau mengejek seorang jurnalis dengan perkataan 'tubuh gendut'. Di momen lain, ia bisa berubah menjadi sosok yang sangat manis.

Sayang, semua itu tak membuat fans Manchester United mengubah sikap menjadi benteng di belakang Van Gaal. Mantan arsitek Barcelona ini dianggap gagal memosisikan diri sebagai sosok berpengalaman.

3. Jadi Musuh Media Inggris
"Saya menunjukkan satu trofi dan saya tak berdiskusi mengenai masa depanku dengan kawan-kawan dari media, yang sudah tak memandangku dalam enam bulan terakhir," kata Louis van Gaal, pada sesi konferensi pers usai Manchester United meraih trofi Piala FA.

Pernyataan tersebut menjadi satu di antara buah bibir di kalangan media Inggris, dan juga Britania Raya. Sepanjang dua tahun bersama Manchester United, sosok Van Gaal seringkali berbenturan dengan kalangan media.

Ia juga tak malu-malu untuk menyerang jurnalis, andai ada pertanyaan yang tak membuatnya gembira. Kepercayaan diri sangat bagus, tapi kalau terlalu tinggi, dianggap sebagai sosok yang arogan. Itu pula yang menyemat di pundak Van Gaal.

Van Gaal tak pernah menjadi teman bagus bagi media. Tak hanya di Inggris, ia sudah memperlihatkan aksi tak simpatik pada media kala berkarier di Belanda dan Spanyol.

4. Rekrutan Buruk
Satu yang dianggap dosa besar dari Louis van Gaal adalah menghamburkan uang untuk membeli pemain, tapi tak memenuhi ekspektasi. Memang, ia berhasil menaikkan kemampuan Marcus Rashford, dan memaksimalkan peran Anthony Martial.

Sayang, hal itu tak cukup untuk mengobati rasa kecewa terhadap beberapa bintang berharga mahal seperti Marcos Rojo dan Angel Di Maria. Bukti tersahih, justru Di Maria bersinar bareng Paris St Germain.

Total sudah Rp 5 triliun digelontorkan manajemen Manchester United sepanjang dua musim. Sebagian besar rekrutan tak mampu tampil maksimal, termasuk Memphis Depay, yang seolah mengikuti jejak Di Maria.

5. Filosofi Sudah Basi
Penguasaan bola menjadi bagian penting dari kesuksesan yang diraih Louis van Gaal sepanjang karier kepelatihannya. Pembuktian terlihat kala ia memberi trofi Liga Champions bagi Ajax, lalu berhasil kala menangani Barcelona dan Bayern Munchen.

Namun, filosofi tersebut sudah tak berlaku di Premier League. Seluruh tim sudah mengubah sistem, yakni menyerang jadi pertahanan terbaik, dengan ragam variasi. Mourinho sukses bersama Chelsea dengan metode serangan balik mematikan.

Jurgen Klopp datang ke Liverpool dengan mengusung gaya transisi pemain yang cepat. Sedangkan Manchester United terlihat monoton, sehingga mudah ditebak dan ditekan lawan.

Sumber: Mirror

Saksikan cuplikan pertandingan dari Liga Inggris, Liga Italia, dan Liga Prancis dengan kualitas HD di sini

Video Populer

Foto Populer