Sukses


Manchester United dan Ruben Amorim: Satu Langkah Maju, Dua Mundur

Di bawah Amorim, United belum pernah benar-benar menunjukkan identitas yang jelas.

Bola.com, Jakarta - Suasana muram menyelimuti Manchester United usai kalah 1-3 dari Brentford di Gtech Community Stadium. Bruno Fernandes berdiri lesu di depan fans, mencoba memberi tepuk tangan yang lebih terasa seperti permintaan maaf ketimbang apresiasi. Kekalahan itu menambah rentetan buruk: delapan laga tandang terakhir Premier League hanya menghasilkan dua poin.

Padahal, duel kontra Brentford semestinya jadi momentum setelah kemenangan atas Chelsea. Itu bahkan sempat memunculkan harapan United mampu meraih dua kemenangan beruntun di liga untuk pertama kalinya sejak Ruben Amorim datang 10 bulan lalu. Faktanya, mereka justru kembali terperosok. Catatannya suram: sembilan kemenangan dari 33 laga Premier League. Lebih banyak kalah (17) daripada menang.

Kekalahan ini juga membuka luka lama. Di bawah Amorim, United belum pernah benar-benar menunjukkan identitas yang jelas. Setiap kali ada secercah harapan, seperti kemenangan atas Burnley atau Chelsea, itu segera ditutup hasil mengecewakan berikutnya.

Dengan jadwal berat menanti, tandang ke Anfield melawan Liverpool pada 19 Oktober, lalu ke Nottingham Forest, Tottenham, dan Crystal Palace, kekhawatiran makin besar. Jika tren ini berlanjut, tekanan pasti meningkat meski saat ini suasana di internal klub masih terbilang tenang.

 

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 5 halaman

Satu Langkah Maju, Dua Mundur

Dalam konferensi pers usai laga, Amorim jujur mengakui, “Hari ini kami bermain dengan gaya Brentford, bukan gaya kami. Dan ketika Anda bermain dengan gaya lawan, lebih sulit untuk menang pada akhirnya.” Pernyataan ini mencerminkan problem mendasar: United sering kehilangan arah, mudah terseret tempo lawan, dan gagal mendikte permainan.

Harapan meraih kemenangan beruntun di liga untuk pertama kalinya sejak kedatangannya kini kembali pupus. Bahkan lebih parah, catatan sembilan kemenangan dan 17 kekalahan dalam 33 laga menunjukkan pola “satu langkah maju, dua langkah mundur”.

Situasi ini mengingatkan pada era Erik ten Hag musim lalu. Setelah enam laga Premier League, poin United sama: tujuh. Bedanya, Ten Hag hanya bertahan tiga pertandingan lagi sebelum dipecat. Amorim masih dilindungi optimisme internal, tetapi hasil serupa bisa memicu pertanyaan sama: apakah proyek ini benar-benar berjalan?

 

3 dari 5 halaman

Masalah Taktik dan Transfer

Secara taktik, kelemahan United jelas terlihat. Formasi 3-4-3 andalan Amorim membuat lini tengah sering kalah jumlah. Kombinasi Manuel Ugarte dan Fernandes gagal menguasai bola lebih dari 10-15 menit. Lawan seperti Brentford dengan mudah memanfaatkan keunggulan di area itu.

Gol pertama Brentford lahir dari situasi sederhana: Matheus Cunha kehilangan bola, Jordan Henderson langsung mengirimkan umpan panjang, dan Igor Thiago menuntaskannya dengan keras. Amorim sendiri mengaku sudah melatih situasi seperti itu, tetapi kesalahan Harry Maguire membuat jebakan offside gagal.

Transfer musim panas juga menjadi sorotan. United menghabiskan hampir £200 juta untuk mendatangkan Benjamin Sesko, Cunha, dan Bryan Mbeumo, tetapi gagal merekrut gelandang bertahan atau kreatif yang sangat dibutuhkan. Akibatnya, lini tengah tetap menjadi titik lemah. Sesko mencetak gol perdananya di Premier League di laga ini, tapi bahkan itu datang dari situasi berantakan — dua kali gagal tembak sebelum akhirnya masuk.

Amorim menyesalkan kegagalan timnya menguasai permainan: “Kami tidak pernah bisa menenangkan permainan dengan penguasaan bola yang panjang dan kontrol penuh. Kami tidak pernah sampai ke titik itu.”

 

4 dari 5 halaman

Kesabaran atau Krisis Baru?

Meski performa buruk, Amorim masih mendapat dukungan dari manajemen dan ruang ganti. Belum ada bisikan soal pemecatan. Namun, konteks dari luar tak bisa diabaikan. West Ham baru saja memecat Graham Potter dengan alasan hasil dan performa mengecewakan. Padahal, catatan Potter (23 poin dari 23 laga) hanya sedikit lebih buruk daripada Amorim (34 dari 33).

Pertanyaannya: seberapa rendah standar di Old Trafford sekarang? Jika United terus berjalan di jalur ini, mereka berisiko semakin tertinggal dari rival seperti Arsenal, City, dan Liverpool. Apalagi, ketidakmampuan Amorim mengubah arah permainan atau beradaptasi taktik membuat ancaman krisis baru semakin nyata.

Para pendukung tentu menginginkan stabilitas, tidak lagi masuk siklus manajer baru setiap dua musim. Namun, jika tren buruk bertahan, sulit membayangkan kesabaran bertahan lebih lama. Setiap kekalahan akan menambah beban, dan setiap hasil imbang akan terasa seperti kegagalan.

United kini berada di persimpangan: tetap bersabar menunggu proyek Amorim matang, atau bertindak cepat sebelum musim terbuang. Jika hasil buruk berlanjut di Anfield atau Tottenham, pertanyaan itu bisa segera berubah menjadi keputusan besar.

Sumber: New York Times, Athletic

5 dari 5 halaman

Persaingan di Liga Inggris 2025/2026

Video Populer

Foto Populer