Fakta-Fakta di Balik PHK Puluhan Ribu Karyawan Amazon: Dampak Teknologi AI hingga Tren Industri

The Spheres, Kantor Baru Amazon — Pengunjung melakukan tur selama pembukaan kantor baru Amazon yang bernuansa hutan hujan, The Spheres, di Seattle, Senin (29/1). Fasilitas tersebut dilengkapi pula dengan Wi-Fi dan ruang pertemuan dengan nama-nama hutan hujan. (JASON REDMOND / AFP)

Bola.com, Jakarta - Perusahan raksasa e-commerce dan teknologi, Amazon, kembali mengguncang dunia bisnis. Mereka melakukan pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang terjadi di sekitar Oktober 2025.

Langkah ini disebut sebagai salah satu restrukturisasi terbesar dalam sejarah perusahaan sejak 2022. Ini juga merupakan bagian dari upaya agresif CEO Andy Jassy untuk merampingkan oprasional perusahaan dan mengendalikan biaya.

Jumlah total karyawan yang terkena dampak bervariasi dalam laporan awal, tetapi menunjukkan skala yang besar dan signifikan.

PHK terbaru menargetkan hingga 30.000 posisi korporat, menjadikannya gelombang pemangkasan terbesar yang dilakukan perusahaan dalam beberapa tahun terakhir.

Secara resmi, Amazon mengumumkan pengurangan sekitar 14.000 karyawan korporat. Angka ini adalah bagian dari serangkaian efisiensi yang terus berlanjut

Dari angka tersebut, meskipun merupakan persentase kecil dari total 1,5 juta lebih karyawan global Amazon (yang mayoritas bekerja di gudang dan pusat distribusi), merupakan pemangkasan besar pada tenaga kerja non-gudang (pekerja kantoran).

2 dari 4 halaman

Divisi SDM Paling Terdampak

PHK tidak hanya terpusat pada satu tim, melainkan tersebar di beberapa divisi penting. Area yang paling terpukul meliputi People Experience and Technology (PXT) atau Sumber Daya Manusia (SDM). Divisi ini disebut sebagai salah satu yang paling terdampak, seiring upaya Amazon merampingkan hierarki manajerial. Tim di bidang Operasi, Perangkat, dan Layanan.

Bahkan tim di Amazon Web Services (AWS), divisi komputasi cloud yang merupakan mesin profit Amazon, juga tidak luput dari pemangkasan.

3 dari 4 halaman

Alasan Utama PHK Karyawan: Otomatisasi AI dan Restruksisasi

Keputusan PHK Massa ini didorong oleh beberapa faktor utama yang mencerminkan perubahan lanskap industri teknologi global.

CEO Amazon, Andy Jassy, menyatakan penerapan kecerdasan buatan (AI) generatif akan berdampak besar pada struktur tenaga kerja perusahaan. Menurutnya, penggunaan AI akan mengubah cara kerja.

"Kami akan membutuhkan lebih sedikit orang untuk beberapa pekerjaan yang ada saat ini, dan lebih banyak orang untuk pekerjaan baru yang muncul," ujarnya dikutip dari CNN Money.

Dampak tersebut terlihat dalam dua hal utama. Pertama, berbagai posisi administratif dan tugas rutin mulai digantikan oleh sistem otomatis berbasis AI, sehingga sejumlah peran menjadi tidak lagi relevan.

Jassy menegaskan meski sulit memperkirakan angka pasti, penggunaan AI secara luas akan menurunkan jumlah tenaga kerja seiring meningkatnya efisiensi di seluruh lini perusahaan.

Kedua, Amazon kini mengalihkan investasi besar ke pengembangan teknologi dan sistem berbasis AI. Pergeseran ini secara langsung mengubah kebutuhan tenaga kerja dan menjadi alasan utama di balik restrukturisasi serta pemangkasan karyawan yang tengah berlangsung.

Gelombang PHK ini adalah kelanjutan dari upaya efisiensi biaya yang dimulai sejak pandemi Covid-19. Selama puncak pandemi, Amazon merekrut karyawan secara besar-besaran untuk memenuhi lonjakan permintaan belanja online. PHK ini adalah upaya untuk menyesuaikan diri dengan kondisi pertumbuhan pascapandemi yang lebih lambat.

Jassy menekankan langkah ini penting untuk mengharmonisasikan struktur perusahaan, mengurangi jumlah manajer, dan mempercepat proses kerja agar Amazon tetap kompetitif dan efisien.

4 dari 4 halaman

Dampak dan Tren Industri

Beberapa sumber internal juga menyebutkan bahwa tingkat kepatuhan karyawan korporat terhadap kebijakan kembali bekerja di kantor (RTO) yang kurang memadai turut menjadi salah satu faktor di balik keputusan PHK ini.

PHK besar-besaran di Amazon bukan peristiwa tunggal, melainkan bagian dari tren global di sektor teknologi dan e-commerce. Langkah ini menunjukkan bahkan perusahaan dengan pendapatan triliunan dolar merasa perlu merampingkan struktur, menekan biaya, dan memusatkan investasi pada otomatisasi serta kecerdasan buatan (AI) untuk menghadapi tantangan ekonomi dan transformasi industri.

Kebijakan ini menegaskan perubahan besar di Silicon Valley, di mana perusahaan teknologi kini memasuki era efisiensi dan restrukturisasi berbasis AI.

Bagi Amazon, keputusan tersebut merupakan langkah strategis yang sulit namun penting. CEO Andy Jassy menilai restrukturisasi ini diperlukan agar perusahaan tetap lincah, efisien, dan mampu berinvestasi agresif di bidang teknologi masa depan, sambil menyesuaikan diri dengan kondisi ekonomi pascapandemi yang lebih stabil.

Reporter Magang: Ahmad Subayu