Sukses


CSIS Mengingatkan Dampak Program Prioritas RAPBN 2026 terhadap Sektor Usaha

Risiko ini mungkin muncul jika kita mempertimbangkan struktur anggaran untuk program prioritas yang direncanakan oleh Presiden Prabowo tahun depan.

Bola.com, Jakarta - Deni Friawan, peneliti senior di Centre of Strategic and International Studies (CSIS), menyoroti potensi risiko Crowding Out yang muncul dari Program Prioritas Prabowo dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

Menurutnya, fenomena Crowding Out terjadi ketika dana yang seharusnya dialokasikan untuk sektor swasta justru terserap untuk membiayai program-program pemerintah.

Akibat dari kondisi ini, sektor usaha dapat mengalami kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan dengan tingkat bunga yang mungkin lebih tinggi.

Risiko ini menjadi semakin nyata jika kita melihat struktur anggaran untuk program-program prioritas yang direncanakan oleh Presiden Prabowo tahun depan.

Salah satu contohnya adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang anggarannya melonjak dari Rp171 triliun menjadi Rp335 triliun, meningkat sebesar 95,9 persen.

Selain itu, program Koperasi Merah Putih juga mendapatkan alokasi sebesar Rp181,8 triliun, di mana Rp83 triliun di antaranya bersumber dari APBN yang akan disalurkan melalui bank-bank Himbara.

 

Video Veteran Naturalisasi yang Momok di BRI Super League

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

Keterbatasan Fiskal

Di samping itu, pembangunan tiga juta rumah mendapatkan dukungan anggaran sebesar Rp57,7 triliun untuk membangun 770 ribu unit rumah. Tidak kalah signifikan, ketahanan energi dialokasikan Rp402,4 triliun, sedangkan ketahanan pangan mendapat alokasi Rp164,6 triliun.

"Ini jumlah yang sangat besar peningkatannya dibanding RAPBN sebelumnya," ujar Deni dalam Media Briefing RAPBN 2026: Menimbang Janji Politik di Tengah Keterbatasan Fiskal di Jakarta pada Senin (18/8). Di balik anggaran yang besar ini, CSIS mengingatkan akan adanya potensi risiko yang perlu diwaspadai.

Pembiayaan program-program besar melalui partisipasi Bank Indonesia dan bank-bank Himbara dapat memicu efek crowding out. "Adanya program-program ini juga berpotensi dapat memicu crowding out efek terhadap konsumsi dan investasi swasta, terutama ketika ini melibatkan Bank Indonesia atau Bank-Bank Himbara yang dipaksa untuk turut membiayai program-program tersebut," jelasnya.

Jika situasi ini dibiarkan, maka dapat menghambat investasi produktif dan memperlambat pertumbuhan konsumsi rumah tangga, yang merupakan dua komponen kunci dalam perekonomian nasional. "Ini bisa mengganggu stabilitas makroekonomi Indonesia," tegasnya.

 

3 dari 3 halaman

Perlu Dirancang Kembali

CSIS mengingatkan bahwa selain adanya risiko crowding out, terdapat juga kemungkinan dominasi dari pemerintah pusat dalam pelaksanaan program-program prioritas. Keterlibatan yang signifikan dari TNI dan Polri dapat menyebabkan terjadinya sentralisasi, sementara itu, peran pemerintah daerah justru dapat melemah akibat adanya penurunan dalam transfer ke daerah (TKD).

Oleh karena itu, CSIS merekomendasikan agar pemerintah melakukan evaluasi ulang terhadap desain program prioritas yang ada. Penekanan tidak seharusnya hanya pada besarnya anggaran yang dialokasikan, tetapi lebih kepada bagaimana cara memastikan efisiensi, efektivitas, dan keberlanjutan dari kebijakan yang diterapkan.

"Pemerintah sebaiknya perlu meninjau kembali desain pelaksanaan program-program prioritas tersebut guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas program-program tersebut dan menjaga stabilitas makroekonomi nasional," jelas dia.

Video Populer

Foto Populer