Sukses


Wamenaker Tegaskan Batas Jam Kerja Pengemudi Logistik demi Kurangi Risiko Kecelakaan

Wamenaker, Afriansyah Noor, menegaskan jam kerja pengemudi logistik demi keselamatan.

Bola.com, Jakarta - Pemerintah kembali menekankan pentingnya penerapan batas jam kerja maksimal delapan jam bagi pengemudi kendaraan logistik.

Langkah ini dianggap krusial untuk menjaga keselamatan di jalan raya sekaligus melindungi kesehatan para pekerja transportasi yang kerap menghadapi kelelahan ekstrem di balik kemudi.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Afriansyah Noor, menyampaikan hal itu seusai menghadiri Rapat Koordinasi Tingkat Menteri di Jakarta, Senin (6-10-2025).

Rapat tersebut membahas pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Penanganan Kendaraan Over Dimension and Over Loading (ODOL), di mana aspek keselamatan pengemudi menjadi satu di antara fokus utama pemerintah.

"Jam kerja maksimum adalah delapan jam. Kalau trayeknya lebih dari itu maka perusahaan wajib menggunakan dua sopir," ujar Afriansyah.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 4 halaman

Sistem Sopir Bergantian

Menurutnya, banyak pengemudi truk menempuh perjalanan jauh yang memerlukan konsentrasi tinggi selama berjam-jam. Kondisi tersebut berpotensi besar memicu kelelahan fisik dan mental, yang pada akhirnya meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas.

Itulah mengapa, pemerintah mendorong penerapan sistem sopir bergantian untuk rute-rute jarak jauh.

"Seperti bus antarkota jarak jauh, misalnya trayek Malang dan sekitarnya, mereka sudah punya dua sopir yang bergantian mengemudi. Satu istirahat, satu jalan. Ini yang kami ingin terapkan di sektor logistik," kata Afriansyah.

Kebijakan pembatasan jam kerja ini juga menjadi bagian dari upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kerja logistik, mengingat mereka memegang peran vital dalam rantai distribusi nasional.

3 dari 4 halaman

Dorongan dari Pemerintah dan Tantangan di Lapangan

Dukungan terhadap kebijakan ini juga datang dari Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Ia menegaskan bahwa aturan jam kerja pengemudi sebenarnya sudah ada, tetapi penerapannya masih lemah di lapangan.

"Sudah ada aturannya, sudah dikaji dengan baik. Tapi, sering kali tidak dijalankan. Akibatnya timbul korban, insiden, dan kecelakaan," ujar AHY.

Menurutnya, penerapan aturan ini bukan hanya persoalan disiplin, tetapi juga tanggung jawab moral dan sosial terhadap keselamatan serta kesejahteraan para sopir.

Pemerintah, kata AHY, ingin memastikan bahwa sektor transportasi logistik tidak lagi menjadi pekerjaan berisiko tinggi akibat kelelahan. 

4 dari 4 halaman

Realitas di Lapangan

Namun, realitas di lapangan masih jauh dari ideal. Ketua Umum Asosiasi Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (ARBPI), Ika Rostianti, mengungkapkan kondisi memprihatinkan yang dialami banyak sopir logistik.

Menurutnya, sebagian besar pengemudi bahkan terpaksa menggunakan doping atau narkoba untuk bertahan dari tekanan jam kerja panjang tanpa istirahat memadai.

"Hampir sebagian sopir logistik itu memakai doping, memakai narkoba. Sekarang tidak masuk akal, soalnya Jakarta–Surabaya bisa ditempuh dalam 14 jam tanpa jeda istirahat cukup," ungkap Ika dalam audiensi bersama Komisi V DPR RI.

Situasi tersebut menegaskan pentingnya penegakan batas jam kerja delapan jam secara konsisten di seluruh perusahaan transportasi.

Kebijakan ini tidak hanya berkaitan dengan efisiensi dan kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga menyangkut perlindungan hak pekerja dan keselamatan publik di jalan raya.

 

Sumber: merdeka.com

Video Populer

Foto Populer