Jejak Panjang Meteor di Langit Indonesia: dari Prambanan 1797 hingga Cirebon 2025

Peristiwa di Cirebon menambah daftar panjang kejadian meteor di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Pada 14 September 2023, warga di sejumlah wilayah Pulau Jawa menyaksikan benda bercahaya melintasi langit malam.

Kepala Stasiun Meteorologi BMKG, Warjono, menyebut objek tersebut sebagai meteor yang melintas di langit Yogyakarta dan Klaten, memunculkan kehebohan di media sosial.

Setahun sebelumnya, 16 Maret 2021, langit Pagimana, Banggai, Sulawesi Tengah, disinari cahaya terang seperti siang hari, diikuti dentuman kuat. Menurut astronom amatir Marufin Sudibyo, fenomena itu merupakan bolide, yaitu meteor besar yang meledak di atmosfer.

Masih di tahun yang sama, 28 Januari 2021, warga Lampung Tengah digemparkan suara ledakan keras yang ternyata berasal dari meteor yang jatuh di permukiman Punggur.

Warga menemukan batu aneh yang menembus atap rumah, dan hasil penelitian Institut Teknologi Sumatera (ITERA) memastikan bahwa benda tersebut adalah meteorit.

Sementara itu, pada 1 Agustus 2020, peristiwa serupa terjadi di Tapanuli Tengah, Sumatra Utara.

Josua Hutagalung, seorang warga, menemukan batu besar yang menimpa atap rumahnya. Bongkahan itu kemudian dikonfirmasi Lapan sebagai meteorit jenis kondrit, dan bahkan sempat dilelang dengan harga tinggi di internet.

Beberapa kejadian meteor di masa lalu tercatat cukup dahsyat. Pada 2009, ledakan di langit Bone, Sulawesi Selatan, mengguncang kawasan luas.

Penelitian NASA dan Lapan menyebut, asteroid berdiameter 5–10 meter itu meledak di udara dengan kekuatan sekitar 50 kiloton TNT, membuat warga panik.

Tahun 2010, sebuah meteor juga jatuh di Duren Sawit, Jakarta Timur, menyebabkan tiga rumah rusak berat.

Lapan memastikan benda tersebut bukan satelit atau serpihan buatan manusia. Fenomena serupa terjadi di Bengkulu tahun yang sama, serta di Gianyar, Bali, pada 2008, di mana ledakan keras meninggalkan lubang satu meter di area persawahan.

Lebih jauh ke belakang, tahun 1981, batu meteor seberat lebih dari 10 kilogram ditemukan di Mojokerto, dan dikategorikan sebagai kondrit, jenis meteorit paling umum di bumi.

Sedangkan di Prambanan, Yogyakarta, pada tahun 2003, masyarakat menyaksikan cahaya terang yang kemudian diketahui berasal dari meteor kecil yang materialnya mengandung campuran logam khas.

Dalam sejarah panjang meteor di Indonesia, beberapa peristiwa memiliki nilai budaya yang kuat. Satu di antaranya pada 1797 di Prambanan, yang tercatat sebagai peristiwa meteor pertama di Nusantara.

Batu yang jatuh kala itu dinamai Kanjeng Kyai Pamor oleh Keraton Kasunanan Surakarta, dan dianggap sebagai benda sakral.

Penelitian Batan Yogyakarta mengungkap batu tersebut tergolong iron meteorit, mengandung unsur besi, kapur, titanium, dan niobium. Uniknya, sebagian material batu itu bahkan digunakan sebagai bahan pembuatan keris, menunjukkan hubungan erat antara fenomena kosmik dan budaya Jawa.

Pada 1915, meteor besar juga ditemukan di Klender, Jakarta Timur, seberat 24,75 kilogram, dan dikenal dengan nama Meester-Cornelis. Batu itu menjadi meteorit pertama dari Jakarta yang terdokumentasi dalam literatur ilmiah modern.

Sedangkan Lampung mencatat hujan meteor besar pada 1933, dengan beberapa fragmen yang masih disimpan di lembaga penelitian hingga kini.

Selain peristiwa jatuhnya meteor tunggal, langit Indonesia juga kerap menjadi panggung bagi hujan meteor tahunan. Fenomena ini terjadi ketika bumi melintasi jejak debu yang ditinggalkan oleh komet atau asteroid.

Beberapa yang paling populer di antaranya:

• Hujan Meteor Orionid (puncak 21 Oktober), berasal dari Komet Halley.
• Hujan Meteor Taurid Selatan dan Utara (Oktober–November), muncul dari rasi Taurus.
• Hujan Meteor Geminid (puncak 14 Desember), yang bisa mencapai 120 meteor per jam.
• Hujan Meteor Perseid (13 Agustus), terkenal dengan tampilan cahayanya yang sangat terang.
• Hujan Meteor Lyrid (April), Eta Aquarid (Mei), serta Leonid dan Draconid (November dan Oktober).
• Tahun ini, dua peristiwa yang diprediksi jadi sorotan adalah Delta Aurigid pada 11 Oktober 2025, dan Epsilon Geminid seminggu setelahnya.

Sumber: merdeka.com