Whoosh Vs Garuda Indonesia: Utang Ratusan Triliun, Siapa Lebih Layak Diselamatkan?

Hingga Oktober 2025, Whoosh telah melayani 12 juta penumpang, menunjukkan potensi pertumbuhan bisnis yang rasional dan berkelanjutan.

"Jadi jelas, China menyetujui perpanjangan pembayaran utang Whoosh karena prospek bisnis transportasi massal modern ini terlihat menjanjikan," ujarnya.

Azaz menilai, jumlah pengguna yang terus meningkat menandakan ada harapan bagi bisnis Whoosh.

Pelayanan yang saat ini hanya sampai Bandung sudah berjalan baik. Jika rute diperluas hingga Surabaya, peluang peningkatan pengguna diyakini akan lebih signifikan.

"Semakin panjang rute layanan, semakin tinggi jumlah pengguna, sehingga Whoosh makin menjadi alternatif utama masyarakat untuk transportasi publik antara Jakarta dan Surabaya," jelasnya.

Berbeda dengan Whoosh, kondisi Garuda Indonesia dinilai jauh dari aman. Maskapai nasional ini menghadapi keterbatasan armada dan utang yang menumpuk. Saat ini, Garuda hanya mampu mengoperasikan sekitar 40 pesawat, jumlah yang minim untuk bersaing di pasar global.

"Keterbatasan ini terjadi karena sulitnya menambah pesawat. Perusahaan penyewa pesawat ragu memberi utang sewa baru kepada Garuda," tutur Azaz.

Rasa takut mitra bisnis muncul karena utang yang ada saat ini bahkan sudah tertunda hingga 30 tahun tanpa mekanisme pembayaran yang jelas.

Akibatnya, perkembangan bisnis Garuda menjadi terhambat dan risiko kebangkrutan nyata mengintai.

"Tanpa kepercayaan mitra bisnis, usaha penerbangan Garuda bisa perlahan hancur, hingga akhirnya bubar atau bangkrut," ujarnya.

Sumber: merdeka.com