Ilmuwan Temukan Kerangka Berumur 7.000 Tahun di Gurun Sahara, Terungkap DNA-nya Masih Misterius

Foto: Berpacu di Ajang Maraton Ekstrem, Menyusuri Ratusan Kilometer Ganasnya Gurun Sahara — Sejumlah pelari berkompetisi pada stage pertama Marathon des Sables 2023 yang menempuh antara Jebel Irhs hingga Oued Tijekht di Gurun Sahara, Maroko, 24 April 2023. Ajang yang berlangsung dari 21 April hingga 1 Mei 2023 tersebut diikuti oleh 1200 pelari dan akan menempuh 250 km. (AFP/Jean-Philippe Ksiazek)... Selengkapnya

Bola.com, Jakarta - Gurun Sahara pada ribuan tahun lalu bukanlah lautan pasir tandus seperti sekarang, melainkan surga hijau yang subur. Di tengah lansekap yang hilang itulah, para ilmuwan baru saja memecahkan teka-teki genetika dari masa lalu yang mengejutkan.

Sebuah studi terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature mengungkap penemuan kerangka berusia 7.000 tahun di gua batu Takarkori, Libya barat daya.

Analisis DNA terhadap kerangka tersebut menunjukkan adanya garis keturunan manusia misterius yang tidak cocok dengan populasi modern mana pun di dunia saat ini.

Sekitar 7.000 tahun silam, selama periode yang dikenal sebagai "Periode Lembap Afrika", Afrika Utara dipenuhi padang rumput, danau, dan sabana.

Di gua Takarkori inilah dua wanita dimakamkan. Berkat proses mumifikasi alami akibat kondisi gurun yang kering, DNA mereka terjaga dengan sangat baik, memungkinkan para ahli genetika dari Institut Max Planck untuk mengekstrak dan menganalisisnya.

Hasilnya mencengangkan. Genom kedua wanita tersebut mewakili "garis keturunan hantu" yang telah terisolasi selama ribuan tahun.

2 dari 2 halaman

Sejarah Perubahan Peradaban di Sahara

Perjuangan Peserta Marathon des Sables di Tengah Gurun Sahara — Foto aerial menunjukkan para peserta melintasi bukit pasir saat mereka mengikuti kompetisi Marathon des Sables ke-33 di gurun Sahara, Maroko (13/4). (AP Photo / Mosa'ab Elshamy)... Selengkapnya

Analisis menunjukkan kelompok ini memisahkan diri dari populasi manusia lainnya sekitar 50.000 tahun lalu. Meskipun kelompok ini sekarang dianggap punah sebagai populasi terpisah, jejak genetik mereka masih tersisa dalam DNA penduduk Afrika Utara modern.

Selain genetika, penemuan ini juga mengubah pemahaman kita tentang bagaimana peradaban berkembang di Sahara. Penduduk Takarkori diketahui telah beralih dari gaya hidup berburu-meramu menjadi penggembala (pastoralis) yang memelihara sapi, domba, dan kambing.

Menariknya, perubahan gaya hidup ini ternyata bukan disebabkan oleh datangnya kelompok manusia baru yang menggantikan penduduk lama, melainkan melalui adopsi budaya.

"Penemuan ini mengungkapkan bagaimana pastoralisme menyebar di Gurun Sahara Hijau, kemungkinan besar melalui pertukaran budaya daripada migrasi skala besar," ujar peneliti utama, Nada Salem, seperti dilansir indiandefencereview.com.

Temuan ini membuktikan bahwa difusi budaya penyebaran ide dan teknologi memainkan peran lebih besar daripada migrasi massal dalam sejarah kuno Afrika.

Penduduk Takarkori tidak digantikan oleh pendatang baru; mereka beradaptasi, mengadopsi cara beternak, namun tetap mempertahankan identitas genetik unik mereka selama ribuan tahun sebelum akhirnya Sahara mengering dan memisahkan jejak mereka dari dunia modern.