Riset Ungkap Penurunan Drastis Jumlah Sperma Pria Dunia, Infertilitas Kian Mengkhawatirkan

Sunnu menambahkan, di Indonesia sekitar 30 persen penyebab infertilitas berasal dari faktor pria. Saat ini diperkirakan terdapat empat hingga enam juta pasangan usia subur yang mengalami kesulitan memiliki keturunan.

Dalam paparannya, Sunnu turut menyoroti azoospermia, yakni kondisi medis ketika tidak ditemukan sperma dalam air mani.

Kondisi ini kerap ditandai dengan air mani yang tampak encer dan bening, serta menyumbang sekitar 20 persen dari total kasus infertilitas pria di dunia.

Azoospermia dapat dipicu oleh berbagai faktor, dari lingkungan hingga gangguan kesehatan tertentu. Satu di antara pemicu utama yang disebutkan adalah polusi.

"Pertama polusi. Kita tahu industri berkembang, teknologi ada efek sampingnya. Alam rusak, kendaraan makin banyak, polusi enggak bisa terhindarkan. Kita pakai masker pun belum tentu 100 persen polusinya enggak kehirup," kata Sunnu.

Selain polusi, faktor lain yang berkontribusi meliputi gaya hidup tidak sehat, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, makanan tinggi gula dan ultra-processed food, kualitas tidur buruk, stres berlebihan, gangguan hormon, serta infeksi dalam tubuh.

Azoospermia terbagi dalam dua jenis utama. Azoospermia obstruktif disebabkan oleh sumbatan pada saluran reproduksi, yang dapat dipicu infeksi berkepanjangan, trauma berat pada testis, atau faktor genetik.

Sementara itu, azoospermia non-obstruktif berkaitan dengan gangguan produksi sperma.

Penyebabnya antara lain pola hidup tidak sehat, faktor genetik, kekurangan hormon, termasuk akibat penggunaan suntik hormon yang tidak tepat, infeksi seperti gondongan atau COVID-19, penggunaan obat-obatan tertentu, hingga varikokel.

Sunnu menjelaskan bahwa azoospermia, baik obstruktif maupun non-obstruktif, merupakan kondisi yang sangat sulit disembuhkan. Hingga kini, belum ada terapi yang mampu mengembalikan produksi sperma dari nol ke tingkat normal sepenuhnya.

Untuk tipe non-obstruktif, terapi hormon atau sel punca dapat menjadi pilihan, meski hasilnya tidak dapat dijamin.

Lantaram keterbatasan jumlah sperma, sebagian besar kasus azoospermia memerlukan prosedur bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) agar pasangan dapat memperoleh keturunan.

Sunnu menekankan pentingnya menjaga kesehatan organ reproduksi sejak dini, mengingat testis merupakan satu-satunya organ penghasil sperma dan sangat sulit dipulihkan jika telah mengalami kerusakan.

Sebagian besar penderita azoospermia tidak menunjukkan gejala yang jelas.

Namun, pada kasus yang disebabkan kekurangan hormon, tanda-tandanya dapat berupa ereksi pagi yang jarang terjadi, perkembangan karakteristik seksual sekunder yang tidak optimal, gairah seksual rendah, hingga disfungsi ereksi.

Sunnu mengingatkan pria untuk segera berkonsultasi ke dokter andrologi jika mengalami gejala tersebut.

"Kesadaran adalah langkah pertama dan tindakan adalah langkah berikutnya. Jangan biarkan ketakutan menunda deteksi," saran Sunnu.

Sumber: merdeka.com