Sukses


Susy Susanti Kenang Perjuangan Raih Medali Emas Olimpiade 1992

Bola.com, Jakarta - Susy Susanti merupakan atlet pertama Indonesia yang meraih medali emas di Olimpiade. Susy sukses keluar sebagai juara di Olimpiade Barcelona 1992, setelah mengalahkan Bang Soo-hyun asal Korea Selatan.

Menjalani laga final cabang olahraga bulutangkis pada nomor tunggal putri di Pavello de la Mar Bella, 4 Agustus 1992, Susy menelan kekalahan 5-11 dari Bang. Kekalahan pada gim pertama sempat membuat Susy merasa heran, mengapa bisa diatur oleh lawan.

Padahal Susy Susanti unggul jauh pada catatan rekor pertemuan dengan Bang. Saat memulai gim kedua, Susy berpikir keras, apa yang mesti dilakukan.

Maklum saja, ketika itu pemain tidak boleh didampingi pelatih saat bertanding. Hingga akhirnya, Susy mampu bangkit dan meraih kemenangan dalam dua gim terakhir dengan skor 11-5 dan 11-3. 

"Jangankan mendampingi, kalau teriak saja dari bangku penonton, bisa disuruh keluar stadion. Jadi benar-benar harus berpikir sendiri," kenang Susy dalam rilis dari PBSI.

"Lalu saya coba, dan akhirnya bisa ke gim ketiga. Dari sini saya mulai yakin, saya lebih unggul fisiknya, dia enggak pernah menang lawan saya kalau rubber game. Ibaratnya saya ini mesin diesel, makin lama, makin panas," lanjut Susy Susanti.

 

Video

2 dari 4 halaman

Diakui Dunia

Setelah berhasil memenangkan emas pertama untuk Indonesia, hal pertama yang dirasakan Susy Susanti bukanlah haru atau bangga. Dia merasa bebannya selama enam tahun persiapan menuju Olimpiade, akhirnya bisa dilepaskan.

"Saya kalau juara enggak pernah selebrasi, rasanya di Olimpiade itu pertama kalinya saya juara langsung teriak. Rasanya beban saya, tanggungjawab saya, lepas semua. Bayangkan pressure-nya, semua orang yang ketemu saya sebelum Olimpiade selalu bilang, Susy harus juara, ya!" tuturnya.

Saat naik podium juara dan mendengarkan lagu Indonesia Raya dikumandangkan, barulah dia merasa haru dan bangga bisa mempersembahkan emas untuk Indonesia. Susy tak dapat menahan air matanya saat sang Merah-Putih dikibarkan.

"Kemenangan di Olimpiade itu beda dengan di kejuaraan lain. Rasanya prestasi kita itu diakui dunia. Kita juga bisa mengangkat nama Indonesia di mata dunia," ucap Susy.

"Saya ingat waktu sebelum juara, di athelete village kan banyak yang koleksi pin antar negara, tapi enggak ada yang mau tukeran pin Indonesia sama saya," tambahnya.

"Katanya dia tidak tahu Indonesia. Indonesia itu di mananya Bali? Begitu katanya. Sedih juga waktu itu. Tetapi begitu saya dan Alan (Budikusuma) dapat emas dan Indonesia ada di urutan ke-21 daftar raihan medali, tanpa kami minta, mereka malah nyariin, mau tukeran pin Indonesia. Dampaknya sampai begitu, orang lebih mengenal Indonesia," tutur Susy.

3 dari 4 halaman

Bukan Perjuangan Mudah

Memenangkan medali emas Olimpiade, dikatakan Susy, tidaklah semudah memenangkan gelar di kejuaraan lain. Sejak babak pertama, pemain akan merasakan aura yang berbeda di Olimpiade. Bahkan, banyak hal aneh juga terjadi di Olimpiade.

Malam sebelum final adalah yang paling berat dirasakan Susy. Saat itu, dia tak bisa tidur, tak bisa makan, ingin laga final cepat berlalu, karena begitu besarnya beban dan tekanan yang dirasakan Susy.

"Perasaan malam itu mata saya sudah dipejamkan, tetapi tetap enggak bisa tidur, otaknya mikir terus. Makan pun dipaksa demi jaga kondisi, padahal enggak nafsu makan sama sekali. Akhirnya malam itu saya cuma makan nasi pakai abon dan ikan asin, sama minum segelas susu," cerita Susy.

"Mau tidur pun sampai bolak-balik, ke kamar, lalu ke luar lagi, begitu terus sampai tengah malam. Ketegangan ini harus diatasi, jangan sampai merugikan kita, harus bisa diatur," lanjutnya.

Sebelum bertanding, Susy juga meminta agar dirinya tidak diganggu. Diceritakan Susy, terkadang ada yang ingin bertemu atlet sebelum tanding, dan ini bisa mengganggu persiapan serta konsentrasi atlet.

"Tiap atlet punya kebiasaan yang berbeda sebelum tanding, ada yang dengar musik, ada yang menyendiri, ada yang berdoa. Kalau banyak ketemu orang, ada saja yang bilang, harus juara ya, harus dapat emas ya," kata Susy.

"Tiap pesan itu diterimanya beda sama tiap atlet, saya pernah mengalami ini jadi saya tahu rasanya. Makanya sekarang, ini yang saya lakukan sama atlet, lebih dijaga sebelum masuk lapangan," ucapnya.

4 dari 4 halaman

Rengkuh Medali Kedua di Olimpiade 1996

Setelah meraih emas di Barcelona, semangat Susy tak padam. Dia tetap punya misi ingin mengulang sukses di Olimpiade. Pada Olimpiade Atlanta 1996, Susy meraih medali perunggu.

Susy mengaku tak pernah cepat puas akan apa yang sudah diraih. Wanita berusia 49 tahun tersebut selalu punya keinginan dan target melebihi prestasi yang telah diraihnya.

"Kalau sudah pernah dapat emas Olimpiade satu kali, saya tetap mau lagi. Kalau bisa dua kali kenapa tidak? Semangat ini yang bikin saya bertahan dan lolos lagi ke Olimpiade empat tahun kemudian," ujarnya.

"Waktu tahu Li Lingwei punya rekor menang World Cup terbanyak yaitu empat kali. Saya mau juga rekor begitu, lalu saya lewati rekornya dan juara World Cup lima kali," cerita Susy.

Susy Susanti berharap kisahnya bisa menjadi motivasi dan suntikan semangat bagi pebulutangkis Indonesia yang akan berlaga di Olimpiade Tokyo 2020.

Kesiapan mental disebutkan Susy menjadi bekal utama bagi atlet yang berlaga di arena Olimpiade. Pada ajang empat tahunan tersebut, atlet tak hanya berhadapan dengan lawan, tetapi juga harus bisa mengalahkan situasi dan diri sendiri.

Video Populer

Foto Populer