Sukses


    Luis Milla Lebih Mentereng ketimbang Pelatih Timnas Thailand

    Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia U-22 mengawali perjuangan di SEA Games 2017 untuk membawa pulang medali emas yang terakhir kali diraih 26 tahun lalu, tepatnya pada SEA Games 1991 di Manila, dengan menghadapi Thailand di Stadion Shah Alam, Selangor, Selasa (15/8/2017).

    Pertandingan pertama di penyisihan Grup B SEA Games 2017 ini diprediksi berjalan menarik. Tidak hanya fans di Tanah Air atau suporter yang bakal menyaksikan langsung yang akan dibuat tegang dengan hasil pertandingan, beban pasti dirasakan kedua pelatih.

    Sebagai nakhoda tim, Luis Milla (pelatih Timnas Indonesia U-22) dan Worrawoot Srimakha (pelatih Timnas Thailand U-22) jadi sosok yang paling bertanggung jawab di balik kemenangan atau kekalahan yang dialami tim asuhannya pada laga nanti.

    Cukup berat buat keduanya, karena laga ini dibalut gengsi tinggi. Belum cukup, laga pertama selalu jadi yang tersulit buat para pemain. Kedua pelatih dipastikan tidak hanya membekali para pemain dari sisi teknis melainkan juga faktor nonteknis seperti mental demi memiliki start mulus di SEA Games kali ini.

    Di sisi lain, baik Luis Milla maupun Worrawoot Srimakha memiliki persamaan dan perbedaan yang melatarbelakangi sentuhan-sentuhan mereka dalam membesut tim asuhan masing-masing.

    Seperti apa itu? Bola.com mencoba memberikan gambaran perihal kedua pelatih yang akan beradu strategi  untuk mengantar tim asuhan memenangi pertandingan penuh gengsi ini.

    Perlu diketahui, saat masih aktif bermain, Worrawoot memiliki catatan baik ketika bersua Timnas Indonesia. Namun sebagai pelatih, rekor pertemuannya kala melawan Timnas Indonesia khususnya di bawah pelatih Luis Milla, sejauh ini masih sama kuat setelah pertemuan Indonesia versus Thailand di kualifikasi Piala AFC U-23 2018 (23/7/2017) berujung dengan skor 0-0.

     

    Beda Posisi

    Usia 
    Luis Milla: 51 tahun, lahir 12 Maret 1966 di Teruel, Spanyol
    Worrawoot Srimakha: 45 tahun, lahir 8 Desember 1971 di Songkhla, Thailand

    Posisi Semasa Bermain
    Luis Milla: Gelandang bertahan
    Luis Milla pernah bergabung bersama dua tim raksasa La Liga, Barcelona dan Real Madrid, plus Valencia. Bersama tiga klub itu, Luis Milla cukup berhasil dengan memenangi banyak prestasi.

    Beberapa di antaranya seperti juara La Liga bersama Barcelona (1984-1985), Real Madrid (1994-1995, 1989-1990), Piala Winners bersama Barcelona (1988-1989), Intertoto Cup bersama Valencia (1998), dan dua kali jadi finalis Liga Champions musim 1999-2000 dan 2000-2001 bersama Valencia.

    Luis Milla juga memenangi Copa del Rey bersama Barcelona (1989-1990), Madrid (1992-1993) serta kala memperkuat Valencia pada 1998-1999.

    Pelatih Timnas Indonesia U-22, Luis Milla, mengamati anak asuhnya saat latihan di Lapangan SPH Karawaci, Banten, Senin (7/8/2017). Latihan dilakukan sebagai persiapan jelang SEA Games 2017 Malaysia. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

    Worrawoot Srimakha: Striker
    Deretan prestasi Worrawoot Srimakha memang kalah mentereng dari Luis Milla lantaran mayoritas "hanya" diukir di level Thailand dan Asia Tenggara.

    Meski begitu, daftar prestasi Worrawoot cukup panjang karena ia terbilang sukses kala masih berstatus pemain aktif. Prestasi itu diperolehnya ketika memperkuat klub maupun Timnas Thailand, baik atas nama tim atau individual.

    Beberapa prestasi yang pernah dihasilkan Worrawoot, semisal merasakan gelar juara Liga Champions Asia pada 1994 dan 1995 serta juara Thai League pada musim 1991, 1992, 1993, dan 1995 sewaktu membela Thai Farmer Bank.

    Ketika memperkuat BEC Tero Sasana, Worrawoot juga merasakan gelar juara Thai League pada musim 2000 dan 2001 serta runner-up Liga Champions Asia pada 2002.

    Sementara bersama Timnas Thailand, Worrawoot jadi bagian The War Elephant saat memenangi medali emas SEA Games pada 1995, 1997, dan 1999 serta tiga kali juara Piala AFF pada edisi 1996, 2000, dan 2002.

    Pada final Piala AFF edisi 2000 dan 2002, tim lawan yang dikalahkan Worrawoot adalah Timnas Indonesia. 

    Bahkan pada Piala AFF 2000, ia mencatatkan diri sebagai top scorer turnamen dengan koleksi lima gol. Ketika itu ia berbagi gelar pencetak gol terbanyak dengan striker Timnas Indonesia, Gendut Doni Christiawan.

    Prestasi Melatih

    Karier Melatih
    Luis Milla: 2006
    Dari data yang ada, Luis Milla mulai karier melatih dengan membesut klub Spanyol, UD Pucol, pada 2006. Pada 2008 ia baru bersentuhan dengan Timnas Spanyo, yang dimulai dari timnas U-19.

    Selama lebih dari empat tahun, hingga 2012, Luis Milla jadi nakhoda di Timnas Spanyol U-19, U-20, U-21, dan terakhir U-23. Selama bersama timnas kelompok usia Spanyol, Luis Milla berhasil mempersembahkan gelar juara Piala Eropa U-21 2011 dan runner-up Piala Eropa U-19 2010.

    Worrawoot Srimakha: 2010
    Selepas gantung sepatu, Worrawoot memilih jadi pelatih. Klub pertamanya adalah Pathum Thani, yang dilatih pada 2010. Sejak itu ia membesut berbagai tim di liga Thailand, termasuk jadi pelatih kepala klub elite, Chonburi (2013-2014), dan jadi direktur teknik di Suphanburi.

    Setelah itu ia bergabung dengan Timnas Thailand, dimulai dengan timnas U-21 dan saat ini, timnas U-22. Ia juga tercatat sebagai asisten pelatih di Timnas Thailand senior. Sebagai pelatih, sejauh ini prestasinya "baru" mengantar Timnas Thailand U-21 menjuarai Nations Cup pada 2016.

    Formasi Andalan

    Formasi Andalan
    Luis Milla
    Luis Milla dikenal penganut pola striker tunggal dengan dukungan dari dua sayap yang cepat. Sejak pertama kali menangani Timnas Indonesia U-22, pola yang disusunnya tidak pernah berubah.

    Ia selalu mengandalkan formasi 4-3-3 dengan turunan 4-2-3-1. Sebab, dua gelandang double pivot tidak pernah absen ditempatkannya di depan empat bek sejajar.

    Dengan begitu tiga penyerang, dua penyerang sayap dan striker tunggal, bisa leluasa untuk fokus membuka ruang, menciptakan peluang, sekaligus mengeksekusi menjadi gol.

    Namun, Luis Milla tampak miskin kreasi dalam menyusun pola. Formasi 4-2-3-1 yang biasa biasa diterapkannya, sering gampang dibaca lawan.

    Alih-alih mengubah formasi dengan menaruh dua striker, misalnya, Luis Milla justru ketika sudah mentok, kerap kembali ke gaya timnas yang lama, yaitu bola panjang dari belakang langsung dikirim ke depan.

    Hal itu patut menjadi perhatian Luis Milla, jika tidak ingin Tim Garuda Muda menjadi bulan-bulanan lawan, seperti ketika secara mengejutkan dibantai Timnas Malaysia U-22 di kualifikasi Piala AFC U-23 2018 dengan skor 0-3.

    Pelatih Timnas Thailand U-22, Worrawoot Srimakha (kanan). (Bola.com/Dok. FA Thailand)

    Worrawoot Srimakha
    Paham yang dianut Worrawoot Srimaka hampir mirip dengan Luis Milla. Ia sering mengandalkan formasi 4-3-3 sebagai senjata untuk meneror tim lawan.

    Namun, ada sedikit perbedaan antara Worrawoot Srimaka dengan Luis Milla. Worrawoot masih berani menurunkan dua striker, jika melihat situasi tim asuhannya tidak mampu menyerang melalui sayap.

    Dengan agresivitas tinggi, Worrawoot tidak segan mengubah formasi 4-3-3, menjadi 4-4-2. Hal itu diharapkan bisa menciptakan peluang melalui permainan solid di lini tengah.

    Untuk menghadapi Timnas Indonesia U-22, kemungkinan besar Worrawoot kembali menerapkan pola yang hampir mirip di kualifikasi Piala AFC U-23 2018.

    Saat itu Worrawoot berani mengganti pola secara ekstrem antara babak pertama dan kedua, terutama di lini tengah. Meski, hasil pertandingan berakhir dengan skor 0-0.

    Video Populer

    Foto Populer