Nostalgia: Kejayaan Indonesia Kawinkan Thomas-Uber 1994 dan 1996

oleh Yus Mei Sawitri diperbarui 20 Mei 2016, 09:15 WIB
Indonesia berhasil mengawinkan gelar Piala Thomas dan Uber pada 1994 dan 1996. (Bola.com/Rudi Riana)

Bola.com, Jakarta - Kerinduan Indonesia untuk kembali mendekap Piala Thomas dan Uber sudah mengakar sangat dalam. Lambang supremasi bulutangkis beregu putra dan putri tersebut memang sudah lama lepas dari genggaman Tim Merah Putih.

Sebagai negara paling sukses di ajang Piala Thomas dengan raihan 13 gelar, Indonesia faktanya telah terlalu panjang berpuasa gelar. Indonesia kali terakhir merengkuh gelar juara Piala Thomas pada 2002 atau 14 tahun silam.  Paceklik gelar juara Piala Uber bahkan berlangsung lebih lama. Gelar tersebut kali terakhir mampir ke Indonesia pada 1996! Itu artinya, Indonesia sudah 20 tahun tak pernah lagi merasakan indahnya mendekap trofi Piala Uber. 

Advertisement

Sayangnya, penantian Indonesia merengkuh gelar Piala Uber masih berlanjut. Maria Febe Kusumastuti dkk. dipastikan gagal mengakhiri dahaga publik Indonesia setelah tersingkir pada babak perempat final Piala Uber 2016. Indonesia takluk 0-3 saat meladeni tim kuat, Korea Selatan.

Namun asa tim putra di ajang Piala Thomas masih terjaga. Tommy Sugiarto dkk. mengklaim tiket semifinal Piala Thomas 2016 seusai menundukkan Hong Kong dengan skor 3-1. Di semifinal, Indonesia sudah ditunggu tim kuat lainnya, Korea Selatan. Mampukah para pemain Indonesia melenggang ke final dan mengakhiri paceklik gelar juara di ajang Piala Thomas?

Bicara soal Piala Thomas dan Uber, prestasi Indonesia sebenarnya sangat mentereng. Indonesia adalah negara tersukses di Piala Thomas, dengan raihan 13 gelar. China berada di urutan kedua dalam urusan koleksi gelar Piala Thomas, yaitu dengan sembilan gelar. Di ajang Piala Uber, Indonesia telah mengantongi lima gelar. Tapi, dibandingkan China, prestasi Indonesia tertinggal jauh. Tim Negara Tirai Bambu telah mengoleksi 13 gelar, dibuntuti Jepang yang juga telah mendulang lima gelar. 

Lalu, kapankah prestasi puncak Indonesia di ajang turnamen beregu bulutangkis tersebut? Jawabnya, pada 1994 dan 1996. Pada dua penyelenggaraan tersebut, Tim Merah Putih berhasil mengawinkan gelar. Setelah itu, Indonesia gagal mengulangi prestasi serupa, bahkan hingga sekarang.

Lalu seperti apa perjalanan dan cerita heroik para pebulutangkis Indonesia pada masa keemasan tersebut?

Piala Thomas dan Uber 1994

Tim putra dan putri Indonesia melangkah ke ajang Piala Thomas dan Uber 1994 yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, dengan memanggul beban tinggi. Saat itu, Indonesia sudah lama tak merengkuh gelar juara. Piala Uber kali terakhir direbut pada 1975, sedangkan Piala Thomas terakhir direngkuh pada 1984. Harapan publik terhadap para pahlawan bulutangkis Indonesia begitu tinggi. Hal itu tampaknya melecut para pemain yang dipercaya turun di ajang bergengsi tersebut.

Tim Uber Indonesia yang mengandalkan Susy Susanti, Meiluawati, ganda Eliza Nathanael/Zelin Resiana, dan Finarsih/Lili Tampi, serta pemain muda Mia Audina, benar-benar tampil mengesankan. Perjalanan tim putri Indonesia dimulai dengan memenangi tiga laga di penyisihan grup melawan Thailand (5-0), Denmark (3-2), dan mengalahkan Swedia (5-0). Gelar juara grup pun berhasil digenggam.

Penampilan ganda Eliza Nathanael/Zelin Resiana pada final Piala Uber 1994 kontra China. (Youtube)

Pada babak semifinal, Indonesia berjumpa Korea Selatan. Susy Susanti, Lili Tampi/Finarsih, Yuliani Sentosa dan Mia Audina berhasil mengukir kemenangan. Hanya Elyza Nathanael/Zelin Resiana yang kalah di babak ini. Indonesia pun berhak melangkah ke final berkat kemenangan 4-1.

Tugas berat menanti Indonesia di partai final. Susy Susanti cs. berjumpa dengan favorit juara, China, yang melenggang ke final seusai mengalahkan Malaysia 4-1 di babak semifinal. Kekuatan China saat itu benar-benar menakutkan. Tim Negeri Tirai Bambu diperkuat pemain-pemain mumpuni seperti Zhang Ning, Hang Jingna, Ye Zhaoying, serta ganda Ge Fei/Gu Jun dan Chen Ying/Wu Yu Hong.

Pertandingan final berjalan sangat menegangkan. Susy berhasil menyumbangkan poin pertama bagi Indonesia. Keunggulan Indonesia melebar setelah ganda Finarsih/Lily Tampi juga menang. Tapi, China tak mau menyerah begitu saja. Mereka mampu menyamakan kedudukan setelah Han Jingna dan Gei Fei/Gu Jun berhasil menyumbangkan poin.

Beban berat pun dipanggul pemain muda, Mia Audina, yang harus memenangi laga kontra Zhang Ning untuk mengantar Indonesia merengkuh gelar Piala Uber. Beruntung, Mia berhasil menunaikan tugasnya dengan tuntas, meski harus melalui pertarungan ketat tiga set. Pertandingan dimenangi Mia dengan skor 11-7, 10-12, dan 11-4. Gelar Piala Uber pun kembali ke Tanah Air.

Kegemilangan tim putri juga diimbangi para pebulutangkis putra Indonesia. Misi merebut gelar Piala Thomas 1994 dibebankan kepada Joko Supriyanto, Hariyanto Arbi, Ardy B. Wiranata, Hermawan Susanto, Ricky Subagdja, Rexy Mainaky, Bambang Suprianto, Gunawan, dan Deny Kantono.

Tanda-tanda keperkasaan Indonesia sudah terlihat sejak babak penyisihan grup. Tim Merah Putih berhasil menyapu bersih kemenangan dengan skor sempurna. Finlandia, China, dan Swedia semua dibabat dengan skor 5-0.

Di semifinal, Indonesia bertemu dengan Korea Selatan. Kali ini, Joko Supriyanto dkk. gagal menyapu bersih kemenangan. Indonesia melenggang ke final seusai mengalahkan Korea dengan skor 4-1.

Pertarungan super panas tersaji di babak final. Indonesia bertemu musuh bebuyutannya, Malaysia. Atmosfer di Senayan benar-benar panas. Dukungan publik di Istora mampu membakar semangat para pemain Indonesia. Kemenangan demi kemenangan pun mulus diraih, dimulai oleh Hariyanto Arbi yang mampu mengalahkan Rashid Sidek dalam dua set langsung. Selanjutnya pasangan Gunawan/Bambang juga menyumbang poin. Kemenangan Indonesia akhirnya dipastikan oleh Ardy B. Wiranata. Gelar Piala Thomas kembali ke pangkuan Indonesia.

Laga final ini diwarnai insiden sejumlah pelemparan barang oleh penonton ke lapangan. Buntutnya, pertandingan keempat dan kelima pun batal digelar karena suasana di Istora sudah tak kondusif.

2 dari 2 halaman

2

Piala Thomas dan Uber 1996

Setelah memenangi Piala Uber 1994, Indonesia tak serta merta kembali difavoritkan pada ajang serupa dua tahun berselang di Hong Kong. Status favorit juara lagi-lagi disandang oleh China yang bermaterikan pemain-pemain papan atas. Sebut saja Ye Zhaoying (ranking 1 dunia), Wang Chen (7), Zhang Ning (9), Hang Jingna (4), Ge Fei/Gu Jun (1), dan Qin Yiyuan/Tang Yongsu (3).

Di sisi lain, motor andalan Indonesia, Susy Susanti, mulai menurun penampilannya, meski masih menduduki peringkat ketiga dunia. Pemain lain yang jadi tumpuan Indonesia adalah Mia Audina (11), Yuliani Sentosa (13), Meluawati (29), Lydia Djaelawijaya, Elyza Nathanael/Zelin Resiana (8), serta Lili Tampi/Finarsih (12).

Penampilan Susy Susanti pada Piala Uber 1996. (Youtube)

Pada babak penyisihan, Indonesia bergabung di Grup A dengan China, Jepang, dan Rusia. Saat meladeni Jepang dan Rusia, Indonesia sukses menang telak 5-0. Namun, saat berjumpa China, Indonesia yang menurunkan Mia Audina sebagai tunggal pertama, dicukur dengan skor 0-5. Alhasil, Tim Merah Putih harus bertemu juara Grup B, Korea Selatan. Meski Korea lebih diunggulkan, Indonesia di luar dugaan menang dengan skor 4-1.

Partai final pun kembali mempertemukan Indonesia dengan China. Tapi, kali ini ceritanya berbeda. Indonesia kembali memasang Susy sebagai tunggal pertama. Hasilnya sungguh luar biasa. Pebulutangkis putri andalan Indonesia itu membayar kepercayaan dengan memenangi laga kontra Ye Zhaoying.

Sayangnya, kegemilangan Susy tak diikuti oleh Elyza/Zelin yang takluk saat meladeni Ge Fei/Gu Jun. Skor pun imbang 1-1.

Harapan juara kembali terbuka setelah Mia Audina tampil memesona pada partai ketiga kontra Wang Chen. Pengalaman tampil pada event serupa dua tahun sebelumnya, membuat permainan Mia bertambah matang. Pertandingan penting ini berhasil dimenanginya dua set langsung 11-4, 11-6.

Kemenangan Indonesia akhirnya disegel oleh pasangan Lili Tampi/Finarsih. Mereka mampu membalas dendam atas kekalahan kontra Qin Yiyuan/Tang Yongsu di babak penyisihan sekaligus memastikan trofi Piala Uber tetap bertahan di pelukan Indonesia.

Jika pada awal turnamen kans tim putri mempertahankan gelar Piala Uber diragukan, tak begitu di sektor putra. Indonesia yang diperkuat pemain seperti Joko Supriyanto, Ricky Subagja/Rexy Mainaky, Hariyanto Arbi, Gunawan/Bambang Supriyanto, dan Alan Budikusuma berstatus sebagai favorit juara.

Penampilan Alan Budikusuma di final Piala Thomas 1996 kontra China. (Youtube)

Bergabung dengan China, Swedia, dan Inggris di babak penyisihan grup, Indonesia mampu menyapu bersih kemenangan. Inggris dan Swedia dicukur 5-0, sedangkan China ditundukkan dengan skor 3-2.

Pada babak semifinal, tim Thomas Indonesia berjumpa dengan Korea. Tapi, Tim Negeri Ginseng tersebut juga tak mampu membendung Ricky/Rexy dkk. Korea harus mengakui keunggulan Indonesia dengan skor 2-3. Kemenangan itu mengantar Indonesia berjumpa Denmark di partai puncak.

Partai puncak berjalan kurang ketat. Indonesia terlalu dominan bagi sang lawan. Menurunkan formasi pemain terbaiknya, Denmark ditaklukkan dengan skor sempurna 5-0. Trofi Piala Thomas dan Uber pun kembali dikawinkan dan tetap dalam dekapan Tim Merah Putih.