Psikolog: Boleh Haramkan PUBG, tapi...

oleh Nurfahmi Budi diperbarui 28 Mar 2019, 19:30 WIB
Penggiat game memadati lantai dasar Mangga Dua Mall di Jakarta, Minggu (17/3). Ratusan gamers ambil bagian dalam kompetisi game Mobile Legends dan PUBG Mobile bertajuk NXL Mobile Esports Cup 2019. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Bola.com, Jakarta - PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG) menjadi satu di antara pembicaraan hangat dalam sepekan terakhir. Pembahasan satu di antara nomor dalam cabang esports tersebut sudah sampai ke hadapan unsur pemerintahan, dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) sampai Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Walhasil, PUBG menjadi pemicu atensi publik terhadap gim secara keseluruhan, terutama yang berkaitan dengan aksi 'menembak' dan 'membunuh' lawan. PUBG juga yang membuat banyak pihak berkomentar tentang banyak hal; regulasi sampai ajang prestasi.

Advertisement

Pro dan kontra sudah bermunculan di tengah masyarakat. Tak heran jika PUBG dan gim lain yang sebenarnya bergenre strategi dianggap bisa berpengaruh terhadap kepribadian atau sisi psikologi seseorang.

Menurut Psikolog Anak dan Keluarga dari Universitas Indonesia, Anna Surti Ariani, status haram khusus gim PUBG sangat boleh. Namun, ia meminta agar tidak menutup mata, seakan-akan jika diharamkan, persoalan akan tuntas.

"Kita perlu menyadari prilaku agresif itu benar-benar banyak di sekitar kita dan itu menjadi referensi nyata untuk anak-anak dan remaja," katanya. Anna memberi contoh, ada orang yang begitu mudah mengatakan kata 'bunuh' kepada orang lain yang dianggap tidak selaras pandangannya.

 

2 dari 2 halaman

Faktor Pendorong

MUI Bahas Nasib PUBG di Indonesia. (Liputan6.com/ Andina Librianty)

"Kalau anak-anak kita enggak main gim agresif tapi di sekelilingnya orang-orang ngomong dan berperilaku kasar, tentunya lebih rentan terpengaruh kan," sebut Anna. Ia tak menampik semua gim yang mengandung kekerasan memang bisa memberikan dampak negatif bagi pemain.

"Memberi dampak negatifnya itu karena bisa menjadi 'referensi' bagi si pemain. Ketika mengalami kondisi tertentu, bisa saja referensi ini diaktifkan, sehingga pemain lebih rentan meniru atau melakukan perilaku agresif yang dimunculkan di gimnya," jelasnya.

Namun, lanjut dia, faktor pendorong seseorang berperilaku agresif tidak hanya berasal dari gim yang dimainkan, tetapi juga dipicu banyak hal. Satu di antaranya adalah kepribadian dari pemain gim tersebut.

"Misalnya kepribadian, jika pemain pada dasarnya berkepribadian matang dan penuh cinta kasih, tentunya tidak terlalu mudah terpengaruh gim," ucap Anna. Selain itu ada juga faktor kemampuan diri.

Contoh untuk faktor terakhir adalah jika seseorang mampu menggunakan senjata dan tubuhnya kuat, lebih mungkin meniru dibandingkan dengan tubuh yang lemah. Pada sisi lain, Anna menegaskan, faktor lain yang menentukan prilaku adalah moralitas.

Dia membenarkan usia dewasa memang lebih matang ketimbang anak-anak yang mudah terpengaruh. Oleh karena itu, satu di antara solusi adalah membatasi usia pemain. Namun, sistem ini akan percuma jika orang tua melakukan pembiaran.

Seperti diketahui, saat ini MUI sedang mengelaborasi hasil diskusi dengan beberapa stakeholder terkait efek dari gim, tak hanya PUBG.