CERITA BOLA: Buku Sakti Susy Susanti dan Etos Kerja Menjadi Juara ala Cristiano Ronaldo serta Ellyas Pical

oleh Yus Mei Sawitri diperbarui 23 Okt 2020, 08:00 WIB
Cerita Bola - Susy Susanti (Bola.com/Adreanus TItus)

Bola.com, Jakarta - Gaya servis Susy Susanti melekat kuat di memori pencinta bulutangkis dunia, se-iconik smes melompat tinggi ala Liem Swie King dan backhand smash milik Taufik Hidayat.

Susy memulai ritual servisnya dengan memegang shuttlecock, menatapnya tajam. Ia kemudian mengayunkan raket dengan kencang hingga shuttlecock melayang tinggi ke lapangan lawan. 

Advertisement

Permainan setelah servis mengapungkan cerita khas. Jangan harap menyaksikan Susy Susanti menjelma bak Barcelona era trio Lionel Messi-Luis Suarez-Neymar yang bermain tiki taka indah nan mematikan. Susy memilih menjadi membosankan, terus mengangkat tinggi shuttlecock ke belakang, membuat lawan berlarian ke batas garis lapangan belakang, kemudian menariknya ke depan dekat net, dan akhirnya mencetak poin ketika sang rival lengah atau kelelahan.

Susy tidak peduli ketika penonton disergap rasa bosan dan terayun-ayun emosinya menyaksikan aksinya. Toh, kemenangan tetap kemenangan, tak peduli melalui main indah atau membosankan setengah mati. Mirip-mirip dengan Jose Mourinho lha dengan filosofi sepak bola pragmatis. Yang penting menang, bagaimanapun caranya.

"Awal-awal main bulutangkis, saya juga pengin main cantik seperti orang-orang lain. Saya bisa kok main menyerang, dengan banyak smes, dan pertandingan selesai dalam 15 menit. Tapi saya yang kalah," tutur Susy sembari tertawa renyah, dalam perbincangan dengan Bola.com, belum lama ini.

"Saya ini defense-nya bagus, sudah bawaan dari dulu. Kalau main menyerang dan cepat bisa saja, tapi jatuhnya ngawur. Papa selalu bilang saya lebih bagus main reli. Memang kalau main reli jadi monoton, bahkan ada yang bilang saya mainnya jelek, tapi yang penting saya menang." 

Keteguhan Susy mempertahankan gaya permainan monoton dan membosankan terbayar lunas. Para pengkritik terpaksa menelan kembali komentar pedasnya. Susy bertransformasi menjadi tunggal putri terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Belum ada pemain putri lain yang torehan prestasinya melampaui dirinya, bahkan mendekatinya saja begitu sulit.

Titik tertinggi pencapaian Susy adalah membuat jutaan pasang mata rakyat Indonesia meneteskan air mata haru, saat menyabet medali emas Olimpiade 1992 di Barcelona. 

"Bahkan setelah memenangi Olimpiade dan gelar-gelar lain saya masih sering dikritik. Katanya saya hanya menang beruntung gara-gara mengandalkan permainan reli. Tapi saya tidak masalah dibilang menang beruntung, toh beruntungnya beratus pertandingan dan sering juara."    

Resep Susy menyandang status sebagai Ratu Bulutangkis Indonesia jelas tidak hanya bertumpu pada permainan reli membosankan. Tak sesederhana itu. Layaknya legenda-legenda lain, Susy Susanti punya kekhasan dan karakter kuat, yang menjadi pembeda dirinya dengan atlet-atlet bulutangkis lainnya. 

Dalam sebuah percakapan santai bersama Bola.com pada suatu siang di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, legenda bulutangkis Indonesia itu menukil sekeping cerita menarik. Tentang sebuah buku. Sebut saja buku sakti Susy Susanti. 

Buku itu seperti diary atau catatan harian. Isinya bukan roman picisan maupun untaian puisi pemuja senja. Buku itu pengejawantahan sosok Susy Susanti. Sosok yang menghargai detail, rancangan matang, dan solusi berlapis. Sisanya dipasrahkan kepada insting di lapangan. 

Lembaran buku sakti Susy Susanti dibuka ketika dirinya menapaki karier di PB Jaya Raya dan berlanjut saat masuk pelatnas. Jalinan kisahnya dengan buku tersebut lahir dari idenya sendiri dan didukung beberapa pelatihnya, sejak di Jaya Raya hingga di Pelatnas. Buku itu merekam memori Susy, bahkan terkadang menjelma menjadi sparring partner, dan sosok pelatih. 

"Buku itu tempat saya mencatat semuanya, mencurahkan segalanya. Bertanding menghadapi siapa saja, serta bagaimana kekuatan dan kelemahan lawan. Yang saya catat di buku itu bukan hanya lawan-lawan dari negara lain, bahkan detail tentang teman-teman di pelantas juga saya catat. Mencatat di buku sangat membantu memperkuat ingatan," tutur Ci Susy, begitu ia disapa oleh rekan-rekannya.  

"Sarwendah kusumawardhani contohnya, rekan saya di pelatnas. Dengan berkali-kali membuat catatan di buku itu saya sampai hapal permainan dia. Dia sosok yang ulet, pukulannya keras.  Saya tidak boleh main buru-buru kalau melawan Sarwendah, harus terus ngajak reli. Ia tidak terlalu bagus di sisi belakang kanan." 

"Ye Zhaoying beda lagi. Dia pemain paling komplet yang pernah saya hadapi. Punya pukulan keras dan lincah. Melawan dia harus siap capek dan pantang membuat kesalahan, ulet, dan sabar." 

Rival-rival seperti Ye Zhaoying (China), Bang Soo-hyun (Korsel), Huang Hua (China), Zhang Ning (China), hingga Gong Zichao (China) juga jadi pengisi setia lembar demi lembar buku Susy. Uniknya, Susy bukan hanya menganalisis lawan-lawan yang dianggapnya tangguh. Siapa saja bisa menghiasi buku catatannya, tanpa terkecuali. 

Rutinitas bercengkerama dengan buku harian terus dipertahankan Susy Susanti, bahkan ketika kejayaan sudah terkunci dalam genggamannya. Susy baru mengucapkan selamat tinggal kepada buku itu ketika undur diri dari panggung bulutangkis dunia. 

 

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Petarung yang Egois

Peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992, Susy Susanti, berupaya mengembalikan kok saat bertanding melawan Menpora Imam Nahrawi. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Rutinitas mencurahkan buah pikiran dan analisis ke buku membuat Susy hapal di luar kepala detail lawan, kelebihan hingga kekurangannya. Ia tidak pernah bosan mencatat, berulang-ulang di setiap pertandingan. Di buku itu Susy juga berlatih memvisualisasikan pertandingan yang akan dilakoninya. Semuanya dalam wujud rangkaian kata-kata.  

Biasanya pada malam menjelang pertandingan, Susy mencatat ulang detail calon lawannya. Ia menguji memorinya, memperdalam persiapan, dan mengasah taktiknya. Bagi Susy, taktik dari pelatih selalu penting dan harus didengarkan, tapi wajib diiringi analisis pribadinya.

"Yang tahu kita kan diri sendiri. Jadi mengenali kekuatan dan kelemahan diri sendiri itu penting," kata Susy. 

Buku itu juga menemani malam menegangkan Susy sebelum final Olimpiade Barcelona 1992 melawan tunggal putri Korea Selatan, Bang Soo-hyun.

"Saya buka buku, kemudian merancang strategi pertandingan. Ada Plan A, Plan B, dan Plan C. Satu taktik tidak pernah cukup untuk sebuah pertandingan. Permainan harus bisa berubah-ubah, karena lawan pasti sudah tahu cara mengantisipasi kekuatan kita. Itulah gunanya menyiapkan rencana berlapis."

Kisah manis Susy di pentas bulutangkis dunia banyak terbantu dengan buku saktinya. Namun, Susy tidak pernah mengsakralkan buku itu, layaknya resep rahasia yang harus didekap rapat-rapat supaya tidak jatuh ke tangan pesaing. Susy berbagi buku itu dengan rekan-rekan di pelatnas. Siapa saja boleh membuka, mengintip, dan menyerap isi di dalamnya. Ada istilah tepat yang mewakili sikap Susy ini. "Knowledge only powerfull when share."  

Ujungnya buku sakti tersebut akhirnya hilang. Tidak ada lagi ujung rimbanya. Namun, buku itu masih meninggalkan warisan berharga, berwujud ingatan kuat dalam memori Susy, yang tak lekang dimakan waktu, terjaga sampai sekarang.            

Percakapan di Kelapa Gading siang itu berlanjut. Resep Susy Susanti menapaki tangga jauh dari kata sederhana. Tak ada gelar juara yang datang begitu saja.

"Untuk menjadi juara itu harus bisa jadi sosok petarung jangan sampai menyerah hingga titik penghabisan, egois dan jangan pernah mau kalah, ambisius dalam arti positif,  punya skill bagus, mau terus belajar, berlatih keras dan tak kalah penting punya attitude bagus, disiplin, dan mau mendengarkan kritikan. Saat kritikan datang tidak perlu sensi, cukup menjawab dengan prestasi, bukan hanya janji," ucap Susy.

Mau tau contoh latihan keras ala Susy Susanti yang mengantarnya ke gerbang kesuksesan? Pemain asal Tasikmalaya itu mengaku kerap berlatih menghadapi tiga pemain sekaligus di pelatnas, dan ketiganya adalah cowok. Meskipun sering berujung kekalahan, Susy merasa metode itu membuatnya lebih percaya diri saat melakoni pertandingan resmi. 

 

3 dari 4 halaman

Cristiano Ronaldo Selalu Memperhatikan Detail

Cristiano Ronaldo meraih tiga kali penghargaan Ballon d'Or yaitu pada tahun 2008, 2013 dan 2014. (AFP Photo/Franck Fife)

Seorang pemenang bukan sosok yang biasa-biasa saja. Susy telah membuktikannya. Ia pemain pekerja keras, mau belajar, cerdik, punya visi brilian, dan bermental baja. 

Tapi, ada juga sosok juara yang diberkahi talenta alamiah, Lionel Messi contohnya. Sulit membantah fakta bahwa superstar Barcelona itu memang diberkahi bakat istimewa. Tentu saja bakat juga perlu diasah dan Messi melakukannya dengan sempurna. Deretan trofi dan penghargaan bergengsi jadi buktinya. 

Tetapi, tidak semua orang seberuntung Messi. Sebagian besar sosok juara memperjuangkan nasibnya dengan kerja keras, tekad baja, dan attitude yang mengesankan. 

Ambil saja contoh yang paling ekstrem. Jika bicara Messi, rasanya tidak lengkap tanpa membahas Cristiano Ronaldo. Keduanya selalu dibanding-bandingkan, didikotomi menjadi dua kutub yang berbeda. Padahal mereka tak pernah membandingkan diri satu sama lain. 

Ronaldo bisa dibilang tidak memiliki bakat sealamiah Messi. Namun, kerja kerasnya hingga menjadi seperti sekarang begitu melegenda. Cerita dari mantan pemain Manchester United dan Manchester City, Carlos Tevez, bisa menjadi secuil gambaran tentang etos kerja luar biasa dari Ronaldo. 

Tevez punya relasi dengan Messi dan Ronaldo. Dia bahu membahu Messi di Timnas Argentina, dan pernah setim dengan Ronaldo di Manchester United. Tevez bisa menggambarkan perbedaan kedua superstar dunia itu. 

"Lionel Messi. saya tidak pernah melihatnya di gym. Saya tak pernah melihat berlatih tanpa henti dengan bola. Semuanya alamiah untuknya. Tapi untuk penalti dia berlatih," kata Tevez. 

"Cristiano selalu ke gym setelah berlatih. Baginya itu seperti obsesi dan untuk menjadi terbaik di semua hal, dia selalu datang awal saat latihan." 

Seberapa rajin Ronaldo berlatih? Carlos Tevez menggambarkan dengan akurat usaha Ronaldo yang jauh melebihi rekan-rekannya. Pemain asal Portugal itu selalu menjadi pemain pertama yang datang ke sesi latihan Manchester United dan selesai paling akhir. 

"Ketika latihan diagendakan pukul 09.00 pagi, saya datang pukul 08.00 pagi dan dia sudah ada di sana. Bahkan jika saya datang pukul 07.30, dia sudah di sana. Saya mulai bertanya pada diri sendiri. Bagaimana bisa mengalahkan dia. Jadi suatu hari saya datang pukul 7, dan dia juga sudah datang. Ia masih mengantuk, tapi sudah datang," tutur Tevez, seperti dilansir Manchester Evening News

Cristiano Ronaldo juga sangat memperhatikan detail, bukan hanya durasi dan porsi latihan. Pemain yang kini berusia 35 tahun itu sangat cermat manjaga pola makan, pola tidur, dan juga kesehatan jiwanya.

Urusan makan, Ronaldo biasanya makan enam kali sehari, dengan menu yang sangat sehat, ikan jadi salah satu andalannya. Pengaturan jam tidur juga tidak terlewatkan dari perhatiannya. Menurut The Sun, Ronaldo berusaha memastikan tidur malam selama delapan jam. Setelah itu ada juga beberapa porsi tidur siang yang singkat. Sangat mendetail dan serius.  

Dan hasil memang tidak pernah mengkhianati usaha. Sisa cerita tentang Ronaldo sudah menjadi sejarah.  

 

4 dari 4 halaman

Perjuangan Ekstrem ala Ellyas Pical

Legenda tinju Indonesia, Ellyas Pical, berpose saat sesi pemotretan di Kawasan Bintaro, Jumat (13/7/2018). Ellyas Pical adalah petinju Indonesia pertama yang berhasil menjadi juara dunia. (Bola.com/M Iqbal Ichsan)

Masih butuh cerita inspiratif lainnya? Kisah juara dunia tinju pertama asal Indonesia, Ellyas Pical, tak kalah heroik. Pada 3 Mei 1985, Ellyas Pical  merebut sabuk juara dunia kelas terbang super atau bantam junior versi IBF setelah mengalahkan petinju Korea Selatan, Ju Do-chun, dalam pertarungan delapan ronde. 

Jangan pernah menyangka gelar itu diraih dengan mudah. Ellyas Pical benar-benar memperjuangkan mimpinya itu dengan serius, bahkan ekstrem, seekstrem salah satu metode latihannya. 

"Saya dulu sering berlatih dengan berlari menggendong ransel berisi pasir seberat 20 kilogram. Larinya di kawasan Puncak, jadi menanjak. Selain itu juga latihan di Pantai Ancol. Latihannya dengan berlari di air. Kalau tidak latihan seperti itu, mana mungkin bisa jadi juara dunia," tutur Ellyas Pical dalam perbincangan dengan Bola.com di kediamannya, Perumahan Duta Bintaro, Kunciran, Tangerang, dua tahun lalu. 

Ellyas Pical tidak pernah mau setengah-tengah memperjuangkan mimpinya di kancah tinju. Ia bahkan rela mengekang waktunya untuk bersenang-senang. Hidupnya terasa membosankan. Hanya latihan, latihan, dan latihan. Ketika ada hari libur pun, dia memilih beristirahat, atau pergi ke gereja. Baginya, bersenang-senang seperti anak muda seusianya masa itu hanyalah mitos. 

Toh, Ellyas Pical tidak pernah menyesali pilihannya. Dia tidak juga menyesal telah bersikap sangat keras pada dirinya sendiri. Bahkan, ia akan makin keras pada dirinya saat mendekati pertandingan.  

"Sepanjang perjalanan saya menuju sabuk juara dunia, satu kunci yang harus dipunyai adalah disiplin. Mulai disiplin waktu berlatih sampai disiplin menjaga kebugaran fisik," ujar Elly.

Bukan hanya disiplin dan keras saat berlatih, Elly juga ketat menjaga pola makan. Dia berusaha menjaga fisiknya selalu bugar. 

Apa buah dari kerja kerasnya? Elly hanya enam tahun berkiprah di kancah tinju profesional. Namun, dalam periode yang relatif singkat itu Elly sukses menorehkan tinta emas dalam sejarah tinju Indonesia dan dunia. Bahkan, situs Asian Boxing melabelinya sebagai petinju dengan pukulan paling menakjubkan dalam sejarah kelas terbang super.

Elly merupakan petinju pertama asal Indonesia yang meraih titel di luar negeri. Pada 19 Mei 1984, suami Rina Siahaya Pical, itu mengalahkan petinju Korea Selatan, Jung Hee-yung, dengan angka mutlak di Seoul. Dia berhak merebut sabuk gelar OPBF. Sekitar setahun berselang, Elly bahkan sudah berhasil menjadi juara dunia setelah memenangi pertarungan kontra Ju Do Chun. Benar-benar impresif.

Ketiga cerita di atas, Susy Susanti, Cristiano Ronaldo, dan Ellyas Pical, memiliki benang merah. Jalan menjadi sang juara tidak mudah, kadang sangat terjal. Gelar juara tidak jatuh begitu saja dari langit. Menjadi sang pemenang perlu diperjuangkan dengan dedikasi tinggi, tekad kuat, kedisiplinan tinggi, visi kuat, dan analisis tajam. Tidak ada gelar juara yang diraih secara instan, karena sesungguhnya hal instan yang menyenangkan hanyalah mi goreng dan mi kuah. 

 

   

 

 

 

Berita Terkait